CHAN Su Ha, pemilik toko obat di Jalan Selar Cheras, Kuala Lumpur, Selasa malam pekan lalu, menghentikan niatnya untuk menutup toko. Tiga lelaki berpakaian perlente tiba-tiba masuk sambil mendorong pemilik toko berusia 42 tahun itu. Salah seorang lelaki itu langsung menodongkan pistolnya sambil menggiring Chan dan asistennya masuk kamar. Dengan sigap, dua lelaki lainnya menjarah barang dan uang tunai M$ 700 (sekitar Rp 475 ribu) yang ada di toko itu. Tapi, sebelum mereka kabur, pemilik toko itu berhasil menekan tombol alarem. Bunyi sirene pun mengaung memecahkan kesunyian malam itu. Bandit-bandit itu buru-buru hengkang dengan mobil yang sudah mereka siapkan. Tapi, baru 100 meter mereka bergerak, sebuah mobil patroli polisi menghadang. Tiga perampok tersebut berhamburan meninggalkan mobilnya. Usaha mereka untuk kabur kandas, karena beberapa butir timah panas menerjang tubuh mereka. Ketiga bandit itu tersungkur tewas. Dari para perampok itu, menurut Direktur Penyidikan Kriminal Kepolisian Malaysia Zaman Khan, polisi berhasil menyita dua pucuk revolver dan dua bilah golok, di samping barang-barang hasil jarahan mereka. Sejam setelah kejadian di Cheras itu, polisi di Negara Bagian Negeri Sembilan menerima informasi tentang adanya rencana perampokan pada sebuah bungalo di Labu, Seremban -- sekitar 65 km sebelah selatan Kuala Lumpur. Maka, satu regu polisi segera meluncur ke sasaran. Tepat di daerah perkebunan kelapa sawit -- di sepanjang jalan ke arah Labu -- polisi memergoki sebuah mobil sedan Proton Saga warna merah sedang melaju kencang dengan empat penumpang. Tentu saja mobil yang mencurigakan itu dibuntuti. Kejar-mengejar terjadi. Tujuh kilometer sebelum daerah Labu, rombongan pemuda itu berloncatan meninggalkan mobilnya. Sambil berlari, cerita Zaman, mereka menembak dua kali ke arah polisi. Polisi pun membalas tembakan mereka dengan senapan otomatis. Empat pemuda itu tersungkur di tempat. Pada mayat komplotan itu, polisi menemukan sepucuk senapan laras panjang dan sebuah pistol. Hingga pukul 02.00 dini hari, satu regu polisi melanjutkan perjalanannya ke sasaran. Di tengah jalan, regu polisi bertemu lagi dengan sebuah sedan Honda Accord yang juga berisi empat lelaki. Polisi mencoba menyalip mobil itu, namun penumpang mobil itu malah menyambut dengan tembakan. Tembak-menembak tak bisa dihindarkan. Akhirnya polisi berhasil merobohkan keempat pemuda tadi. Setelah mobil itu digeledah, polisi menemukan tiga butir peluru, sebuah pistol, dan dua buah golok. Para perampok yang tewas di Negeri Sembilan itu, menurut polisi, adalah buronan karena mereka terlibat 30 kasus perampokan dan pencurian di berbagai daerah di Semenanjung Malaysia. "Kami yakin, mereka juga telah menganiaya beberapa korban mereka," kata Zaman Khan. Polisi memang tak menemukan secarik pun dokumen perjalanan ataupun kartu pengenal para korban. Namun, Direktur Penyidik Kriminal tetap yakin bahwa mereka itu sebagian besar warga Indonesia yang dikenal dengan "pendatang haram". Dan para bandit Indonesia itu mereka sebut "Sumbawa Gang". Gerakan tembak mati bagi para perampok, khususnya "pendatang haram" dari Indonesia, menurut seorang pejabat polisi, baru digalakkan dalam dua tahun terakhir ini. Sebab, menurut sumber polisi di Kuala Lumpur itu, banyak kasus perampokan di Malaysia akhir-akhir ini disebabkan makin derasnya pendatang haram -- sekarang diperkirakan berjumlah 600.000 orang -- dari Indonesia ke Malaysia. Bandit-bandit Indonesia itu, menurut sumber TEMPO, dinamakan "Sumbawa Gang" karena beranggotakan "anak-anak Sumbawa" yang umumnya bekas pelaut. Mereka, masih menurut sumber polisi, biasanya bermarkas di daerah Chow Kit, Kuala Lumpur, pasar yang banyak dihuni pedagang kaki lima, berdekatan dengan pertokoan -- mirip Pasar Tanahabang di Jakarta. Di Chow Kit, banyak pedagang Indonesia berkumpul. Dan di sarang itu pula, para bandit Indonesia mengatur semua rencana operasi perampokan. Suatu ketika polisi -- lewat Operasi Seberang -- mengobrak-abrik kawasan itu. Tak kurang 400 imigran gelap, yang sebagian besar orang Indonesia, terjaring di situ. Sejak tiga tahun lalu, polisi berhasil merekrut salah seorang anggota "Sumbawa Gang" untuk dijadikan informan. Dari informasi orang dalam itulah, sebagian besar rencana operasi komplotan diterima. Berkat itu pula, polisi bisa menghadang rencana operasi mereka dan dengan mudah membabat aksi mereka. Pihak kepolisian Malaysia, menurut Zaman Khan, masih terus mengusut sekitar empat atau lima orang sisa anggota komplotan itu yang belum tertangkap. "Komplotan itu sangat berbahaya dan tak segan-segan membunuh," katanya tegas. Kedutaan Besar RI di Malaysia mengakui bahwa sebagian besar bandit yang tertembak itu adalah warga negara Indonesia. Dari 11 perampok yang tewas selama baku tembak dengan polisi itu hanya seorang warga negara Malaysia. "Saya sudah mengecek, dan kantor perdana menteri sendiri yang memberitahukan bahwa mereka memang orang Indonesia," kata Soenarso Djajusman, Duta Besar RI untuk Malaysia. Bagi pihak KBRI, kata Soenarso, dari segi hukum, sulit melindungi para pendatang haram itu. "Bagi orang Indonesia yang masuk secara tak sah, jika terjadi sesuatu terhadap mereka, KBRI tak mampu berbuat apa-apa. Ya, paling kami hanya mengecek nama-nama mereka," katanya. Bagaimanapun, aksi para bandit itu tentunya semakin merusak reputasi pendatang haram dari Indonesia di negara jiran itu. Gatot Triyanto dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini