MULA-MULA Sumarto, 42 tahun, disangka menilep sekrup. Perwira logistik di Pangkalan Udara Abdul Rahman Saleh, Malang, yang berpangkat mayor ini mengira perbuatan yang dilakukannya sejak 10 tahun silam itu tidak merugikan kesatuannya. Alasannya, barang yang diambilnya cuma suku cadang pesawat afkiran. Order sekrup bekas itu, menurut Sumarto, datang dari Teja Thomas Wulur, leveransir untuk TNI AU yang juga komisaris perusahaan penyedia onderdil pesawat PT Ina Airborne di Jakarta. Sumarto yang lulus Akabri 1974 itu tergiur imbalan ratusan ribu rupiah. Ia pun mengomando anak buahnya, beberapa bintara dan pegawai sipil di bagian logistik, untuk membongkar gudang onderdil, lalu dipindahkan ke ruang kerja dan rumahnya. Tentu ia juga membagi rezeki itu masing-masing Rp 50.000 sampai Rp 250.000. Kemudian operasi pemretelan pesawat yang digerakkan Sumarto itu meningkat. Mereka tidak lagi membongkar onderdil dari bangkai pesawat, tapi merembet ke suku cadang pesawat yang masih laik terbang, seperti Cassa dan OV-10F. Barang incerannya tak cuma sekrup, bahkan baterai, pompa hidrolik, kompas magnetik, dan barang penting lainnya. Tentu omzet Sumarto dan kawan-kawan menggembung dalam kantong, walau harga yang dijualnya amat miring. Baterai, misalnya, ia lego cuma Rp 2,5 juta, padahal mestinya bisa laku Rp 40 juta. Untuk menutupi bisnis gelapnya, Sumarto gampang saja mengotak- atik angka onderdil keluar-masuk gudang di pembukuan. Maklum, semenjak lulus sekolah kejuruan teknik, 1975, ia terus bertugas di bagian logistik. Toh perbuatan Sumarto terbongkar juga pertengahan tahun lalu. Soalnya, modus kelompok Sumarto selama 10 tahun beroperasi, ya, itu-itu belaka. Ia menunggu pesanan jenis dan jumlah pesanan barang dari Teja, dan mengirimnya melalui paket ke Jakarta. Kemudian Teja, menurut Sumarto, mentransfer uang pembayarannya lewat rekeningnya di satu bank. Bersamaan dengan terungkapnya kasus Sumarto, terungkap juga kejahatan serupa yang dilakukan beberapa oknum perwira, bintara, dan pegawai sipil di pangkalan udara itu. Setelah terbongkar, Sumarto diajukan ke Mahkamah Militer Tinggi yang dipimpin Kolonel Laut (KH) Kaslar. Persidangannya yang dihadiri sekitar 200 perwira dan bintara itu digelar maraton selama tiga hari, hingga Rabu dua pekan lalu, di aula Pangkalan Udara Abdul Rahman Saleh, Malang. Oditur menuduh Sumarto mencuri dan juga menganjurkan anggota militer lainnya melakukan penilepan barang inventaris ABRI. Enam kaki-tangan Sumarto yang dituduh turut menggarong di gudang AURI itu, dan Teja sebagai penadahnya, dihadirkan sebagai saksi. Majelis mengungkapkan bahwa atas perbuatan Sumarto itu AURI telah dirugikan sebesar Rp 8 milyar. Sementara itu Sumarto sendiri dituduh meraup keuntungan Rp 38 juta. Karena itu Majelis menghukum Sumarto dengan pidana kurungan selama dua tahun tiga bulan. Sebuah mobil minibus tahun 70-an dan rekening Sumarto Rp 2 juta di bank disita. Dan yang terberat: Sumarto dipecat dari keanggotaan ABRI. Mendengar vonis itu Sumarto tersentak sejenak, lalu ia menundukkan kepala lemas. TEMPO berusaha mewawancarai Sumarto di rumahnya, tapi ayah dua anak itu menolak. Di ruang tamu berukuran 3 X 4 meter itu ada peralatan salon, sebagai ladang usaha istrinya. Sumarto tak mau membuka lebar-lebar pintu rumahnya. Ia cuma melongokkan kepalanya yang dicukur cepak, lalu mengatakan kepada K. Candra Negara dari TEMPO, ''Pokoknya saya tidak mau komentar. Jangan temui saya yang sedang kesusahan.'' Prestasi kerja Sumarto selama 17 tahun berkarier, menurut rekan di kesatuannya, biasa-biasa saja. Satu-satunya penghargaan yang diterimanya adalah Satya Lencana Kesetiaan 16 tahun. Di kalangan rekan-rekannya, penggemar golf itu dikenal pendiam. Dan sudah dua tahun ini Sumarto diketahui mengidap virus Hepatitis B. ''Uang penjualan onderdil itu habis untuk biaya pengobatan,'' begitu pengakuan Sumarto di persidangan. Sedangkan Teja Thomas Wulur enggan pula diwawancarai. Ia rupanya sudah lama tidak menekuni bisnis pengadaan onderdil pesawat terbang. ''Bisnis tersebut malah membuat usaha kami jadi repot,'' ujar orang yang dekat dengan Teja. Namun pihak TNI AU belum mau mengungkapkan kasus pencurian onderdil pesawat ini. Komandan Pangkalan Udara Abdul Rahman Saleh, Marsekal Pertama Soetoro Yatiman, mengatakan kepada TEMPO, merasa ''tidak berwenang bicara apa pun soal Soemarto''. Pihak TNI AU rupanya memendamkan dulu masalah ini. ''Kami memang menjaga agar jangan diberitakan di media massa sebelum kasus ini selesai diproses,'' ujar Kolonel J. Paryanto, Kepala Dinas Penerangan TNI AU. Menurut sumber di Markas TNI AU, pihak TNI AU juga sedang membongkar kasus lebih besar yang dilakukan oleh seorang yang berpangkat kolonel, yang belakangan pindah tugas ke Jakarta. Modus operandinya persis seperti dilakukan Sumarto. Bahkan tukang tadahnya pun, katanya, konon juga sama orangnya. Tampaknya yang terpenting bagi pihak TNI AU adalah mengupayakan onderdil pesawat yang dicuri itu bisa dikembalikan. ''Kalau cuma sekadar menghukum, sedangkan barangnya tidak kembali, ya percuma,'' tutur sumber itu. Ardian T.G., Ivan Haris, Nunik Iswardhani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini