KALI ini bukan gertakan. April lalu keluar petunjuk pelaksanaan ujian negara bagi mahasiswa perguruan tinggi swasta dari Dirjen Pendidikan Tinggi. Dan itu merupakan kelanjutan dari keputusan Menteri P & K 15 Januari tahun ini, yang pada pokoknya membikin licin jalan ujian negara bagi mahasiswa swasta. Bukan rahasia lagi, mahasiswa swasta yang ingin menempuh ujian negara selama ini selain harus bersabar, juga harus menyediakan biaya yang tak sedikit. Seorang mahasiswa teknik Universitas Atma Jaya di Jakarta umpamanya. Bila ia lancar, setidaknya akan menempuh kuliah 5-6 tahun, tutur Gerald Bonang, Rektor Atma Jaya. Bila ia ingin menempuh ujian negara, agar kesarjanaannya diakui di semua instansi, setidaknya dalam 1-2 tahun ia baru bisa menempuh ujian itu. Tapi, mereka yang bisa menggondol ijazah lokal plus ijazah negara dalam waktu 7 tahun boleh dikata jarang. Apalagi bagi mahasiswa kedokteran swasta, menunggu ujian negara nyaris sama halnya menempuh kuliah sekali lagi - dari tingkat satu. Adapun sebabnya bisa macam-macam. Dari dosen yang sulit mencari waktu kosong, sampai jumlah yang mau maju ujian belum cukup banyak. "Bila cuma ada satu-dua mahasiswa, ujian negara tak jadi dilaksanakan," tutur Mudiyanto, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Sebab yang prinsip, aturan memang tak jelas. Yang pasti hanyalah bahwa bagi mahasiswa yang fakultasnya berstatus disamakan, ujian boleh dilaksanakan oleh dosen swasta sendiri. Bagi yang berstatus diakui, 50% dosen penguji harus dosen negeri atau sarjana dari instansi lain yang disetujui. Dan mahasiswa dari fakultas berstatus terdaftar, 100% dosen pengujinya dari negeri. Dengan surat keputusan baru, komposisi dosen negeri itu diubah. Ujian di fakultas yang diakui kini hanya 25% dosen yang negeri. Lalu yang berstatus terdaftar, dosen negeri hanya berjumlah 50%. Tampaknya, ini lebih realistis, mengingat dosen negeri sendiri telah disibukkan berbagai urusan. Dan yang penting, kini tiap akhir semester ujian negara diharuskan ada. Tak lagi ada alasan dosen sibuk, pokoknya dua kali setahun mahasiswa swasta diberi kesempatan menempuh ujian negara. "Latar belakang keputusan ini sederhana, jangan sampai ujian negara menjadi hambatan bagi mahasiswa swasta," kata Menteri P & K Fuad Hassan. Dan kata Fuad lebih lanjut, mulai tahun kuliah baru 1986-1987, peraturan itu sudah harus dilaksanakan. Ini berarti, akhir semester ganjil tahun ini, sekitar Februari tahun depan, ujian negara dengan jadwal reguler sudah dimulai. Tapi dengan begitu jangan dikira lalu ujian negara dipermudah materi soalnya. "Kemampuan tiap-tiap perguruan tinggi itu berbeda," kata Sukadji Ranuwihardjo, Dirjen Pendidikan Tinggi. Tapi, ujarnya lebih lanjut, tetap harus ada standar soal. Maka, bisa saja terjadi, frekuensi ujian negara naik, tapi persentase kelulusan pesertanya menurun. Bagi Bagir Manan, Penjabat Rektor Universitas Islam Bandung, peraturan baru langsung menguntungkan dalam tiga hal. Pertama, ada kepastian ujian, hingga mahasiswa bisa mengatur waktunya. Kedua, tiap semester ada ujian hingga ilmu si mahasiswa masih segar. Sekarang inl tak jarang mahasiswa yang telanjur menunggu harus belajar dari awal lagi karena ujian negara dilaksanakan satu atau dua tahun kemudian. "Belajar mundur," istilah dari sementara mahasiswa swasta. Dan ketiga, biaya ujian bisa diangsur, karena mahasiswa tak lagi perlu harus sekali ujian untuk semua mata kuliah. Toh, suara optimistis itu harus direm sedikit. Andy Sutjipto, mahasiswa Fakultas Arsitektur Universitas Trisakti, Jakarta, belum melihat peraturan bila peserta ujian tak lulus. "Langsung ada ujian ulangan, atau harus menunggu setengah semester lagi," tanyanya. Dan Bagir - pengganti sementara Almarhum K.H.E.Z. Muttaqien - melihat bolongnya peraturan baru dengan lebih kena. "Tapi kalau pemeriksaan ujian masih lamban seperti sekarang, ya, sama saja," kata penjabat rektor itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini