Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menjaga Hendra Tetap Selamat

Saksi penting kasus korupsi videotron Kementerian Koperasi meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Dari tiga saksi, satu meninggal dan satu tak jelas rimbanya.

31 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diantar pihak lembaga bantuan hukum Bela Keadilan pada 20 Maret lalu, Hendra Saputra meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Pria 32 tahun yang kini jadi tersangka kasus korupsi videotron ini dicekam ketakutan. Ia khawatir nasibnya seperti Hasnawi Bachtiar, tersangka lain yang meninggal Selasa dua pekan lalu.

Sehari sebelum meninggal, Hasnawi bertemu dengan Hendra di musala Rumah Tahanan Cipinang. Kedua tersangka kasus korupsi senilai Rp 4,7 miliar di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah ini sama-sama mendekam di Blok Saharjo lantai dua, tapi beda sel.

Saat itu, kepada Hendra, Hasnawi menyampaikan pesan agar dia jujur dan terbuka dalam perkara yang dihadapinya. "Saat bertemu itu, Hasnawi mengeluhkan dadanya yang sakit," kata Fahmi Syakir, salah seorang pengacara Bela Keadilan, mengutip keterangan Hendra.

Kepada Tempo, pengacara Hasnawi, Albani Adrian, menyatakan, sebelum meninggal, muka kliennya pucat. "Dia juga sempat muntah." Menurut Albani, saat itu Hasnawi dibawa ke Rumah Sakit Pengayoman Cipinang. Di sini dokter merujuk agar Hasnawi diangkut ke RS Kepolisian Pusat Sukanto di Kramat Jati, Jakarta Timur. Beberapa jam di sana, ia meninggal.

Kendati belum ada bukti kematian Hasnawi karena ulah orang, itu membuat Hendra waswas. Lewat istrinya, Dewi Nurafifah, ia meminta Bela Keadilan menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Sebelum didampingi Bela Keadilan, Hendra sempat didampingi pengacara dari Kantor Hukum Albani Adrian. Sebelumnya, ia mendapat pengacara yang ditunjuk kejaksaan, Edy Dwi Martono. "Ya, saya memang sangat khawatir terhadap nasib suami saya," kata Dewi kepada Tempo.

Menurut Albani, timnya mendampingi Hendra karena kasus yang dihadapi sama dengan Hasnawi. "Kami tak mendapat bayaran sama sekali saat menjadi kuasa hukum Hendra," ujarnya.

Selain Hendra dan Hasnawi, tersangka kasus videotron—papan elektronik raksasa—adalah Kasiyadi, anggota panitia lelang. Namun hingga kini keberadaannya tak jelas. Berbeda dengan tersangka lain, Kasiyadi memang tak pernah ditahan. "Kami juga tak tahu apakah dia masih hidup atau tidak," kata Fahmi. Tapi, perihal Kasiyadi, seorang penyidik kejaksaan menjamin ia masih hidup.

Dengan meninggalnya Hasnawi, bisa dibilang kini saksi kunci korupsi videotron tinggal Hendra dan Kasiyadi—itu pun jika yang terakhir ini memang benar masih hidup dan bisa dihadirkan ke depan pengadilan.

l l l

Penyidik kejaksaan menangkap Hendra pada akhir Oktober 2013 di Samarinda, Kalimantan Timur. Sebelumnya, sejak Juni 2013, pria yang hanya bersekolah sampai kelas III sekolah dasar ini beberapa kali mendapat panggilan pemeriksaan, tapi tak kunjung hadir. Saat itu, Hendra dan istrinya diungsikan anak buah bosnya, Riefan Avrian, ke tempat sanak kerabatnya, Ichlas Hasan (Tempo, 10 Maret 2014).

Kasus rasuah videotron di Kementerian Koperasi mulai ditangani Kejaksaan Tinggi Jakarta pada Juni 2013. Penyidikan bermula dari hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan 2012 pada Mei 2013. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan pada Februari 2014, kerugian negara tercatat Rp 4,7 miliar. Hendra dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Antikorupsi. Ia terancam hukuman hingga 20 tahun penjara.

Dalam dokumen lelang videotron di Kementerian Koperasi, Hendra tertulis sebagai Direktur Utama PT Imaji Media. Namanya ditulis dengan sebutan "Ir Hendra Saputra". PT Imaji merupakan pemenang tender pengadaan videotron Kementerian Koperasi dengan total nilai proyek Rp 23,4 miliar.

Saat diwawancarai Tempo akhir Februari lalu, Hendra mengaku tak pernah tahu keberadaan PT Imaji Media. Selama empat tahun terakhir statusnya adalah office boy di PT Rifuel, perusahaan milik Riefan Avrian, anak Menteri Koperasi Syariefuddin Hasan.

Hendra bekerja di kantor Riefan sejak Desember 2009. Selain sebagai office boy, dia merangkap sopir keluarga Riefan. Pada Februari 2012, nama Hendra dicatatkan sebagai Direktur Utama PT Imaji Media. Notaris yang diminta membuat badan hukum perusahaan itu adalah Jhonny M. Sianturi.

Kepada penyidik, Hendra menyatakan diminta tanda tangan oleh Ahmad Kamaluddin, karyawan bagian komputer. Nama Ahmad juga tercatat sebagai komisaris dalam "struktur" PT Imaji.

Menurut Hendra, ketika itu ia kerap diminta tanda tangan yang entah untuk apa. Permintaan itu selalu tergesa-gesa. "Sini, cepat tanda tangan, dokumennya mau dibawa ke kementerian," demikian ujarnya mengulangi perintah anggota staf PT Rifuel. PT Rifuel beralamat di kompleks ITC Fatmawati Blok B2 Nomor 6 lantai 5 di kawasan Jakarta Selatan.

Hendra mengaku pernah ke kantor Kementerian Koperasi untuk menandatangani kontrak. Berpakaian rapi, naik sepeda motor, ia berangkat ke kantor itu. Hendra ingat acara tanda tangan itu di lantai 6. "Di sana sudah ada Riefan Avrian. Setelah menunggu beberapa saat, saya masuk ke ruangan," ucapnya. Di ruangan itu dia bertemu dengan banyak orang, di antaranya Hasnawi.

Kontrak tersebut ditandatangani pada 18 Oktober 2012. Hendra mengaku tak membaca detail dokumen, tapi ia membaca sekilas nilai proyek sebesar Rp 23 miliar. Dia juga menandatangani beberapa dokumen lain, seperti berita acara pembayaran, berita acara penyelesaian pekerjaan, berita acara serah-terima panitia penerimaan barang dan jasa, serta surat jaminan uang muka.

Di luar itu, Hendra pernah menandatangani surat pernyataan yang menyebutkan rekening perusahaan PT Imaji Media di Bank Rakyat Indonesia cabang KCP Duta Mas Fatmawati sebagai rekening tetap. Pada akhir Agustus 2012, ia menandatangani surat kuasa untuk Riefan Avrian. Kuasa itu untuk berbagai hal, antara lain untuk menandatangani cek dan bilyet giro, penarikan dana rekening, serta permintaan informasi saldo rekening.

Ada imbalan atas "posisi"-nya sebagai Direktur Utama Imaji. Pada Agustus 2012, misalnya, ia mendapat "tambahan" gaji Rp 19 juta. Duit itu masuk ke rekeningnya. Kepada Tempo, Dewi Nurafifah mengatakan saat itu kaget suaminya yang sebulan bergaji Rp 900 ribu tiba-tiba saldo di rekeningnya bertambah belasan juta. "Suami saya bilang itu bonus dari kantor dan semua pegawai mendapatkan," ujar Dewi.

Menurut Fahmi, pengakuan Hendra bahwa Riefan sebagai penerima surat kuasa untuk mendapatkan akses atas rekening PT Imaji merupakan petunjuk penyidikan. "Ini yang seharusnya didalami penyidik," katanya. Dia heran jika penyidik demikian sulit mengungkap otak pelaku rasuah ini. "Hendra jelas dikorbankan," ucapnya.

Menurut Fahmi, karena posisi Hendra sangat penting dalam perkara suap videotron ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mesti melindungi bapak satu anak itu. "LPSK mesti menjadikannya sebagai justice collaborator," ujarnya.

Kepada Tempo, Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli menyatakan pihaknya masih mempelajari kasus Hendra. Menurut Lili, ada beberapa syarat seseorang menjadi justice collaborator (saksi pelaku yang bersedia bekerja sama), antara lain dia harus mengungkap semua yang diketahuinya perihal kejahatan yang dia ikut terlibat.

Lembaganya, kata Lili, juga akan berkoordinasi dengan lembaga lain untuk menetapkan status Hendra sebagai justice collaborator. "Kami akan koordinasi juga dengan pihak kejaksaan."

Yuliawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus