Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menjadi ketua dewan YLBHI

Todung Mulya Lubis, menduduki ketua dewan YLBHI menggantikan Adnan Buyung Nasution. akan meneruskan program yang sudah digariskan Buyung, yang disebut "bantuan hukum struktural".(hk)

8 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPUK tangan berulang-ulang, ditingkahi dengan gelak tawa, ikut menghangatkan suasana di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang dingin ber-AC. Selasa malam, pekan lalu, empat buah kata sambutan, tiga buah hadiah kenang-kenangan, dan beberapa karangan bunga mengantar acara ke puncaknya: serah terima jabatan ketua dewan pengurus Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), dari Adnan Buyung Nasution, S.H., 49 tahun, kepada Todung Mulya Lubis, S.H., L.L.M., 34 tahun. Naiknya "putra mahkota" - seperti kata sebagian orang - Mulya Lubis sudah banyak diduga sebelumnya.- Dua tahun lalu, ketika Buyung mengundurkan diri dari jabatan direktur LBH Jakarta, sarjana hukum lulusan UI ini ditunjuk sebagai penggantinya, bersama dengan Abdul Rachman Saleh, sementara Buyung Nasution sendiri sudah lama mengisyatatkan "tampilnya generasi muda untuk meneruskan cita-cita LBH". Akan hal pengunduran diri Buyung Nasution dari jabatannya kali ini, yang tertulis pada suratnya kepada dewan penyantun YLBHI, 20 Juli l983, adalah karena "ingin melanjutkan studi di Negeri Belanda." Kepada TEMPO, seusai acara serah terima itu, Buyung menegaskan, "Tidak ada 'pejabat sementara', karena seseorang yang berstatus seperti itu cenderung menunda masalah, menunggu sampai pemimpin yang absen itu kembali." Maka, dewan penyantun YLBHI terpaksa mengadakan sidang untuk menentukan pengganti Buyung. Dari sidang pada 19 dan 31 Agustus 1983, yang dihadiri 17 dari 26 anggota dewan penyantun, pada mulanya, terdapat 6 orang calon: Nani Razak, Suardi Tasrif, Lukman Wiriadinata, Harjono Tjitrosoebono, Yap Thiam Hien, dan T. Mulya Lubis. Setelah melalui perdebatan yang seru, tinggallah dua calon saja: Yap Thiam Hien dan Mulya Lubis. Pada waktu itu, menurut Adnan Buyung Nasution, 3 anggota dewan penyantun - Victor Sibarani, Minang Warman, dan Soekardjo Hariadi - tidak dicalonkan karena mereka yang datang setelah pencalonan ditutup tidak dapat dipertimbangkan lagi. Sementara itu, suasana makin menghangat: Yap Thiam Hien menarlk pencalonannya "Lebih suka kalau Mulya saja yang duduk," katanya. Karena tinggal Mulya yang dicalonkan, maka pilihannya: setuju atau tidak. Akhirnya, melalui pengumpulan suara, Mulya terpilih sebagai ketua dewan pengurus YLBHI yang baru: 9 setuju lawan 8 suara tidak setuju. Sudah banyak yang dialami LBH sejak lembaga tersebut mulai beroperasi dari sebuah rumah kontrakan di Jalan Ketapang, sampai kemudian berkantor di sebuah gedung megah di Jalan Diponegoro. Omongan tak enak muncul,"LBH komersial dan berpolitik," yang kemudian diikuti mundurnya 9 dari 10 pembela umumnya di tahun 1980. Namun, yang pasti, "saya akan meneruskan program yang sudah digariskan Bang Buyung," kata Mulya kepada TEMPO. Yaitu apa yang disebut "bantuan hukum struktural". Walaupun masih banyak suara sumbang tentang bantuan asing (Ford Foundation, Novib, Asia Foundation, Asia Partnership) kepada LBH, bagi Mulya, "tak pantas untuk ditolak, selama bantuan tersebut untuk kebersamaan dan sama sekali tak terikat." Untuk itulah, kata Mochtar Lubis, ketua dewan penyantun, kepada TEMPO, masing-masing boleh punya penilalan terhadap Mulya Lubis. Memang Mulya masih muda, katanya, "tetapi melihat manusia dari jiwanya, bukan dari umurnya." Dan Tuty Hutagalung, salah seorang pembela umum senior di LBH, merasakan perlunya figur seperti Mulya. "Kalau ada dia, sreg rasanya," ujar Tuty. Mulya menamatkan sarjananya di FH-UI, 1974, kemudian melanjutkan pendidikan di Texas, AS, dan meraih Master of Law di Universitas California, 1979. Selain sebagai pemberi bantuan hukum, Mulya juga dosen Hukum Dagang di FH-UI, penulis puisi, dan aktivis kampus semasa mahasiswa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus