Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat nafkah penyelam

Penyelam australia, llyod vaugen ellis, 32, menggugat pt essarindo offshore, pt arii & pt satmarindo. ketiganya dianggap bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpanya, ketika memasang pipa bawah laut.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CACAT akibat kecelakaan kerja bukan persoalan main-main bagi tenaga kerja asing. Seorang penyelam profesional asal Australia, Llyod Vaugen Ellis, 32 tahun, pekan-pekan ini menuntut ganti rugi US$640 ribu dari tiga perusahaan Indonesia yang dianggapnya bertanggung jawab atas kecacatannya. Akibat kecelakaan itu, ia mengalami gangguan pada pusat saraf -- bisa menimbulkan kelumpuhan -- sehingga tak bisa melanjutkan profesinya. Ketiga perusahaan itu, PT Essarindo Offshore (EO), PT Atlantic Richfield Indonesia Inc. (ARII), dan PT Satmarindo, dianggap Ellis telah melakukan kelalaian, sehingga ia mengalami kecelakaan pada 1 Februari 1986. Pada hari itu, cerita Ellis, ia setelah diturunkan dari kapal Pribumi I -- milik PT Satmarindo -- melakukan penyelaman untuk memasang pipa minyak dan gas di bawah laut, di wilayah konsesi minyak atas nama PT ARII, rekanan kerja EO, di ladang minyak Zulu, Laut Jawa. Setelah menyelam di kedalaman 119 kaki (sekitar 36 meter) selama 56 menit, masih menurut Ellis -- sesuai dengan prosedur penyelaman -- ia dimasukkan ke decompression chamber (DC) dan diturunkan ke kedalaman 40 kaki selama 37 menit guna pemberian 100% oksigen. Tapi begitu keluar dari DC, ia merasa sesak napas dan nyeri di antara punggung dan tulang belakang. Bahkan setelah dua kali dilakukan pemulihan keseimbangan tekanan oksigen, Ellis kehilangan kesadaran dan lengan kirinya terasa kaku. Belakangan diketahui, tabung-tabung oksigen yang dipergunakan dalam proses decompresson itu ternyata hanya berisi 21% oksigen. Akibatnya, Ellis harus dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo, Jakarta, dan selanjutnya di Diving Medical Centre, Singapura. Ternyata, menurut dr. A. Vijayan, Januari 1987, Ellis tak layak lagi melanjutkan profesinya sebagai penyelam. Ia hanya diperkenankan menyelam pada kedalaman 10 meter. Setelah ia dinyatakan cacat, katanya, pihak EO malah menghentikan bantuan biaya pengobatan. Demikian juga tunjangan separuh dari honor harian bagi Ellis -- honornya US$125 per hari, yang sempat diterimanya sampai Oktober 1986. "Padahal, kecelakaan itu tanggung jawab mereka," ujar Ellis. Pihak EO bahkan memintanya meninggalkan Indonesia dengan memberikan ganti rugi US$20 ribu. Sengketa muncul karena Ellis minta ganti rugi US$640 ribu. Jumlah itu, katanya, berdasarkan perkiraannya bahwa pekerjaannya selaku penyelam, dengan penghasilan sekitar US$40 ribu per tahun, bisa dijalaninya sampai usia 45 tahun. Ellis akhirnya, melalui Pengacara O.C. Kaligis, menggugat EO, ARII, dan Satmarindo ke pengadilan. Ellis menganggap ketiga perusahaan tadi telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menuntut ganti rugi atas cacatnya itu sebesar US$640 ribu. Tapi advisor EO, Ronald W. Neaville, menyatakan gugatan Ellis itu tak beralasan. Sebab, katanya. EO tak bisa dituntut pertanggungjawabannya atas kecelakaan tersebut. Menurut Ronald, yang pernah berdinas di angkatan laut Amerika, tabung-tabung DC di kapal milik PT Satmarindo itu dibeli dari sebuah supplier di Surabaya. "Kami percaya pada pemasok, yang menjamin tabung-tabung itu -- dengan semacam segel -- berisi 100% oksigen," ujar Ronald. Menurut Ronald, sebenarnya EO sudah cukup bertanggung jawab atas kecelakaan Ellis. "Kami sudah mengeluarkan sekitar US$23 ribu untuk biaya perawatan dan pengobatan Ellis, dan membayar setengah honornya sampai Februari tahun lalu," kata Ronald kepada TEMPO. Selain itu, Ronald juga memperoleh informasi dari Singapura bahwa Ellis sebetulnya sudah boleh menyelam lagi. Ronald juga membantah anggapan seseorang bisa menjalani profesi penyelam sampai usia 45 tahun. "Menyelam itu olahraga buat orang muda, tak mungkin dilakukan orang yang berusia di atas 35 tahun," kata Ronald, yang juga mengaku seorang penyelam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus