Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengadili bekas biduan keroncong

PN medan mengadili bachrun ilmi hutasuhut, bekas kepala biro mental kantor gubernur sum-ut, dituduh sebagai salah seorang tersangka kasus korupsi Rp 824 juta. ia bekerja sama dengan machmud siregar.

20 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN Negeri Medan membuat kejutan baru. Senin lalu, Bachrun Ilmi Hutasuhut, bekas Kepala Biro Mental di kantor Gubernur Sumatera Utara, mulai disidangkan sebagai salah seorang tersangka kasus korupsi Rp 824 juta. Kasus penyelewengan uang negara ini, yang nyaris dilupakan orang, pernah diperiksa tiga tahun lalu dengan terdakwa yang lain yaitu bendaharawan kantor gubernuran, Mahmud Siregar. Kendati tak pernah ditahan, Bachrun, 56 tahun, didakwa oleh Jaksa Sentosa Sinulingga, telah bekerja sama dengan Machmud melakukan korupsi. Negara dirugikan sekitar Rp 824 juta. Menurut jaksa, dengan nekat Bachrun dan Machmud telah menggunakan rekening No. 4426 di Bank Pembangunan Daerah Sum-Ut (BPDSU) sebagai tempat mangkal dan lalu lintas dana 5 proyek non-fisik di kantor itu. Misalnya, proyek bina kepegawaian dan bina sosial. Mestinya, mereka cuma boleh menggunakan rekening itu untuk kebutuhan proyek bina mental yang dipimpin Bachrun sendiri. Dengan prosedur salah itulah mereka berhasil menarik dana sebesar Rp 1,197 milyar, dengan menggunakan 44 lembar cek dari rekening No. 4426 itu sejak 1 April hingga 4 September 1984. Tindakan ini bahkan masih dilakukan Bachrun, kendati jabatannya sebagai kepala biro maupun pimpinan proyek bina mental sejak 31 Mei 1984 telah diserahkan kepada pejabat baru, Bahrum Siregar. Ternyata uang sebanyak Rp 824 juta atau setidaknya Rp 535,4 juta itu menguap dan tak sampai ke tangan yang berhak. Jumlah pasti, menurut Jaksa Santosa, memang masih dalam proses pembuktian. Kebetulan, angka itu juga dipakai untuk tuduhan korupsi Machmud, semasa atasannya Bachrun maupun Bahrum Siregar. Dalam sidang, jaksa juga menuduh Bachrun telah memalsukan Buku Kas Umum proyek yang dipimpinnya. Misal saja, buku kas Mei 1984. Di situ, Bachrun dan Mahmud telah menutupnya dengan sisa kas sebesar Rp 103,749 juta pada rekening No. 4426 itu. Padahal seharusnya adalah Rp 113,749 juta. Tapi, setelah diperiksa sisa kas pada BPDSU cuma Rp 400,50. Kelihatannya, jalan untuk membuktikan besarnya uang yang dikorupsikan beberapa pejabat kantor gubernur itu belum tentu mulus. Majelis yang diketuai Hakim Simanjuntak mungkin perlu kerja ekstra keras untuk bisa membuktikan jumlah dan jalannya korupsi itu. Sementara itu, persidangan Bachrun sendiri juga mengundang pertanyaan. Mengapa baru disidangkan 3 tahun setelah Machmud divonis pengadilan? Menurut catatan TEMPO, sejak pertengahan Oktober 1986 -- 4 bulan setelah Machmud divonis -- Bachrun kembali disidik kejaksaan. Ketika itu, dua atasannya yaitu Bachrun -- yang kini menjadi tersangka -- dan Bahrum Siregar hanya tampil sebagai saksi utama. Maklum, selama dalam sidang, Machmud membeberkan bahwa semua cek yang ditandatanganinya baru bisa dicairkan setelah mendapat contrasign dari atasannya, ya, kedua pejabat Bachrun-Bahrum itu. Sebab itu, Machmud menganggap tidak adil bila hanya dia yang memikul "dosa" itu dan harus dihukum 9 tahun. "Saya cuma kebagian Rp 200 juta," katanya. Selebihnya, kata Machmud, dinikmati atasannya, Bachrun, Bahrum, dan Tumpang Panghadean, Kepala Subbag Rekening Koran di BPDSU Medan. Peranan Machmud, seperti diakuinya, hanya sebagai tempat transito uang. Bertolak dari keterangan Mahmud itulah, kejaksaan mulai menyidik keterlibatan Bachrun, Bahrum, dan Tumpang. Kelihatannya jalan ke pengadilan sangat alot. Kejaksaan sendiri merasa kekurangan data untuk pembuktian. Misalnya, kasus Bachrun itu. Tanda tangannya untuk meng-contrasign cek-cek. dikatakan Bachrun, sebagai palsu. Apa boleh buat, Kejaksaan Tinggi Sum-Ut. melalui Kejaksaan Agung, terpaksa meminta bantuan Laboratorium Kriminal (Labkrim) Mabes Polri di Jakarta untuk memeriksa tekenan Bachrun itu. Setelah lewat 18 bulan, Mabes Polri di Jakarta belum juga memberikan hasil pemeriksaannya. Bahkan belakangan, permintaan itu dikembalikan lagi. Kemudian kejaksaan minta bantuan lewat Labkrim Polda Sum-Ut. Hasilnya: tanda tangan Bachrun pada cek itu asli adanya. Ketika Bachrun mulai disidangkan, menurut Santosa, kejaksaan juga mendapat tugas mempersiapkan berkas lain yang mungkin menyangkut nama pejabat lain, seperti Bahrum Siregar dan Tumpang. "Berkali-kali keterangan pers boss kami telah menjanjikan itu," katanya. Maksudnya adalah pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Sum-Ut yang bertekad mengusut para pejabat yang diduga terlibat kasus korupsi itu. Berkasnya akan diajukan secara terpisah. Tapi benarkah Bahrum dan Bachrun ikut terlibat? Bahrum Siregar, kepada TFMPO, dengan tegas membantahnya. Bahkan ia menganggap bahwa dirinya berhasil membongkar kasus korupsi itu. "Jika saya terlibat, buat apa saya ribut," katanya. Ketika ia mencium ketidakberesan itu pada April 1985, lewat surat resmi, ia memanggil Machmud sebanyak 3 kali. Tapi Machmud menghilang, dan tak lagi masuk kantor. Itulah seabnya ia melaporkan kasus itu kepada Gubernur Sum-Ut pada 23 April, hingga kasus itu kemudian ditangani BPKP sebelum disidik kejaksaan. Pada 1 Mei 1989 lalu, Bahrum juga telah mengadukan "bahwa dirinya bersih" kepada Wapres, Mendagri, dan Jaksa Agung seraya memohon agar secepatnya ia disidangkan. Lain halnya dengan Bachrun. Ia menolak berkomentar ketika dihubungi TEMPO di rumahnya, seusai sidang Senin lalu. "Saya harus menghormati majelis hakim," katanya. Karena itu ia meminta untuk mengikuti saja apa jawabannya dalam persidangan kelak. Bekas biduan orkes keroncong tahun 1950-an itu, hanya mengaku telah berdoa kepada Tuhan ketika menunaikan ibadah haji untuk ketiga kalinya pada 1986 lalu. "Ya, Tuhan, jauhkanlah saya dari fitnah itu," katanya, ketika 13erlutut di Masjidil Haram, Mekah. Apa pun kelak putusan majelis, ia yakin Tuhan telah mendengar doanya.Bersihar Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum