PERANG antara Fuji dan Kodak semakin gencar. Sampai pekan lalu, perang iklan pengumuman antara kedua agen tunggal film itu terus berlanjut, sekalipun belum sampai ke pengadilan. Masing-masing mengaku berhak atas sebutan "Laboratorium Resmi" bagi seperangkat peralatan teknis di toko-toko yang melayani cuci dan cetak foto film. Dari mesin cuci cetak foto itu memang persoalan bermula. PT Modern Photo Film Co., selaku agen dan distributor Fuji Photo Film Co. dan Noritsu Koki Co. Ltd, menyatakan jaringan cuci cetak di toko-toko tersebut memang mempergunakan peralatan dan bahan baku Fuji Film. "Termasuk dukungan teknis dan promosinya," ujar Prof. Oemar Senoadji, kuasa hukum PT Modern Photo. Belakangan, ternyata, peralatan cuci cetak itu bisa dipergunakan juga untuk memproses merk film lain, termasuk untuk merk Kodak. Namun, yang membuat pihak Fuji berang, Kodak dengan begitu saja mengklaim seolah-olah peralatan teknis itu dalam naungannya. Itu terbukti dengan dipasangnya papan reklame "Kodak Gold Film Laboratorium Resmi". "Kalau peralatan teknis itu digunakan untuk mencuci atau mencetak film merk lain, ya, ndak apa-apa," kata Oemar Senoadji. Tapi, "Jangan lantas pasang papan reklame seakan-akan toko itu merupakan laboratorium Kodak," tambahnya. Pengumuman Modern Photo di beberapa media massa menyebutkan bahwa cara Kodak itu bisa menimbulkan kesan keliru dan menyesatkan konsumen. PT Inter Delta, agen dan distributor Kodak, dengan ringan menangkis dalih Modern Photo. "Mereka boleh saja tidak setuju penggunaan kata 'laboratorium resmi'," kata Rudy A. Lontoh, kuasa hukum Inter Delta, tapi, "tak ada alasan untuk melarangnya." Apalagi para pemilik toko mengizinkan pemasangan papan reklame itu. Sedangkan sebutan "laboratorium resmi" berarti hasil foto yang dicetak di toko-toko itu dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Rudy, penggunaan sebutan itu sekadar taktik pemasaran Inter Delta. Tentu saja setelah diperhitungkan dengan matang. Di pasaran, mesin cuci cetak Noritsu lebih laku ketimbang Copell -- yang diageni Inter Delta. Selain itu, mesin Noritsu itu bisa juga untuk cuci cetak film merk Kodak -- bahkan mutu hasilnya amat bagus. Karena itulah Kodak tak membuang kesempatan, segera pasang papan reklame tadi. Namun, justru papan-papan reklame itu yang mengawali "perang terbuka" -- setidaknya semenjak Agustus lalu. Di berbagai toko, di Indonesia tentu, sejumlah papan reklame Kodak diturunkan. Ada pula yang dirusakkan lampunya. Malah ada yang dilabur dengan cat hitam. Giliran Inter Delta yang berang. Pasalnya pemasangan papan reklame pada sekitar 500 toko di Indonesia itu makan biaya Rp 400 juta. Dugaan Inter Delta, perlakuan itu ulah saingannya, Fuji. Tuduhan itu dibantah Oemar Senoadji. "Setelah diselidiki, perusakan bukan dilakukan pihak Fuji," katanya. Sedangkan penurunan papan reklame Kodak, dengan setahu dan persetujuan si empunya toko. "Mereka sadar, dan jadi tahu bahwa iklan itu tidak pada tempatnya," ujar Senoadji. Tapi apa benar merk film lain tak boleh memasang iklan seperti yang dilakukan Kodak itu ? "Tak ada perjanjian bahwa mesin Noritsu itu hanya untuk mencuci cetak film Fuji," ujar Rudy. Sebuah sumber TEMPO di Modern Photo mengatakan, ikatan antara pemilik toko dan pihaknya adalah berupa bimbingan teknis dan pemasokan bahan baku cuci cetak. Asosiasi Laboratorium Foto Berwarna Indonesia, lewat iklannya, malah menandaskan bahwa mesin cuci cetak itu sepenuhnya hak milik si empunya toko. "Sama sekali tak bergantung pada satu merk film," kata Januel H.M., Ketua Umum Alfindo. H.S., Bunga Surawijaya, dan Ahmadie Thaha (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini