Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat si

Pt Astra International INC. digugat ahli waris Tapisan Simatupang-Sianturi salah seorang pendiri Astra - yakni Paranginan Pardamean Simatupangsian Turi di PN Jakarta Pusat. Astra menggugat balik.

5 Mei 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUSAHAAN raksasa yang sedang berkibar-kibar di pasar saham itu, PT Astra International, tersandung perkara. Holding company dengan 71 anak perusahaan itu pekan-pekan ini digugat ahli waris Tapisan Simatupang-Sianturi -- salah seorang pendiri Astra -- yakni Paranginan Pardamean Simatupang-Sianturi, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Melalui Pengacara Maruli Simorangkir dan Simon L. Tobing, Paranginan menuntut hak atas 25 lembar saham -- kini bernilai ratusan milyar rupiah -- milik mendiang ayahnya, Tapisan. Menurut Paranginan, 39 tahun, semula ayahnya termasuk salah seorang dari enam pendiri Astra, yang kemudian berkembang pesat ke sektor otomotif, alat-alat besar, perkakas perkantoran modern, perkayuan, dan agribisnis dengan aset Rp 3,6 trilyun, serta pada 1989 meraup laba bersih Rp 85,3 milyar. Perusahaan itu, yang semula hanya bergerak di bidang perdagangan hasil bumi didirikan pada 20 Februari 1957, di hadapan Notaris Sie Khwan Djioe, di Jakarta. Waktu itu modal awalnya 2.500 saham senilai Rp 2,5 juta, yang terdiri dari 2.000 saham portofolio dan 500 saham disetor. Dari sero yang disetor itu, 140 buah milik Tjia Kian Tie -- adik bos Astra sekarang, William Soeryadjaya -- Liem Peng Hong (250 sero), Tapisan (25 sero), dan tiga pendiri lainnya (85 sero). Para pendiri tersebut, pada 6 Juni 1957 mengajukan permohonan pengesahan Astra ke Departemen Kehakiman. Pada 1 Juli 1957, Menteri Kehakiman mengesahkan pendirian perusahaan -- diumumkan dalam Tambahan Berita Negara tertangyal 22 Oktober 1957. Pada 19 Maret 1967, Tapisan meninggal dunia. Sejak itulah, menurut Paranginan, Astra tak mempedulikan hak istri maupun tujuh orang anak mendiang atas 25 saham itu. Para ahli waris, katanya, tak pernah memperoleh dividen, mengikuti berbagai rapat pemegang saham, termasuk mengubah anggaran dasar perusahaan. Padahal, setahu Paranginan, belakangan susunan pengurus dan kepemilikan saham Astra sudah berubah. Pada 11 April 1970, nama William Soeryadjaya beserta istri dan keempat anaknya muncul dalam susunan pemilik saham Astra. Setelah ulang tahun ke-33, 20 Februari lalu, perusahaan itu go public dan melepas 30 juta saham baru bernilai Rp 445,5 milyar. Tapi berbagai upaya Paranginan untuk menuntut hak mendiang Tapisan tadi tak kunjung membuahkan hasil. "Kami ini seperti orang yang dilupakan," ujar Paranginan, anak keenam mendiang. Pernah tuntutan itu dijawab Astra, bahwa saham milik Tapisan dan tiga pendiri lainnya, pada 22 Februari 1957, sudah dijual kepada Tjia Kian Tie, juga di hadapan Notaris Sie Khwan Djioe. Baik Paranginan maupun pengacaranya, yang mengaku belum pernah melihat akta jual beli itu, meragukan kebenaran keterangan tersebut. Sebab, kata Simon L. Tobing, bagaimana mungkin jual beli di notaris yang sama itu bisa terjadi, padahal perusahaannya -- dengan nama-nama pendiri termasuk Tapisan -- disahkan pada 1 Juli 1957. Kalaupun pengalihan saham itu ada, "ya, batal demi hukum," kata Maruli Simorangkir. Presiden Komisaris Astra, William Soeryadjaya, tetap menyatakan bahwa saham Tapisan itu sudah dibeli adiknya, Tjia Kian Tie. Seingatnya, pada 1981, Paranginan pernah mengajukan gugatan yang sama, tapi dikalahkan pengadilan. Ia sendiri mengaku tak habis pikir atas tuntutan Paranginan. "Sejak Astra berdiri sampai Tapisan meninggal, tak pernah ada apa-apa. Kok, sekarang, setelah Astra menjadi gadis cantik, tahu-tahu mereka menggugat," kata William. Sebab itu, melalui pengacara kawakan Prof. Sudargo Gautama bersama Gunanto dan Prasasto -- dua nama terakhir memberikan legal opinion pada prospektus Astra dalam rangka go public -- Astra menggugat balik. Mereka menuntut ganti rugi Rp 5 milyar dari Paranginan, karena pencemaran nama baik. Sebab, "Mereka telah mengirim surat yang isinya seperti gugatan tersebut ke berbagai pihak, termasuk ke Menteri Keuangan dan Bapepam," kata Vice President Astra, Palgunadi T. Setyawan. Happy S., Tommy Tamtomo, Yopie Hidayat (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus