Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Memburu buron, meraih cinta

Koptu (pol) Sutarno membunuh Bayu Rumekso di Klaten. Berawal dari memata-matai rumah lely yang suaminya, hendro, sedang buron. Kemudian Lely menjalin cinta dengan Sutarno yang dilarang bayu.

20 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CERITA polisi menyamar sudah lama tidak merupakan kisah baru lagi. Tapi, yang dilakukan Koptu. Sutarno, anggota Polres Klaten, baru-baru ini, termasuk peristiwa yang tampaknya jarang terjadi. Kisah Sutarno, 31 tahun, ini berawal dari Nyonya Lely Erine Dwiningrum yang tinggal di Jakarta. Suatu hari sang nyonya menemukan seonggok perhiasan di dalam kotak televisi -- tanpa sengaja. Wanita berdarah indo yang cantik itu menimangnya penuh kagum. Tahu-tahu kepalanya tergetok gagang pistol. Ternyata, yang menggetok adalah Hendro Sucipto, suami Lely sendiri. Hendro, menurut pengakuan Lely, ternyata penjahat kelas kakap. Dia, kalau benar pengakuan Lely, bersama Bambang Heru dan Rudy Ambon adalah anggota kelompok Kwini yang ikut dalam pelarian 32 tahanan dari Rutan Salemba, Mei 1985. Perlakuan Hendro yang kasar itu, rupanya, tak bisa diterima Lely begitu saja. Diam-diam nyonya beranak dua itu melapor kepada yang berwajib. Hendro ditangkap polisi, kemudian dijebloskan ke rumah tahanan Salemba. Tapi di sana -- seperti sudah disebutkan -- Hendro berhasil melarikan diri. Lepasnya Hendro tentu saja membuat Lely ketakutan. Lely, yang menurut pengakuannya merasa terancam - karena merasa berkhianat terhadap suami -- segera menyingkir ke Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, rumah bapak angkatnya. Larinya Hendro dari Rutan Salemba membuat polisi terus menguntit Lely sampai ke Delanggu. Tugas ini kemudian diambil alih polisi Klaten. Di sinilah kemudian Kapolres setempat menugasi Koptu. Sutarno -- polisi yang sudah kita sebutkan di atas memata-matai rumah Nyonya Lely. Berhari-hari pekerjaan itu dilakukan Sutarno. Mula-mula dilakukannya cukup dari jauh. Kemudian tugas memata-matai itu tentu dengan menyamar -- dilakukannya dalam jarak yang lebih dekat, dengan tinggal di rumah tetangga Lely. Dan akhirnya tentu dengan tetap menyamar -- Sutarno pun menggeser tempat pengawasan langsung di rumah sang nyonya. Sutarno tidur di rumah Lely. Buat Lely sendiri, karena merasa terlindung, di samping kesepian, pengamanan itu ternyata berakibat jauh. Singkat kata, Lely menjalin cinta dengan Sutarno. Malah, Sutarno, yang sudah punya dua anak ini, sanggup mengawini Lely, Sementara itu, kabar Hendro tertembak mati setelah tertangkap dalam pelarian tak memutuskan hubungan mereka berdua. Cinta jalan terus. "Kami terus berhubungan," kata Lely, yang berkulit kuning, berumur 23 tahun. Bahkan penyamaran Sutarno tetap dilakukan, kini dengan maksud agar teman-teman sesama korps tak mencurigainya. Tahu-tahu, pada Maret tahun lalu, Lely kedatangan tamu. Sang tamu mengaku bernama Bayu Rumekso, 40 tahun, kawan akrab Hendro. Maksud kedatangannya hendak menanyakan apakah Lely menyimpan harta emas milik Hendro. "Saya tak tahu menahu harta itu," kata Lely. Buntut pertemuan itu, ternyata, Bayu melarang hubungan Lely dengan Sutarno. Inilah yang membuat Lely tersinggung. Masalah pribadi kok dicampuri, begitu pikir Lely. Untuk amannya, Lely pun lapor ke Sutarno. Polisi ini langsung menganalisa: "Pasti Bayu itu rampok, seprofesi dengan Hendro." Akhir Mei, pada malam hari, Bayu muncul lagi, dan kali ini bukan ke rumah Lely, tapi langsung ke rumah pondokan Sutarno di Desa Klepu, Ceper, Klaten. Rumah pondokan itu sepi, karena Sutarno sedang pulang ke Ponorogo, tempat istrinya. Dengan sabar Bayu menunggu di depan rumah. Ternyata, malam itu Sutarno datang. Bayu, yang belum pernah mengenal Sutarno, menyapanya. "Ini rumah Sutarno?" tanyanya. Ia membenarkan ini rumah Sutarno, tapi dikatakannya Sutarno sedang keluar. Dan Sutarno asli itu mengaku sebagai Edi Pramono, kawan Sutarno. Untuk lebih mengetahui kedatangan tamunya, Bayu, pegawai pabrik kayu lapis itu, diminta menunggu di dalam. Ketika sedang berbincang itulah, kebetulan, Lely datang bersama Frengky, adiknya. Membaca situasi runyam ini, Sutarno cepat bertindak. Tendangannya menerjang Bayu hingga membuat dia sempoyongan. "Dia ini gali, sangat membahayakan kita," begitu kata Sutarno agar Frengky ikut membantunya. Tanpa pikir panjang, karena Lely juga tak mencegah, Frengky ikut menghajar Bayu. Dalam sekejap Bayu tak berkutik. Lalu diikat dengan tali plastik dan diseret ke dapur. Di situ, lehernya ditindih besi bekas ranjang. Nah, supaya lebih aman, kedua ujung besi itu diinjak oleh Frengky dan Sutarno. Ngeekk. Bayu, yang kedua lengannya bertato gambar daun dan rembulan itu, mati. Mayatnya langsung dikarungi. Dan dinihari itu, mereka bertiga membawa mayat Bayu ke Desa Bentakan, Boyolali, dengan mobil sewaan. Di sebuah sungai, dekat jembatan desa itu, mayat Bayu dibuang. Esoknya, warga di situ gempar. Dan karena tak ada yang mengaku keluarga korban, setelah divisum, mayat dikuburkan. Tapi polisi tetap mengusutnya. Kebetulan polisi Klaten mendengar info ada orang malam-malam sibuk mencari mobil sewaan. Setelah diusut, mobil sewaan itu milik Ridwan dan yang menyewa Sutarno, polisi Klaten Juga. Maka, cerita kemudian gampang ditebak: Lely, Frengky, dan Sutarno diciduk polisi. Akhir Januari lalu, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten, Sri Budiastuti, S.H., memvonis Frengky 5 tahun penjara, dan Lely 5 bulan 20 hari. Sedang Sutarno, yang berkasnya masih di Pom ABRI, belum disidangkan. "Bayu itu mengancam diri saya, dan kalau Bayu dibunuh berarti saya aman. Jadi, saya tak menghalangi pembunuhan itu," begitu alasan Lely. Laporan Biro Yogyakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus