NONA Mimi Lidyawati, wanita yang nekat melemparkan sepatunya ke meja hakim, kembali menjadi "tokoh". Di depan pengunjung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu, ia tiba-tiba ditangkap oleh dua anggota polwan dan seorang perwira Reserse Mabes Polri. Pada waktu itu, wanita keturunan Cina ini baru saja selesai menghadiri sidang gugatannya terhadap Polri, yang dituduhnya telah mencemarkan nama baiknya. Begitu keluar dari ruang sidang, Mimi, 37 tahun tapi belum menikah itu, kaget. Polisi telah menghadangnya. 'Kenapa saya . . .?" tanyanya. Perwira Polri yang menghadangnya segera mengeluarkan surat penangkapan. Sementara itu, dua anggota polwan dengan cepat memborgolnya. Mendapat perlakuan begitu, Mimi, yang mengaku terlibat sepuluh perkara tersebut, protes. "Apa-apaan ini? Saya, kok, diborgol," teriaknya. Sang polwan tak menghiraukan, Mimi tetap dituntun ke atas mobil patroli terbuka milik Polres Jakarta Selatan. Honda Civic warna putih yang dikendarainya ke pengadilan terpaksa ditinggalkan begitu saja di halaman Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sesampai di Mabes Polri, sore itu, emosi Mimi masih meledak-ledak. Ia berteriak-teriak dan menangis sejadinya. Kolonel Koesparmono Irsan, Direktur Reserse Mabes Polri, yang mencoba menenangkannya, tak digubrisnya. "Saudara jangan marah-marah, ini kantor polisi," kata Koesparmono. Tapi Mimi tak peduli. "Habis, saya tak bersalah, kok, diborgol," katanya. Nama Mimi Agustus lalu mendadak terkenal. Ia melakukan tindakan yang tak pernah dilakukan wanita lain di mana pun juga, melemparkan sepatunya ke meja Hakim Abdul Razak, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ketika itu Abdul Razak baru saja selesai membacakan vonis 10 bulan penjara untuk Nani, yang dituduh Mimi menggelapkan uangnya Rp 76 juta. Mimi, yang mengaku telah memberi uang Rp 2,5 juta kepada Hakim, menganggap vonis itu terlalu ringan bagi Nani. Kendati Abdul Razak membantah tuduhan itu, keesokan harinya Mimi secara resmi mengadukannya ke Menteri Kehakiman. "Saya tidak takut kasus ini diteruskan hakim kepada yang berwajib," kata Mimi waktu itu (TEMPO, 15 Agustus 1987). Akhir bulan itu juga Mimi kembali bikin berita. Gugatan praperadilannya terhadap Mabes Polri dimenangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia, yang tampil tanpa pengacara, menjadi orang pertama yang bisa mengalahkan Mabes Polri di praperadilan. Hakim Djadi Widodo, yang memeriksa kasus ini, menganggap Mabes Polri keliru, karena menghentikan penyidikan terhadap Pow I Bing alias Paroto Insan Budiman, yang diadukan Mimi karena menguasai perusahaannya di Sorong. Tapi putusan itu Oktober lalu dibatalkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis sependapat dengan Polri, bahwa perkara Pow I Bing tidak layak diajukan ke pengadilan. Tapi praperadilan itu berbuntut. Mimi merasa terhina gara-gara di memori bandingnya Polri menyebut soal "kumpul kebonya" dengan Pow I Bing. Sebab itu, ia kembali menggugat Polri, sampai ditangkap pekan lalu. Tapi kenapa ia harus diborgol? Banyak orang yang menghubungkannya dengan berbagai gugatannya terhadap Polri. "Jangan salah paham, ia diduga memalsukan Surat Kewarganegaraan. Jadi, bukan karena dia mempraperadilankan polisi, lalu kami tangkap," kata Koesparmono Irsan. Menurut Koesparmono, polisi menemukan berbagai kejanggalan pada Surat Kewar. ganegaraan wanita pengusaha itu. Misalnya, ia jadi WNI pada umur 16 tahun, ketika orangtuanya masih WNA. Seharusnya, pada usia itu seorang anak masih ikut kewarganegaraan orangtuanya. Kejanggalan lain, ia memakai fam (marga) Ibunya, sesuatu yang tak lazim pada adat Cina. "Itulah yang kami curigai," ujarnya melanjutkan. Laporan Muchsin Lubis (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini