Majikan "Lima Cahaya" di Banjarmasin main hakim-hakiman. Akibatnya luluh-lantak. JURAGAN sewenang-wenang mengundang orang sekota menjadi berang. Makanya, toko swalayan "Lima Cahaya" yang berlantai empat di Banjarmasin, luluh-lantak diserbu massa, Kamis pekan silam. Toko serba ada di Jalan Pangeran Samudera milik Haiming bersaudara itu diresmikan enam tahun lalu. Mereka mempekerjakan 230 karyawan. Sementara gaji karyawannya ada yang Rp 32.500 sebulan, toserba terlaris di ibu kota Kalimantan Selatan ini sebulan belakangan mengiming-iming pelanggannya dengan hadiah rumah dan ongkos naik haji. Namun, pada 6 Oktober pengunjung toko tercengang melihat juragan toko, Citra Wiguna, yang dikawal satpamnya, mengarak 15 pramuniaga mengitari ruangan dari lantai tiga ke lantai satu. Di leher mereka digantungkan karton bertuliskan "Saya maling" dan di bawahnya nama yang bersangkutan. Mereka cewek semua, usia 17 sampai 22 tahun, dengan pendidikan SD dan SMP, dituduh mencuri barang toko, seperti celana dalam, daster, dan baju anak-anak, senilai Rp 6 juta. Usai diarak, mereka diantar ke polisi dan diadukan sebagai pencuri. Barang buktinya berupa beberapa daster dan celana dalam yang nilainya tidak lebih Rp 100 ribu. Di depan polisi mereka mengaku pernah mencuri di tempat kerjanya, tapi yang diambil hanya celana dalam seharga Rp 4.900. Menurut Kapolresta Banjarmasin, Letnan Kolonel Danche Arsa, mereka dibebaskan setelah selesai pemeriksaan. Tak urung, karyawan lain heran dengan tuduhan itu karena mereka selalu diperiksa ketat sebelum pulang. "Mereka banyak akal. Bisa saja masuk kerja tak pakai celana dalam atau beha, lalu waktu pengawas lengah, mereka mengambil barang dan memakainya," kata Citra Wiguna kepada Almin Hatta dari TEMPO. "Kalau memang mereka mencuri, laporkan ke polisi. Bukan diarak. Itu kan tidak manusiawi," kata Gubernur Ir. H. M. Said. Sementara itu, Ketua Kadinda (Kamar Dagang dan Industri Daerah) Kalimantan Selatan, H.J. Djok Mentaya, didampingi Ketua Kadinda Banjarmasin, H. Djohar Hamid, mengusulkan izin usaha toserba itu dicabut. "Tindakannya tak etis, dan tidak mencerminkan hubungan industrial Pancasila terutama karena gaji karyawannya masih di bawah standar minimum," ujar Djok. Pengusutan belum sempat dilakukan, cerita tentang pramuniaga diarak juragannya itu segera beredar. "Kalau mereka bisa main hakim sendiri, kami juga bisa," cetus sebuah suara di tengah bergalaunya massa yang menyerbu pada Kamis itu. Polisi sudah berjaga-jaga di depan toko, tapi kewalahan menghadapi ribuan orang yang berduyun mengamuk. Batu melayang bukan sekadar ke arah kaca toko, tapi mengenai kepala seorang polisi. Dua warga juga cedera terkena kepingan kaca. Keadaan diatasi sekitar setengah jam kemudian, setelah muncul Dandim 1007, Letnan Kolonel Sasongko Hudiono, bersama anggotanya. Massa masih belum seluruhnya bubar dan menyanyikan lagu HaloHalo Bandung. Petugas keamanan siaga. Perlahan massa mulai menyusut. Apalagi kemudian muncul puluhan tentara berseragam tempur, langsung menyebar dan mengosongkan halaman toko itu. Massa kemudian bubar seiring dengan berkumandangnya azan lohor. Sampai Jumat siang pekan silam kawasan itu dijaga petugas. "Percayakan semuanya kepada yang berwenang," kata Danrem 101 Antasari, Kolonel Makmun Rasyid, dalam penjelasan resminya. Tiga bersaudara pemilik "Lima Cahaya", yakni Haiming, Citra Wiguna, dan Feeling, mengungkapkan bahwa mereka sudah diperiksa Laksusda sampai Rabu sore karena mengarak karyawannya. Wiguna mengaku pihaknya keliru. "Kami bermaksud agar mereka jera, dan menjadi contoh kepada yang lain. Tak kami sangka akibatnya fatal," sesalnya. Pemilik "Lima Cahaya" itu kemudian mengajukan permohonan maaf lewat sebuah iklan sehalaman penuh yang dimuat di Banjarmasin Post dan Dinamika, 11 Oktober lalu. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini