Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat BPPN

Karena "menyandera" barang jaminan senilai Rp 3 miliar, BPPN pun diperkarakan oleh seorang debitur. Alasannya, sang debitur masih menunggak kredit pada dua bank lain.

11 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WEWENANGNYA memang sangat besar, tapi bukan berarti tidak ada yang berani memperkarakan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Senin pekan lalu, lembaga yang mengurusi pembenahan dan penyehatan sektor perbankan itu digugat oleh seorang pengusaha kayu olahan, Henry Yuwono, di Pengadilan Negeri Surabaya. Masalahnya berpangkal pada BPPN yang tak kunjung melepaskan barang jaminan senilai Rp 3 miliar, padahal Henry sudah melunasi kreditnya—terkait dengan jaminan itu—di Bank Kharisma dan Bank Mashill. Pada gugatan yang diajukan melalui pengacara Budi Sampurno, Henry baru memperkarakan nasib agunan kreditnya di satu bank, yakni Bank Kharisma. Bos PT Citra Tama Alam Raya itu telah melunasi sisa utangnya sebanyak Rp 352,7 juta di Bank Kharisma, pada 3 Mei lalu, setelah bank itu dan 37 bank lainnya dilikuidasi pemerintah, Maret 1999. Namun, usaha Henry untuk memperoleh kembali tanah dan bangunan yang dijadikan jaminan untuk kredit tersebut tak kunjung berhasil. Padahal, tanah dan rumah yang terletak di Jalan Mayjen Soengkono Nomor 356, Surabaya, itu sudah ditawar seorang calon pembeli seharga Rp 1,15 miliar. Dan Henry memerlukan dana dari penjualan rumah itu untuk tambahan modal usaha. Upaya Henry mengurus di Bank Kharisma di Surabaya buntu. Kantor cabang bank itu tutup terus. Surat Henry pun tak pernah dijawab, begitu pula surat dan somasinya yang dialamatkan ke BPPN di Jakarta. "Tampaknya BPPN tak menghormati hak debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya," kata lelaki gemuk itu dengan menggerutu. Ternyata, kejadian serupa juga dialami Henry pada jaminan kreditnya di Bank Mashill, yang terlikuidasi pada Maret silam. Jaminan itu berupa tanah seluas 4.000 meter persegi di kawasan Citra Land, yang kini ditaksir senilai Rp 2 miliar. Ia sudah menutup sisa kredit itu sebesar Rp 540 juta, pada Mei lalu. Henry mengaku pernah disodori selembar surat pernyataan penglepasan jaminan dari BPPN. Waktu itu, petugas Bank Kharisma memberikannya. Inti surat itu adalah pernyataan bahwa debitur tak punya utang di bank-bank bermasalah. Mengira jaminan kredit yang sudah dilunasinya di Bank Kharisma bakal dikembalikan, Henry lalu menandatangani surat tersebut. Anehnya, surat pernyataan itu digunakan BPPN untuk tetap menahan barang jaminan tadi. Sebabnya tak lain Henry dianggap masih menunggak kredit di Bank Bira dan Bank Tiara. "Tak bisa dong kredit saya di Bank Kharisma dikaitkan dengan kredit di Bank Bira dan Bank Tiara. Setiap kredit kan punya perjanjian tersendiri," ujar Henry dengan kesal. Ia mengaku bukannya tak mau melunasi kredit di Bank Bira dan Bank Tiara. Masalahnya, petugas kedua bank itu dan juga BPPN tak pernah bisa memberikan kepastian tentang posisi terakhir sisa utangnya. Sebenarnya, masih banyak debitur yang bernasib seperti Henry. Namun baru Henry yang menggugat Bank Kharisma dan BPPN. Sampai pekan lalu, BPPN secara resmi belum menerima gugatan itu. Namun, Kepala Divisi Legal BPPN, Agustinus Sani Nugroho, menduga masalah jaminan kredit Henry di Bank Kharisma cuma soal teknis belaka. Faktor teknis yang dimaksud Agustinus berkaitan dengan kondisi bank-bank terlikuidasi. Setelah bank-bank itu ditutup, BPPN tak bisa langsung masuk ke bank tersebut dan melakukan pembenahan, termasuk urusan debitur. Kendala utama ada pada karyawan bank yang masih berunjuk rasa dan memprotes jumlah uang pesangon yang ditetapkan BPPN. Setelah urusan pesangon beres, baru sebulan ini BPPN bisa masuk ke bank-bank tadi. Dan itu pun bukannya tanpa rintangan. Ada saja kendala, entah karyawan bank menyembunyikan dokumen penting atau melarikan uang bank. "Kalau BPPN sudah bisa masuk ke Bank Kharisma, tentu masalah jaminan kredit Henry akan diteliti," ujar Franklin Richard, staf senior di Agency Secretary BPPN. Penelitian akan dilakukan oleh tiga lapis satuan kerja, yakni tim pengelola sementara di Bank Kharisma, di samping Loan Work Out dan Risk Management di BPPN. "Bila terbukti kredit Henry sudah lunas dan jaminannya layak dilepaskan, jaminan itu pasti dikembalikan," kata Franklin seraya menjanjikan. Ia menambahkan bahwa memang ada beberapa kasus debitur seperti Henry dan semua bisa diselesaikan dengan baik. Hanya tak jelas berapa lama Henry harus menunggu, sedangkan peluang bisnisnya bisa lenyap sewaktu-waktu. Hp. S., Jalil Hakim (Surabaya) dan Agus Hidayat (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus