NYONYA Nurhatina Hasibuan, panggilan akrabnya Tina, bisa dicatat sebagai wanita pertama yang memperjuangkan dihapuskannya diskriminasi bagi karyawan atau buruh wanita di Indonesia. Melalui kuasanya, Syahniar Mahnida, Tina, pekan-pekan ini, menggugat perusahaan tempatnya bekerja, PT Indonesia Toray Synthetics, gara-gara memensiunkannya pada usia 40 tahun, 15 tahun lebih cepat dibandingkan dengan karyawan pria. Di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diketuai Hakim Hasan Basri Pase, Tina menuntut agar perusahaan itu mempekerjakannya kembali. "Jika gugatan saya diterima hakim saya akan konsekuen untuk bekerja kembali meskipun dengan risiko akan menerima sikap yang tidak ramah dari pimpinan perusahaan," ujar Tina. Tina, yang 14 tahun bekerja di perusahaan tekstil itu, mengaku pada 27 April lalu mendapat surat pemberitahuan dan direksi perusahaan, bahwa ia akan mencapai usia 40 tahun pada tanggal 21 Mei. Sesuai dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) 1984-1986, tulis direksi, ia akan diberhentikan dengan hormat tepat pada tanggal hari ulang tahunnya itu. Sebab itu, sambil menunggu surat keputusan direksi ia diminta mempersiapkan diri menghadapi masa pensiunnya yang hanya tinggal sebulan lagi. Tapi yang aneh, cerita Tina, pada hari yang sama dengan datangnya surat pemberitahuan itu, ia sekaligus pula menerima surat keputusan pemberhentian dengan hormat, yang tanggalnya dimundurkan ke belakang menjadi 21 Mei. Kendati sudah mendapat surat pemberhentian, Tina bersikeras masuk kantor pada tanggal 21 Mei itu. Begitu pula keesokan harinya dan hari-hari berikutnya. Akibatnya, ia dipanggil direksi berkebangsaan Jepang, Murota, dan disarankan untuk tidak datang lagi. Tapi karena masih merasa sebagai karyawan, Tina tetap masuk kerja. "Meskipun dilarang masuk, saya masih datang, sampai bangku dan meja saya diangkat sehingga saya terpaksa hanya duduk di ruang tamu," ujar Tina, yang bekerja di baglan umum perusahaan itu. Menurut Tina, bukan hanya itu diskriminasi di perusahaannya. Juga, katanya, terdapat perbedaan gaji yang mencolok antara karyawan wanita dan pria, sekalipun kedudukan dan masa kerjanya sama. "Bisa terjadi perbedaan itu 1 berbanding 5," tambahnya. Sebab itu, ketika direksi mengajak rapat untuk penyusunan KKB baru, ketika KKB 1984-1986 itu berakhir Tina mengusulkan agar ketentuan-ketentuan diskriminasi itu, khususnya tentang pensiun, diubah. Ketika itu katanya, direksi berjanji akan memperhatikan usul-usulnya. Tapi sampai surat keputusan pensiun itu keluar ternyata KKB baru yang diharapkannya itu tidak kunjung keluar. Sebab itu, melalui Pengacara Syahniar Mahnida, Tina menggugat perusahaan tempatnya bekerja itu ke pengadilan. Selain PT Toray, ia menggugat pula Serikat Pekerja unit PT Toray, Pengurus Cabang SPSI Tangerang, dan DPP SPSI, yang diangapnya bertanun jawab atas KKB yang diskriminatif itu. "Gugatan saya itu memang lebih menekankan ke soal diskriminasi. Sebab, soal diskriminasi itu sangat dilarang dalam Undang-Undang Tenaga Kerja," kata Syahniar Mahnida. Kecuali Undang-Undang Tenaga Kerja, Indonesia juga telah mengakui konvensi PBB yang menetapkan penghapusan segala macam diskriminasi terhadap kaum wanita, dan meratifikasi konvensi itu dengan Undang-Undang nomor 7/1984. Bahkan, katanya, ada sebuah edaran Menteri Tenaga Kerja, 1967, yan melarang PHK jika berdasarkan perbedaan kelamin. Sayangnya, pihak PT Toray tidak hadir di persidangan dua pekan lalu itu. TEM. PO, yang mencoba menghubungi perusahaan itu, sampai pekan lalu selalu mendapat jawaban direksi tidak di tempat. Menurut Dirjen Binawas Depnaker, Sumakmur Prawira Kusuma, semua perusahaan dilarang menerapkan peraturan yang berbau diskriminatif. "Tapi sejauh ini belum ada ketentuan undang-undang yang mengatur usia pensiun karyawan swasta," kata Sumakmur. Di lain pihak, Kesepakatan Kerja Bersama antara majikan dan karyawan, tambahnya, harus dipatuhi kedua pihak. "Apa yang ada di KKB itu juga haru dihormati Depnaker. Pemerintah sejauh mungkin menghindari campur tangan terhadap konsensus yang dicapai antara karyawan dan majikan," ujarnya. Jika meman ada yang keberatan atas KKB itu, katanya, seharusnya diselesaikan lebih dulu secara intern, sebelum dibawa ke P4D atau ke pengadilan. Menteri Tenaga Kerja Sudomo pun berpendapat sampai kini tidak ada ketentuan yang jelas usia pensiun untuk karyawan swasta, sementara untuk pegawai negeri ditetapkan 55 tahun, dengan kekecualian bagi jabatan-jabatan tertentu bisa lebih lama. "Persoalan di PT Toray itu kini dalam proses dan sudah kami pelajari. Kesalahannya dalam KKB ditetapkan usia pensiun 40 tahun, dan KKB itu sampa. kini masih berlaku. Sebab itu, dalam KKB baru nanti hal itu harus dihapuskan," katanya, seperti dikutip Suara Pembaruan. Hakim Hasan Basri Pas menganggap kasus yang di tanganinya itu menarik "Karena kasus itu bisa menjadi preseden. Mana tahu ada perusahaan lain yang menerapkan peraturan semacam itu," katanya. Hanya saja, tambah Hasan Basri, kendati ketentuan itu berbau diskriminatif dan bertentangan dengan undang-undang, majelis akan memeriksa kasus itu secara keseluruhan. "Kalau dulu dalam KKB karyawan setuju kenapa sekarang balik menggugat?" katanya. Kini pihak mana yang benar dan mana yang salah, memang terpulang kepada Hasan Basri. Karni Ilyas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini