GILAKAH Osman Hutagalung? Para tetangganya di Desa Humbang Satu, Tapanuli Selatan, tak bisa memastikan. Tapi lelaki tegap dengan tinggi 170 cm ini jelas seorang nose maniac -- gila hidung. Dia begitu gandrung untuk bisa memencet hidung orang lain. Dan kalau kemudian ayah 8 anak berusia 39 tahun ini membunuh, urusannya masih di seputar hidung itu juga. Tersebutlah Sannah boru Simanjuntak, 63, nenek 13 cucu. Dukun bayi berhidung mancung ini, suatu petang, ditemukan sudah tergeletak tanpa kepala di pinggir kampung. Tidak heran kalau desa berpenduduk tak sampai 1.000 jiwa itu menjadi gempar. Terlebih ketika, esok harinya, mereka menemukan kepala korban tergeletak di semak-semak. Kepala itu sudah tanpa hidung. Juga bibir bagian atas ikut disayat. Cukup beralasan untuk menuding Osman, si gila hidung, sebagai pelakunya. Di tempat kejadian, polisi menemukan sepasang sandal jepit milik Osman. Petunjuk lain, sejak Sannah ditemukan terbunuh, lelaki itu raib dari kampung. Lagi pula, 9 tahun lampau, Osman pernah bersengketa dengan Sannah, gara-gara ia memencet hidung nenek itu. Sampai Senin pekan ini, Osman, yang lari ke dalam hutan, belum tertangkap. "Bukit Aek Gajah dan bukit Naga Juang terus kami sasak. Kami yakin, Osman hari-hari ini akan menyerah," ujar seorang petugas dari Polres Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, kepada Bersihar Lubis dari TEMPO. Sannah terbunuh pada Selasa 22 Juli. Agaknya, ia dicegat saat kembali dari pesta perkawinan di kampung itu juga. "Waktu itu, saya pulang duluan. Terus ke rumah di Tarutung Panjang," ujar Ompu Willy, 65, suami Sannah. Keluarga ini memang punya dua rumah. Kata Willy, pada 1977, ia pun telah berurusan dengan Osman. Gara-garanya, si maniak itu memencet hidung Sannah, saat tertidur di rumah orang yang punya hajat, sampai tiga kali. Perkara ini menghadiahi si gila hidung 80 hari tahanan dengan masa percobaan 6 bulan. Hukuman itu tak membuat kegandrungan Osman pada hidung mereda. Tiga tahun kemudian, pada 1980, di siang bolong dia mencomot hidung Senti padahal hidung Senti pesek. Untuk perkara hidung pesek ini bukan pengadilan yang turun tangan, tapi tetua kampung. Dan sesuai dengan adat, Osman diharuskan mangupa-upa, memberi makan Senti, dan meminta maaf. Ia juga diharuskan memberi ulos, kain adat Batak, dan memotong ayam untuk pesta adat. Tak lama setelah itu, Wilmar, 67, lelaki, mengaku pernah hendak dipencet hidungnya oleh, ya, siapa lagi, Osman. Dia (Osman) mau membayar Rp 5.000 (yang Rp 3.000 utang dulu) kepada Wilmar asal yang tersebut belakangan ini mengizinkan hidungnya dipencet. Wilmar menolak. Tapi ada yang sudah dipencet-pencet hidungnya oleh Osman, dan tak protes. Yakni istrinya, Taruli, terutama bila ia mau diajak bersebadan. "Tak tahu saya, apa maksudnya," ujar Taruli kepada polisi. "Osman memang aneh," tutur Oslan Simangunsong, kepala desa. Selain memencet hidung, terkadang lelaki itu memakai bedak. Bila naik kendaraan umum, petani yang hidupnya lumayan ini lebih senang bergelantungan, meski tempat duduk kosong. Banyak juga yang percaya, Osman punya ilmu. Sebab, dia sering menoreh lengannya dengan pisau, dan tidak terluka. Dia juga suka menonjoki pohon rambutan atau karet, sambil berkata, "Lihat, pohon ini tak lama lagi mati." Dan ternyata tidak. Semuanya mungkin baru akan menjadi jelas bila Osman tertangkap. Di mana kau, Os? Mencari hidung?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini