Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Momok si pembocor

Siswa STM diadili karena membocorkan naskah ujian masuk PP III UNS. Ujian masuk PP III terpaksa diulang. (krim)

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISNIS "miring" materi ujian masuk . Proyek Perintis (PP) III di Universitas . Sebelas Maret (UNS) terungkap pekan lalu di Pengadilan Negeri Surakarta. Slamet Widodo alias Momok, 17 tahun, semakin tertunduk lesu menghadapi majelis hakim. "Siapa yang tahan kalau setiap saat terus didesak, terus dibujuk," ujarnya lirih. Pelajar STM Negeri Manahan Surakarta kelas I ini pernah bekerja di percetakan milik seorang dosen UNS sambil mengisi waktu liburnya. Percetakan tersebut ditunjuk oleh UNS untuk mencetak naskah ujian masuk karena "percetakan milik UNS tidak mampu mencetak naskah ujian sebanyak 70.000 lembar, dengan baik dan cepat," kata Drs. Rusydi, 52 tahun, ketua Seksi Perbanyakan Naskah. Sementara itu, dengan upah Rp 6.500 per minggunya, Momok bertugas menyusun naskah ujian sesuai dengan kelompoknya dan mengurutkan nomor tiap lembarnya. Untuk kepentingan keamanan, pekerjaan yang dilakukan bersama 24 rekannya itu dilakukan di rumah-dinas rektor UNS, Kampus UNS Kentingan. Namun, godaan datang menggebu. Bukan dari orang lain, tetapi dari tetananya sendiri, Nining Sarsini dan Abiet Subiyakto. Bahkan "Nining juga kirim surat kepada saya," kata Momok kepada TEMPO. Isi surat dan inti rayuan Nining, tak lain, agar Momok mau membawa pulang naskah ujian. Dan rupanya Momok membawa pulang naskah-naskah ujian Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, dan Biologi, kata Rusydi menjelaskan. Naskah pun berpindah tangan. Dari Nining, Momok menerima imbalan sebanyak Rp 40.000. Sedang dari Abiet, putra bungsu seorang buruh kecil itu, ia menerima Rp 150.000. Tetapi Nining Sarsini, yang ternyata juga mengikuti ujian masuk PP III di UNS tahun ini, tidak mengaku memberi uang sebesar itu kepada Momok. Dalam keterangannya kepada TEMPO, Nining merasa tidak memperdagangkan naskah ujian tersebut. "Saya pergunakan untuk diri saya sendiri," katanya. Yang pasti, naskah ujian yang sampai ke tangan Nining dan Abiet itu tidak berhenti di situ. Naskah ujian itu ternyata beredar di hotel-hotel tempat calon mahasiswa menginap. Bahkan sampai pula ke rumah-rumah. Harga bocoran itu beragam, mulai dari Rp 200.000 sampai Rp 50. 000. Uniknya: boleh dibayar belakangan setelah terbukti bocoran itu sama dengan yang diujikan (TEMPO, 18 Juni). Bisnis naskah ujian yang berlangsung dengan cepat dan berbisik-bisik itu akhirnya diketahui juga. "Kami mendapat info ujian bocor," kata Rusydi. Segeralah dibentuk "pasukan khusus". "semacam intel yang kami rekrut dari kalangan mahasiswa," ujar Rusydi lagi. Para intel ini bergerak, dengan menyamar sebagai calon mahasiswa yang sedang membutuhkan naskah bocoran. Satu hari sebelum ujian diselenggarakan, terbuktilah naskah ujian bocor. Ujian masuk PP III di UNS terpaksa diulang. Dan 9.500 calon mahasiswa, dari 60.000 peserta ujian, dipanggil kembali mengikuti ujian ulangan. Pihak UNS tidak tinggal diam. Bersama-sama dengan pihak Kepolisian, mereka mencoba melacak sumber kebocoran itu. Kesimpulannya: Momok biang keladinya. Terpaksalah Momok mendekam di rumah tahanan sejak awal Juni lalu. Mengapa ia melakukan hal itu tak pula ia jelaskan. "Pikirannya sedang kalut," katanya sendu. Jaksa Penuntut Umum Supardjiman dalam dakwaannya menganggap Momok telah mencuri naskah ujian dan dengan begitu - karena UNS harus menyelenggarakan ujian ulangan - telah merugikan pihak UNS Rp 40 juta. "Saya ingin pindah dari Solo," kata Momok. Entah kapan keinginannya terkabul. Karena, akibat perbuatannya ini juga, ia terpaksa tinggal kelas, dan tinggal di rumah tahanan sampai perkaranya diputuskan. "Sungguh malang nasib anak saya," kata ayahnya yang ikut pula menghadiri sidang. "Dia hanya korban rayuan. Dia disuruh orang lain untuk melakukan hal itu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus