BENCANA di laut Masalembo hampir dua tahun lalu itu sulit
dilukiskan dengan kata-kata. Ketika itu sebagian penumpang telah
tidur pulas, tapi sebagian lagi masih bergembira mendengarkan
biduanita-biduanita yang menghibur penumpang kapal. Tiba-tiba
terdengar teriakan, "api-api." Seketika suasana berubah menjadi
panik.
Tepatnya waktu itu, pukul 22.15 hari Minggu, 25 Januari 1981.
Penumpang yang berjubel di KM Tampomas jurusan
Jakarta-Ujungpandang itu, hiruk pikuk menyelamatkan diri. Ada
yang terjun ke air di malam gelap itu. Korban lain terinjak atau
terbakar. Ledakan dari mobil-mobil yang terbakar, menambah
pamknya suasana.
Selasa siang, Tampomas 11 tak tertolong lagi. Sebagian penumpang
sempat menyelamatkan diri ke kapal-kapal yang kebetulan lewat.
Tapi sekitar 600 penumpang berkubur bersama kapal itu di tengah
laut Masalembo. (TEMPO, 7 Februari 1981).
Penyebab kebakaran akhirnya berhasil diungkapkan di sidang
Mahkamah Pelayaran. Ternyata api berasal dari puntung rokok di
dek mobil. Juga terungkap pasti, banyaknya kekurangan-kekurangan
di kapal itu. Dari peralatan penyelamaun penumpang seperti
sekoci, pelampung sampai ke pemadam kebakaran. Juga terbukti,
ketika itu ada perwira kapal yang sedang cuti tanpa izin atasan.
Dan Almarhum Nakoda A. Rivai ternyata tidak pernah melatih
awaknya untuk penyelamatan darurat.
Untuk semuanya itu, beberapa perwira kapal dijatuhi hukuman
administrasi oleh Mahkamah Pelayaran. (TEMPO 13 Juni 1981).
Pejabat yang membeli kapal, Direktur Utama PT PANN, Nuzwari
Chatab sudah dijatuhi hukuman oleh pengadilan pekan lalu. Begitu
pula Direktur PT PANN H. Mandagi dan broker kapal Santoso Sumali
dan George Hendra divonis minggu ini. Tapi siaya sebenarnya yang
bertanggung jawab atas tenggelamnya kapal itu?
Ada beberapa tersangka yang telah diberkas Kejaksaan Agung,
sejak tahun 1981. Kejaksaan sudah memeriksa mereka, berikut
saksi saksi. Waktu itu, barangkali juga sampai sekarang, banyak
orang menunggu persidangan untuk menentukan siapa yang
bertanggung jawab atas musibah besar itu. Tapi tiba-tiba akhir
Oktober 1982, Jaksa Agung Ismail Saleh mengumumkan: perkara itu
tidak akan diteruskan ke sidang pengadilan. Alasan Jaksa Agung
yang selama ini dikenal gigih mengusut kasus Tampomas "jaksa
kekurangan bukti."
Tidak ada penjelasan lebih lanjut setelah itu. Selain soal
kekurangan bukti Jaksa Agung tidak mengungkapkan hal lainnya. Ia
juga menolak untuk menjelaskan soal itu. Tapi dari sumber di
Kejaksaan Agung didapat cerita, "pemberkasan perkara itu
sebenarnya sudah siap." Satu tim jaksa diketuai oleh M.H.
Silaban telah menggarap kasus itu Ada 50 orang yang selesai
diperiksa ter masuk korban, awak kapal, pihak syahbandar, Pelni,
Perhubungan Laut dan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).
"Sebenarnya kita sudah siap maju, tapi apa boleh buat," ujar
sumber pemeriksa.
Sumber itu mengungkapkan pula, dari berkas-berkas yang ada,
semua bukti untuk menyeret para tersangka ke pengadilan sudah
cukup. "Tim pemeriksa bekerja siang malam untuk itu," katanya.
Di pihak Syahbandar, misalnya! ada bukti KM Tampomas II
diberikan izin berlayar berkala. "Ada yang sebu lan, tapi ada
yang cuma 15 hari. Itu kan pertanda Syahbandar sendiri tidak
yakin kapal itu laik laut," ujar sumber itu. Tapi Syahbandar
tetap memberikan izin karena ada dispensasi dari atasannya.
Apalagi ada sertifikat kelaikan laut dari Departemen
Perhubungan.
Izin berkala itu, bagi pemeriksa, juga indikasi bahwa Syahbandar
menginginkan adanya perbaikan kapal itu agar segera laik laut.
"Sampai tenggelamnya kapal itu, perbaikan itu tidak ada, tapi
izin terus diberikan," ujar sumber itu lagi. Yang jelas,
katanya, kesalahan pemberian izin itu bisa merembet ke
pejabat-pejabat Perla lainnya.
Soalnya: kenapa Jaksa Agung tidak jadi mengajukan perkara yang
susah payah digarap tim yang dibentuknya? Ini merupakan policy
pemerintah, bukan kemauan Jaksa Agung pribadi, ujar sumber yang
lain. Persoalannya menurut sumber itu, adalah kepentingan
nasional juga. Apa?
Pertama soal asuransinya. KM Tampomas 11 diasuransikan ke
Maskapai Asuransi Jasa Indonesia dengan pertanggungan sebanyak
harga beli US$ 8,3 juta. Jasa Indonesia menanggung sebagian
kecil asuransi itu. Sisanya ditanggung Re-asuradur Lloyd di
London. Humas Maskapai Asuransi Jasa Indonesia, K. Hasibuan,
membenarkan telah membayarkan uang pertanggungan itu sebesar
harga belinya.
Dan Maskapai Asuransi Jasa Indonesia juga sudah menerima
reasuransi dari London. "Lha kalau sekarang disidangkan, dan
ternyata tenggelamnya kapal karena kelalaian Pelni, bisa-bisa
uang itu dituntut kembali," kata sumber itu.
Sebab kedua lebih hebat lagi. "Kalau Tampomas II dinyatakan
tenggelam karena tidak laik laut, berarti semua kapal penumpang
yang ada sekarang tidak boleh berlayar lagi. Sebab tidak ada
yang lebih memenuhi persyaratan dibanding Tampomas yang
tenggelam itu," ujar sumber TEMPO. Artinya, kalau tersangka
sampai dijatuhi hukuman, karena kapal itu tak layak melaut,
selain semua kapal yang berlayar harus ditarik, semua syahbandar
juga harus diadili, berikut pejabat Perla dan
perusahaan-perusahaan pelayaran serta nakhodanya.
Direktur Utama PT Pelni, M. Husseyn Umar, menganggap keputusan
Jaksa Agung itu wajar. "Seperti diketahui kasus tenggelamnya
kapal itu sudah diperiksa dan diadili Mahkamah Pelayaran. Ini
kelaziman internasional," ujarnya.
Di pihak Pelni, kata Husseyn, keluarga 594 korban sudah diberi
uang santunan sebanyak Rp 1,3 milyar. Dan bagi 677 orang
penumpang yang selamat, Pelni juga sudah mengeluarkan uang
santunan sebanyak Rp 50 juta lebih. Belum termasuk biaya rumah
sakit dan pemakaman serta pengangkutan yang jumlahnya semua
melebihi Rp 1,5 milyar. Uang itu dikeluarkan oleh Pelni dan
perusahaan asuransi jiwa.
Setelah itu, kata Husseyn, tidak ada lagi tuntutan masyarakat.
"Toh tidak seorang pun di dunia ini yang menghendaki musibah
itu," katanya. Harapan masyarakat, katanya, penyelesaian
santunan. Itu sudah dilaksanakan. Selanjutnya, masyarakat
menghendaki sebuah kapal penumpang untuk trayek Padang
Tanjungpriok-Ujungpandang, sebagai pengganti Tampomas II.
Syahbandar Tanjungpriok, J.B. Mamikere yang disebut-sebut
sebagai salah satu di antara calon tersangka yang tak Jadi
disidangkan dalam kasus tenggelamnya KM Tampomas, juga tidak
menerima kesalahan ditimpakan kepadanya. Beberapa waktu lalu, ia
menolak sebab tenggelamnya kapal karena izin yang ia berikan.
"Kapal baru sekalipun bisa rusak. Kalau ada rumah yang terbakar
jangan walikota yang disalahkan, dong," ular Mamikere.
SEKRETARIS Mahkamah Pelayaran, Usman Syamsuddin juga tidak
sependapat kalau ada kapal tenggelam karena tidak laik laut,
lalu kesalahan ditimpakan kepada syahbandar. "Yang paling tahu
keadaan kapal nakhoda sendiri. Syahbandar hanya memeriksa apa
yang terlihat saja, misalnya, surat-surat atau jumlah awak
kapal. Tapi ia tidak tahu kalau setelah diperiksa ada awak kapal
yang turun," ujar Usman.
Tapi apakah benar banyak kapal yang sampai sekarang terus
berlayar, tak laik laut? Sebab ternyata kecelakaan kapal tambah
sering terjadi. Seperti juga diakui Usman. "Hampir setiap hari
ada kecelakaan kapal," katanya. Tapi yang sampai ke Mahkamah
Pelayaran hanya yang disebut "bencana kapal". Bencana itu
terjadi bila ada korban manusia, atau kapalnya sampai tenggelam.
Bencana seperti itu, katanya, 10% dari semua kecelakaan kapal.
Dari data yang didapat TEMPO tercatat ada 451 kecelakaan kapal
di seluruh perairan Indonesia di tahun 1981 itu. Di antaranya 40
buah kapal mengalami tubrukan, 50 buah kandas, 140 buah
tenggelam, 13 buah terbakar -termasuk Tampomas -- lain-lain
sebanyak 208 kapal. Belum termasuk kecelakaan perahu. Ternyata
angkutan laut sama tidak amannya dengan angkutan darat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini