BEGITU pentingnya terdakwa narkotik, seorang warga Jerman Barat, Martin Karl Leopold Muller, yang kini ditahan di Indonesia. Sampai-sampai Pemerintah Jerman Barat mengirimkan dua petugasnya, masing-masing dari kejaksaan dan bea cukai, Jaksa Kraushaar dan Inspektur Klausmann. Kedua penegak hukum Jerman Barat itu -- menjadi tamu Kejaksaan Agung -- Kamis dua pekan lalu, mendarat di Indonesia dari Bangkok untuk memeriksa tahanan itu. Padahal, selama ini pihak Indonesia tak menganggap Muller sebagai penjahat besar. Buktinya, pada 20 Januari lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diketuai Sarwono, hanya mengganjar Muller hukuman 2 tahun 10 bulan penjara. Di persidangan tersebut, warga Jerman Barat berusia 30 tahun itu terbukti menggunakan kokain dan hasish. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Bismar Mannu, yang menuntut tiga tahun penjara. Ketika ditangkap pada Agustus tahun lalu, ia bersama dengan seorang temannya, Peter Matthes. Diduga, Muller adalah anggota sindikat narkotik internasional dan anggota kartel kokain Medellin -- sebuah kota yang, konon, pusat kartel itu di Kolombia. Setidaknya Muller sudah lama menjadi buron interpol Wiesbaden Jerman Barat. "Ia memang anggota Medellin Club," kata Brigjen. Koesparmono Irsan, di sela-sela acara ramah-tamah setelah Direktur Reserse Mabes Polri ini dilantik menjadi Kapolda Ja-Tim, Sabtu pekan lalu. Muller dan Matthes mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, tepat ketika Indonesia memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus, tahun lalu. Mereka menumpang pesawat Garuda Indonesia yang terbang dari Roma. Dari bandara, petugas Mabes Polri memang sudah menguntit kedua orang itu. Sebab, sebelumnya, ada kontak dari interpol Jerman Barat bahwa mereka masuk dalam red notice (daftar orang-orang yang harus ditangkap) kepolisian Wiesbaden. Dua hari setelah mendarat, Muller disergap di sebuah hotel berbintang empat di Jakarta Pusat. Dari kamarnya didapati lima gram kokain, dua gram hasish, amplop, dan dokumen-dokumen perjalanan. Dua hari setelah itu, Matthes diciduk di sebuah hotel bintang lima, masih di Jakarta Pusat. Dari kamarnya, polisi memang tak menemukan apa-apa. Namun, polisi menduga bahwa Matthes juga anggota sindikat internasional. Tentang keterlibatan Muller dalam sindikat internasional, jelas tertera dalam surat dari Kejaksaan Frankfurt am Main, Jerman Barat, kepada Kejaksaan Agung Indonesia. Diduga, Muller ini ada hubungannya dengan Francia Elena Carroll Munoz dan Jose Antonio Fernandez Tascon, yang perkaranya sedang ditangani Kejaksaan Frankfurt am Main, Jerman Barat. Menurut hasil penyidikan Kejaksaan Jerman Barat, 26 Juni 1989, seorang wanita warga negara Kolombia bernama Blanca Nelly Dominguez Toloza tertangkap di Airport Houston, Texas, Amerika Serikat, dalam perjalanannya ke Amsterdam. Dari Blanca disita tujuh kilogram kokain, yang disembunyikannya di balik sabuk dan korset yang dikenakannya. Tiga hari kemudian, menurut surat tersebut, tertuduh Carroll Munoz ditangkap di Airport Houston juga, ketika akan berangkat ke Frankfurt. Dari wanita itu juga dapat disita tujuh kilogram kokain, yang juga disembunyikan di balik sabuk dan korsetnya. Wanita, yang belakangan ini, kemudian bersedia membantu penyidikan yang dilakukan interpol. Carroll membawa kokain ke Frankfurt di bawah pengawasan petugas. Pada 30 Juni, Carroll Munoz tiba di Frankfurt. Berkat Carroll, polisi berhasil menangkap dua orang sindikat kokain Jerman Barat, Fernandez Tascon dan Muller. Yang disebut terakhir kemudian dilepaskan. Namun, belakangan terbit surat perintah penangkapan bagi Muller, setelah bukti-bukti keterlibatannya semakin kuat. Akhirnya ia tertangkap di Indonesia. Penyidikan selanjutnya menampakkan bahwa baik Carroll maupun Blanca bekerja untuk orang yang sama. Sebab kedua wanita itu mempunyai kontak nomor telepon yang sama di Kolombia. Orang yang pernah dihubungi Blanca dengan panggilan "Antonio" boleh jadi adalah Jose Antonio Fernandez Tascon. Penyelidikan lebih jauh di Amsterdam memberi petunjuk bahwa Fernando Tascon dan Muller diketahui pernah berada di Hotel Marriot Amsterdam. Bahkan, Carroll Munoz ada di hotel itu pada bulan Mei 1989 dengan nama Crespo Fernandez. Berdasarkan itu, disimpulkan bahwa orang-orang itu adalah anggota sindikat penyelundupan narkotik internasional. Mereka itu masing-masing mempunyai tugas yang berbeda dalam organisasi yang sama. Carroll Munoz dan Blanca Nelly bertugas sebagai kurir membawa kokain dari Kolombia lewat Guatemala. Pertama kali barang terlarang itu dibawa ke Amerika Serikat, kemudian ke Jerman Barat atau Belanda. Dari sini, mereka membawa kokain itu ke Frankfurt am Main. Sementara itu Fernandez Tascon dan Muller bertugas menerima kokain itu, dan menjualnya ke rumah pelacuran di Frankfurt am Main. Muller dan Fernandez Tascon ini tak hanya membawa kokain hidroklorida saja. Namun dia juga membawa pasta kokain ke Frankfurt. Mereka membuat pasta ini dari kokain hidroklorida di Frankfurt dengan bantuan ahli kimia dari Kolombia. Hingga kini, Fernandez Tascon menyatakan tak tahu-menahu tentang jaringan itu. Ia hanya mengaku sebagai penerjemah Muller. Sementara itu, Carroll Munoz hingga sekarang hanya membuat pernyataan tentang perjalanan penyelundupan yang membuatnya tertangkap. Selain itu, dia menolak untuk bicara apa-apa. Sedangkan Muller, yang sekarang mendekam di LP Salemba, Jakarta, masih bungkam. Menurut jaksa dan petugas bea cukai Jerman Barat itu, mulai 19 Maret lalu, mereka sudah mengadakan pemeriksaan terhadap Muller di Kejaksaan Agung. Namun, hingga kini petugas itu juga belum mau memberikan keterangan. Sesuai dengan rencana, mereka akan di Indonesia selama 8-10 hari. Di pihak Indonesia, Koesparmono Irsan juga tak banyak komentar. "No comment," kata Koes. GT, G. Sugrahetty D.K. (Jakarta) dan Zed Abidien (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini