DI ambang pintu kamarnya Iyum menjerit. Bayinya berumur 14 bulan itu bukannya menangis meronta-ronta karena ngompol. Tapi, selimut bayi itu menyala. Udin, suaminya, buru-buru membawa karung goni yang sudah dibasahi air, lalu menutupkannya ke tubuh Bibi, bayi itu. Kemudian cepat-cepat suami istri itu membawa Bibi ke Rumah Sakit Kebonjati, 8 km dari rumahnya. Peristiwa Minggu siang pekan lalu itu, di Kampung Sumursari, Kecamatan Marga Asih, Bandung, berakhir menyedihkan. Udin, yang berjualan keperluan sehri-hari dan es sirup di toko kelontongnya, terpaksa membawa pulang bayi itu ke rumah. Ia tak punya biaya menginapkan anak kelimanya itu di rumah sakit. "Malam harinya Bibi menangis terus, dan kami tak bisa berbuat apa-apa," tutur Udin kepada TEMPO. Dari perut sampai ujung kaki Bibi melepuh luka bakar. "Dan di subuh hari Allah mengambil Bibi dari tangan kami," ujarnya lebih lanjut. Lalu siapakah yang telah tega melemparkan api ke tubuh bayi mungil yang tengah lucu-lucunya itu? Iyum menemukan bambu berbalut kain hangus bekas terbakar di tempat tidur anaknya, sepulang dari rumah sakit. Ia menyerahkan barang itu kepada Lurah. Entah bagaimana ceritanya, Lurah lalu mencari tetangga Udin bernama Dani, malam itu juga. Singkat kata, Dani dituduh yang empunya ulah. Konon, ia, ditemui Lurah beserta beberapa anggota Hansip sedang pacaran menonton perayaan kenaikan kelas di sebuah madrasah, mula-mula mengelak Setelah didesak-desak, ia pun mengaku. Dan akhirnya diserahkan ke Polsek Batujajar. Ditemui di tahanan Polsek oleh Aji Abdu Gofar dari TEMPO, keluarlah cerita ini dari Dani, pemuda 21 tahun itu. Telah tiga bulan lebih pemuda itu tak berjualan mi bakso dan es sirup lagi. Katanya, ia kehabisan modal. "Habis untuk keperluan sehari-hari," kata anak yang tinggal bersama emaknya ini. Akhir-akhir ini timbul niatnya untuk kembali buka warung es. Menurut pengalaman Dani, yang sudah jualan es sejak empat tahun lalu, di bulan Puasa es sirup laris. Eh, tahu-tahu Udin, yang semula hanya berjualan keperluan sehari-hari, 26 April lalu buka warung es sirup. "Saya kesal bukan main," kata pemuda berkulit hitam itu. Hingga Minggu paginya, pemuda yang hanya mengecap bangku SD sampai kelas V itu penasaran. Ia mencari akal bagaimana membalas sakit hati kepada tetangganya itu. Sebab, kata Dani, Udin pun punya utang Rp 1.000 kepadanya, dan hingga saat itu belum juga dikembalikan. "Sehabis saya membeli rokok, tiba-tiba muncul di pikiran saya untuk membakar rumah Udin," tuturnya lagi. Benar saja. Dengan obor bikinan sendiri, akhirnya terjadilah musibah itu. Cuma, Dani bersumpah bahwa ia tak sengaja membakar Bibi, anak bungsu Udin "Saya benar-benar tak tahu bahwa di kamar itu ada Bibi," kata Dani yang bapaknya ikut transimgrasi ke Palembang waktu ia masih sekolah - dan kemudian tak terdengar lagi kabar beritanya sampai sekarang. Sementara itu, suami istri Udin, 41, dan Iyum, 40, benar-benar tak memahami bahwa diam-diam Dani menyimpan sakit hati terhadap mereka. Sebab, selama ini mereka bertetangga baik-baik saja. Dan tiada maksud Udin secuil pun untuk menyaingi Dani. Ia membuka warung es karena sudah tiga bulan Dani tak berjualan lagi. Dan soal utang Rp 1.000 itu? Udin sama sekali tak pernah merasa punya utang kepada Dani. Bagi warga Kampung Sumursari, Bibi kini jadi pahlawan. Seumpama tiada bayi 14 bulan itu, obor yang bersarang di kamar Udin tentunya tak akan cepat ketahuan. Dan itu tentu saja amat berbahaya bagi 50-an rumah panggung di Sumursari itu yang rata-rata memang sudah tua. Tapi benarkah itu perbuatan Dani, yang akhir-akhir ini menurut warga Sumursari sering teler itu? Jawab Udin, yang hanya sempat mengecap bangku kelas IV SD, "Karena tadinya saya tak punya persoalan apa pun dengan Dani, sekarang segalanya terserah kepada yang berwajib." Dani, tersangka yang malang, pemuda yang masih punya masa depan panjang, semoga memperoleh keadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini