Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Nasib lilis di palembang

Lilis, 12 tahun, dipaksa untuk melayani seks majikannya,suhadi, di palembang. lilis juga menjadi korban penyiksaan istri suhadi.

16 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERISTIWA mengenaskan ini tidak bakal terbongkar jika Lilis (nama samaran) tidak sering digebuki majikannya dengan sapu. ''Tubuh dan kepala saya sampai luka membiru,'' kata Lilis. Karena bocah berusia 12 tahun itu sering dipukul, ia minggat dari rumah majikannya di kawasan Perumnas Sakokenten, Palembang. ''Saya tidak tahan lagi menerima siksaan itu,'' ujar Lilis kepada Aina Rumiyati Aziz dari TEMPO. Lilis, yang sempat duduk di kelas I SD ketika tinggal di Bandung, tidak menyangka dijadikan pembantu. Ketika diajak ayahnya ke Palembang, permulaan 1991, dikiranya akan disekolahkan. Ternyata ayahnya, Kisro, bekas warga Bandung yang kini jadi petani kopi di Lampung, mengikat kontrak dengan keluarga Suhadi. Sebagai pembantu, Lilis katanya dibayar Rp 100.000 untuk dua tahun, ditambah uang saku Rp 10.000 per bulan. Toh Lilis tidak bisa menikmati hasil keringatnya, karena setiap enam bulan ayahnya menjemput uang jerih anaknya itu. ''Saya bekerja untuk membayar utang Ayah, karena Ayah sering kalah main judi,'' kata Lilis. Tapi soal itu belum apa-apa bila dibandingkan dengan perlakuan teror yang dialami Lilis. Seminggu setelah Lilis bekerja di situ, menurut Lilis, ia dinodai Suhadi. Entah bagian mana yang menarik di mata Suhadi dari si cilik yang belum haid dan dadanya masih rata itu. Hanya, selama ini ada yang menjadi persoalan yang terpendam: syahwatnya tidak tersalurkan. Suhadi, 33 tahun, tamatan STM, yang menjadi satpam kontrak di Pertamina Palembang itu mengaku sudah lama tidak sekamar dengan istrinya. ''Istri saya dingin. Kalau diajak bercumbu dia menolak dengan alasan capek,'' ujar Suhadi. Akibatnya tambah jelas, sehingga Suhadi gelap mata dan mencari sasaran tanpa pilih bulu. Ketika Lilis sedang memasak di dapur, Suhadi menghampirinya. ''Nanti malam saya tunggu kamu di kamar,'' bisiknya. Si cilik itu patuh saja. Pukul 22.00 ia masuk ke kamar Suhadi yang sudah menunggunya. Tanpa ba-bi-bu ia langsung meringkus Lilis. Karena tak menyangka, tentu saja Lilis meronta. Apalagi handuk yang melilit tubuh Suhadi sudah lepas. Dengan pikiran kanak-kanak, Lilis meraba apa yang diamui majikannya yang sudah tak mampu membendung nafsunya itu. Lilis baru berhenti meronta ketika Suhadi mengancam akan membunuhnya. ''Dengan menangis dia menurut ketika saya suruh berbaring di tempat tidur,'' begitu kisah Suhadi kepada TEMPO. Tapi siapa yang bisa mendengar tangisan anak cilik ini, karena seisi rumah rupanya sudah terlelap? Keasyikan baru itu membuat Suhadi ketagihan. Setiap pulang kerja, sekitar pukul 11.00, ia memaksa Lilis melayaninya. Tidak hanya di kamar tidur, tetapi juga di kamar tamu dan kamar mandi. Pada saat itu rumah memang sepi. Istri Suhadi, guru olah raga di sebuah sekolah dasar di Palembang, sudah berangkat kerja dan dua anaknya bermain di luar. Perbuatan itu terkadang juga dilakukan Suhadi pada malam hari. Setiap habis memperkosa anak itu, Lilis diberinya uang Rp 1.000. ''Tapi uang itu saya robek-robek. Itu kan uang haram,'' ujar Lilis sedih. Ancaman akan dibunuh itu ternyata memang ampuh untuk membungkamkan mulut Lilis. Bahkan ketika ayahnya datang untuk mengambil uang, mulut Lilis tetap terkunci rapat. Perkara ''jajan'' di luar, kata Suhadi, bukannya ia tidak mau melakukan. Tapi ada soal lain yang mengganjal: dia mengaku tidak mampu karena gajinya yang Rp 250.000 per bulan itu seluruhnya diserahkan kepada istrinya. Ia cuma dijatah Rp 2.000 per hari untuk transpor. ''Mana cukup buat jajan seks,'' katanya. Derita Lilis masih ditambah lagi dengan siksaan Yusnardi. Majikan perempuannya itu sering ringan tangan. Ia pernah disiram dengan kuah sayur nangka dari panci karena tak mengaku mencuri makanan. ''Kerja saya kan berat, jadi harus banyak makan,'' ujar Lilis tentang harus banyak makan itu. Si cilik yang masih doyan bermain-main ini juga tidak boleh ke luar pekarangan karena harus menjaga anak-anak majikannya. Karena jengkel, Lilis suka mencubiti mereka. Mendengar anaknya menangis, ibunya tentu marah. Dan buntutnya, Lilis dihajar Yusnardi. Karena sudah tidak tahan lagi disiksa, setelah menyelesaikan pekerjaannya mengisi air ke dalam bak mandi, 4 Januari silam, Lilis kabur ke kompleks Pusri, sekitar 5 km dari rumah majikannya. Ia menemui temannya, Ami, sesama pembantu. Maksudnya, Lilis mau menginap semalam. Tapi temannya keberatan. Ia takut dimarahi tuannya. Kemudian Ami membawa Lilis ke rumah temannya yang lain, Mina. Ketika itu majikan Mina, Bernard Pangaribuan, sedang ke Jakarta. Tapi tidak dinyana, malam itu Bernard dan istrinya pulang. Melihat ada anak kecil dengan tubuh babak-belur di rumahnya, suami-istri itu kemudian menanyai Lilis. ''Semula saya hanya mau menceritakan soal siksaan saja,'' kata Lilis. Tapi ketika ia ditanya apakah juga diperkosa, akhirnya Lilis berterus-terang mengungkapkan kelakuan Suhadi kepadanya. Besoknya Bernard melapor ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Palembang. Sedangkan Lilis dititipkan di rumah keponakan perempuan Bernard. Tanggal 6 Januari polisi meringkus Suhadi. ''Saya menyesal. Saya pasrah menerima hukuman. Itu memang dosa saya,'' ujar Suhadi. Karena pertimbangan harus mengasuh kedua anaknya, Yusnardi, 29 tahun, dikenai tahanan rumah. Ia dituduh melakukan penganiayaan. ''Saya kesal karena kalau disuruh menjaga anak-anak, ia malah mencubiti mereka,'' katanya tentang kelakuan Lilis. Ia mengaku tidak curiga kepada suaminya, karena kalau ia memarahi Lilis, suaminya juga ikut memarahinya. Tinggalah Lilis menanggung trauma seumur hidup. ''Saya ini lahir tanpa dikehendaki orang tua,'' kisahnya. Ketika Lilis lahir, orang tuanya mengharapkan seorang anak lelaki. Karena itu sejak kecil ia diasuh orang lain. Ketika usianya delapan tahun, ia diboyong ke Lampung. Pada usia 10 tahun ia ''dibuang'' ayahnya ke Palembang dengan alasan untuk mengurangi beban orang tua. ''Saya ikut ke Palembang karena ingin sekolah, bukan menjadi pembantu rumah tangga,'' ujarnya lirih. Semoga waktu akan mengobati luka Lilis. Sri Pudyastuti R. (Jakarta) dan Hasan Syukur (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus