Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mengadili siluman mobil

Pengadilan negeri jak-ut menyidangkan penyelundupan mobil mewah (menyalahgunakan corps diplomatic) secara in absentia, karena tak diketahui siapa pelakunya. tak bisa dilelang karena haram. (krim)

22 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH sebuah contoh pengadilan kasus penyelundupan mobil dengan cara in absentia. Dan itu bukan karena terdakwa melarikan diri, atau tak diketahui di mana dia berada, atau mengalami kecelakaan dan tak bisa hadir di persidangan. Melainkan benar-benar si tertuduh tak diketahui siapa dia, dan barang bukti jelas-jelas bisa disaksikan banyak orang. Maka, perkara yang diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, September lalu, sama sekali tak menyebut-nyebut nama seseorang. Tapi, jaksa maupun hakim hanya menyebut "orang yang tak dikenal". Padakal, sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua R. Saragih ini memperkarakan kasus selundupan sepuluh mobil mewah yang ditaksir seharga sekitar Rp 1 milyar. Jaksa menuduh orang yang tak dikenal itu memasukkan mobil mewah dengan dokumen asli tapi palsu. Mobil-mobil dalam keadaan siap pakai itu (completely built up) diselundupkan lewat saluran diplomatik. Ternyata, nama dan alamat si pengirim tak tercantum dalam dokumen. Bahkan kemudian diketahui, nama dan alamat yang dikirimi pun, meski memang ada, tampaknya palsu juga. Sebab, para diplomat asing di Indonesia yang namanya tercantum dalam dokumen tersebut mengaku tak pernah memesan barang tersebut. Alias, itu semua memang bukan milik mereka. Umpamanya, sebuah New Honda Prelude dikirim oleh seorang yang tak dikenal di Singapura, pada Agustus 1981. Dalam bill of lading, tertulis, mobil ini dipesan oleh Konsulat Jenderal Republik Demokrasi Yaman di Jakarta. Lalu empat BMW, Desember 1983, dikirim dari Hong Kong, juga oleh "siluman", ditujukan kepada kedutaan besar Mesir, Venezuela, Yaman, dan Burma di Jakarta. Semua nama yang disebutkan dalam dokumen sebagai pemesan, setelah dicek oleh yang berwajib, memang ada. Tapi semuanya saja angkat bahu, tak tahu-menahu ihwal pemesanan barang ltu, dan memang mereka merasa tak memesannya. Satu contoh lagi, dua BMW dikirim dari Hong Kong kepada kedutaan Venezuela dan Columbia, pada Januari 1984. Kemudian, dua BMW dan satu Mercedes Benz 190 E dilautkan dari Singapura untuk kedutaan Yaman dan Muangthai. Yang juga tak terungkapkan di pengadilan, apakah si "orang tak dikenal" cuma satu, atau penyelundupan mobil dari Hong Kong dan Singapura itu didalangi beberapa "orang tak dikenal". Kemudian, memang, sidang pengadilan tak menjatuhkan hukuman bagi terdakwa "orang yang tak dikenal" tersebut. Tapi, para ahli hukum tersebut lebih melakukan sidang formal untuk memutuskan bahwa barang-barang bukti disita oleh negara. "Penyitaan itu 'kan harus mengikuti aturan, tak seenaknya saja," kata Hakim R. Saragih. Berbeda dengan barang-barang elektronik sitaan, yang bisa dilelang, mobil-mobil mewah ini memang menimbulkan persoalan. Sebab, kebanyakan dari jenis mobil kelas 3.000 cc. Padahal, itu tergolong mobil haram menelusuri jalan-jalan di Indonesia, bila bukan atas nama korps diplomatik. Dengan kalimat lain, barang-barang sitaan itu mustahil dilelang di Indonesia. Mengapa tak diekspor kembali? "Lho, biayanya dari mana?" kata sebuah sumber di Kejaksaan Agung. Memang, bukan tertutup kemungkinan tiba-tiba saja barang sitaan itu meluncur dengan resmi di jalan raya. Menurut sebuah umber di Polda Metro Jaya, itu berkaitan dengan kejahatan lain, yakni pemalsuan surat-surat kendaraan. Maksudnya, bisa saja dalam BPKB dan STNK kendaraan mobil ini tak disebut ber-cc 3.000, tapi kurang dari itu. Sampai di sini, kebijaksanaan terbuka, tampaknya, memang belum ada. Sedangkan mobil dibiarkan begitu saja dimakan panas ditempa hujan tentulah sayang. Dan tetap, "orang yang tak dikenal" tetap tak dikenal. Memang, ini bukan perkara sebesar Robby Cahyadi yang terbukti menyelundupkan ratusan mobil. Tapi bila terjadi hampir tiap tahun, mestinya ada yang perlu dibenahi di jalur pemasukan barang mewah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus