ANGKA kejahatan di Tebingtinggi dan Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara, bertambah. Tahun lalu perkara yang menjadi
urusan polisi ada 1689. Tahun sebelumnya 10% di bawah angka itu
Sebagian kejahatan pencurian, selebihnya penganiayaan, narkotika
sampai uang palsu. Tapi perkara susila, 51 perkara, masih tetap
jadi pembicaraan mengesalkan setiap kali kasusnya teriadi.
Seperti keresahan Ny. Maimunah, 40 tahun, penduduk Kampung
Bandar Sakti Kecamatan Tebingtinggi di Deli Serdang. Mula-mula,
sejak 4 Januari lalu, ia kehilangan anak perawannya, Ernawaty
alias Taing, yang baru berusia 16 tahun. Saudara dan para
tetangga dikerahkan ke sana ke mari. Sampai satu dua hari jejak
Erna tak tercium. Dari pengalaman yang sudah-sudah, terutama
cerita dari mulut ke mulut penduduk di sana, Maimunah sudah
berprasangka buruk. "Anak saya pasti diperkosa orang!" Bukti
memang belum ada. "Anak saya manis, sih. Dan banyak lelaki yang
menyukainya," kata ibu ini.
Baru empat hari setelah Erna lenyap, seorang penduduk ada
memberi info: Ia melihat Erna digiring oleh lima pemuda menuju
Kampung Bagelen. Salah satu penggiringnya cukup dapat dikenal:
Zul yang sudah beken di kawasan situ. Menurut catatan polisi,
Zul (23) ini "memang recidivis," kata Letnan Sitohang dari
Kepolisian Sektor 20208 Tebingtinggi. Dosanya, menurut polisi,
meliputi kejahatan perampokan, pencurian, penjambretan sampai
pemerkosaan di sekitar kota Tebingtinggi. Zul ini juga sudah
entah berapa kali masuk keluar penjara.
Bagelen diacak-acak. Tapi baru 17 Januari berikutnya polisi
berhasil menemukan Erna di sebuah rwnah kosong. Zul dan
teman-temannya sempat kabur. Hingga kini masih buron.
Hari itu, 4 Januari, Erna menyusuri Jalan Thamrin. Tanpa tujuan.
Pikirannya sumpek dan buntu. Ia harus cari pekerjaan, tapi entah
musti ke mana. Di jalan itulah ia kepergok Zul dan keempat
temannya. Dua teman Zul, yaitu Asmara (21) dan Anton (19), sudah
dikenal polisi. Permulaannya biasa saja. Erna digoda. Zul
menegur sopan. Erna, yang semula acuh tak acuh, mulai tertarik
oleh Zul. Sebab pemuda ini bertampang lumayan juga. "Saya
menaruh simpati kepadanya," kata perawan ini kemudian.
Bicara ke sana ke mari, Zul tampak meyakinkan hati Erna. Lalu si
gadis berterus-terang: ia. bekas babu, kini tengah menganggur
dan kepingin kerja. Zul mulai main. Ia menjanjikan pekerjaan
yang baik, asal Erna sendiri mau mengikutinya ke Bagelen. Yang
diajak menurut saja.
Di Bagelen rombongan anak muda ini langsung ke sebuah rumah
kosong. Kepada gadis yang baru digaetnya itu, Zul bilang rumah
itu miliknya. Erna percaya. Tapi, setelah mereka berada di sana
sampai malam, Zul belum juga bicara soal pekerjaan bagi Erna.
"Besok saja," katanya. Jadilah Erna harus menginap di sana. Ia
tak menolak, karena begitu mengharap pekerjaan yang dijanjikan
kenalan barunya itu.
Untuk menginap di sana, Zul menyediakan sebuah kamar dan
balai-balai. Keempat temannya, sebelum tengah malam, sudah
dipersilakan pergi. Dan Zul dan Erna kemudian merayakan
pertemuan mereka dengan kacang goreng dan sebotol minuman keras,
Vigour. Dari acara itu barulah mereka meningkat ke acara
lain-lain. Erna, kemudian bercerita, ia terpaksa sekali menuruti
keinginan Zul. Oleh pengaruh minuman keras yang memabukkannya,
dan paksaan keras Zul itulah ia tak berdaya. Mau berteriak,
"saya malu," katanya.
Tapi malam-malam berikutnya Erna tak lagi harus terpaksa. Sebab,
katanya, di samping sudah terlanjur, Zul juga menjanjikan
sesuatu lebih dari hanya pekerjaan: akan mengawininya.
Malam keempat, teman-teman Zul muncul kembali. Jumlahnya masih
tetap empat orang. Dan mereka ternyata juga menuntut hak yang
sama dengan Zul. Erna tak kuasa menghindar. Begitulah, Erna
terkurung di antara kelima pemuda itu sampai polisi datang
menjemputnya, 17 Januari berikutnya. Semua bajingan itu sempat
kabur.
Bioskop
Lagi-lagi bioskop rakyat, yang diputar keliling daerah tanpa
pembatasan umur bagi penontonnya dan sering diputar lewat tengah
malam, dianggap sebagai penyebab malapetaka susila. Lewat
film-film seks, begitu anggapan selama ini, pemuda yang kurang
kuat imannya memperoleh informasi untuk melanggar kesusilaan.
Dan dengan kasus Erna itu, sekali lagi pejabat di sana membuat
janji: "Izin pemutaran film akan saya cabut jika masih melanggar
peraturan" seperti kata Letnan Sitohang. Itu sudah janji yang
kesekian pada setiap akhir peristiwa kejahatan susila yang
menonjol di daerah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini