PENAMPILANNYA selalu rapi. Senang mengenakan setelan safari.
Tapi ketika vonis dibacakan hakim Rabu pekan lalu, Nuzwari
Chatab seketika terlihat lemas mendengarkan hukuman 4 tahun
penjara yang diatuhkan kepadanya. Tapi sebentar saja, ia
menguasai dirinya kembali. Beberapa saat kemudian Nuzwari
menandatangani pernyataan naik banding atas putusan itu.
Sejak dari awal sidang Nuzwari menyangkal tuduhan Jaksa Bob
Nasution. "Semua tuduhan itu tidak benar," ujar Nuzwari mantap.
Memang di persidangan tidak ada bukti Nuzwari menerima sesuatu
imbalan dari transaksi KM Tampomas 11 antara PT PANN
(Pengembangan Armada Niaga Nasional) yang dipimpinnya dengan
Komodo Marine, pihak penjual. Tapi hakim tetap menyatakan ia
terbukti melakukan korupsi. "Sekarang tak ada manfaatnya bicara
banyak," ujar Nuzwari Chatab, ketika ditemui TEMPO di kantor
pengacaranya, Azwar Karim di Hotel Kartika Plaza, selesai
sidang.
Anak seorang guru yang dilahirkan di Padang, Sum-Bar, 49 tahun
lalu itu sudah merantau ke Belanda sejak berusia 19 tahun. Di
Universitas Delft di negeri itu ia meraih gelar insinyur
perkapalan. Menurut Azwar, yang kenal dekat dengan keluarga
Nuzwari, kliennya itu selama 16 tahun bermukim dan bekerja di
Belanda, Finlandia dan Swiss sebelum kembali ke Indonesia pada
tahun 1960-an.
Di Indonesia Nuzwari, ayah dua orang anak itu mula-mula bekerja
di Dit-Jen Perhubungan Laut. Ia pernah menjabat pimpinan PN Dok
Ambon, staf Menteri Perhubungan, Frans Seda, dan Direktur
Direktorat Jasa Maritim. Sejak tiga tahun lalu ia
diangkat-menjadi Direktur Utama PT PANN. "Selama tiga tahun itu
saya telah memasukkan uang ke kas negara besar sekali," kata
Nuzwari suatu ketika, tanpa menyebutkan jumlah kongkritnya.
Sebagai direktur PT PANN yang memang bertugas dalam pengadaan
kapal-kapal niaga nasional, Nuzwari mengaku mempunyai 30
langganan perusahaan pelayaran di Indonesia yang menerima
kapal-kapal dari PT PANN. Dalam masa jabatannya, ia mengaku
selalu memprioritaskan perusahaan-perusahaan pribumi.
Salah satu di antara perusahaan pelayaran yang dia banggakan
adalah Perusahaan Pelayaran Nusa Tenggara di Bali. Perusahaan
itu, katanya hampir mati sebelum dibantu PT PANN dengan kredit
3 buah kapal. Berkat bantuan itu, perusahaan tadi hidup kembali.
Bahkan belakangan sanggup membeli sendiri sebuah kapal lagi.
"Kami lebih baik daripada bank. Kalau bank mengambil bunga 30%,
PT PANN hanya mengambil 10% keuntungan," ujar Nuzwari Chatab.
Nuzwari juga mengaku tugasnya untuk pengadaan kapal selama ini
berjalan lancar. "Tanya saja perusahaan-perusahaan pelayaran
itu, bagaimana reputasi saya. Sudah puluhan kapal yang saya
kreditkan kepada mereka," ujar Nuzwari. Bahkan di tengah-tengah
kesibukannya menghadapi pemeriksaan kejaksaan dan sidang
pengadilan ia mesti sempat mengadakan 4 buah kapal untuk
perusahaan pelayaran pribumi.
Sebab itu Nuzwari merasa bahwa Tampomas sebagai "cobaan berat'
selama hidupnya. "Baru kali ini saya mengalami kesialan," ujar
Nuzwari yang mempunyai tubuh tegap itu. Dari segi pengadaan
kata Nuzwari, Tampomas II menguntungkan Pelni dan juga
menghasilkan pemasukan ke PT PANN sebesar Rp 134 juta. "Tapi
saya tidak mau bicara banyak tentang itu," kata Nuzwari ketika
masa-masa persidangan. Waktu vonis sudah dijatuhkan, ia malah
tutup mulut sama sekali.
KM Tampomas II, adalah satu-satunya kapal penumpang yang dibeli
Nuzwari selama jabatannya di PT PANN-sekbihnya kapal barang. Ia
tetap berpendapat kapal yang semula bernama Great Emerald itu
merupakan kapal penumpang yang dimodifikasi menjadi kapal barang
dan kemudian diubah lagi menjadi kapal penumpang.
Di Eropa, Nuzwari mengaku membeli kapal-kapal dari broker kapal,
Anthony Feder dan di Indonesia dengan George Hendra dari Komodo
Marine. "Dengan Komodo Marine sudah berulang kali ada
transaksi," ujar Nuzwari yang mengaku kenal Hendra sejak ia
menjabat Dir-Ut PT PANN. "Pendahulu saya juga sudah kenal dia,"
tambah Nuzwari, mantu laksamana (Purn) Adam itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini