Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nining Sukarni tak mampu menahan air matanya. Ditemui di rumah kontrakannya di Gang Star, Jalan Panglima Polim, Bandar Lampung, Selasa sore pekan lalu, perempuan 45 tahun itu mengaku masih terbayang-bayang wajah anaknya, Febri Andriansyah. Sabtu empat hari sebelumnya, kabar buruk ia terima. Febri tewas mengenaskan di Australia, tempatnya selama ini mencari nafkah. Tubuhnya ditemukan tak utuh, terpotong-potong.
Febri Andriansyah adalah nama asli Mayang Prasetyo, perempuan transgender yang ramai diberitakan media Australia tewas di apartemen Double One 3 di kawasan Teneriffe, Brisbane. Jasad Febri ditemukan polisi Australia pada Sabtu dua pekan lalu terpisah-pisah di dalam apartemen yang dihuni bersama suaminya, Marcus Peter Volke. Polisi menduga Mayang dibunuh dan dipotong-potong oleh Volke sendiri. Adapun Volke ditemukan tewas tak jauh dari apartemennya.
Menurut Nining, anaknya yang sejak kecil ditinggal kabur bapaknya itu memakai nama Mayang Prasetyo setelah bekerja di kawasan Seminyak, Bali, sejak 2005. Nama itu terilhami dari artis Mayang Sari. "Dia sangat mengagumi Mayang Sari," kata Nining. Adapun nama Prasetyo, Nining tak tahu dari mana anaknya itu mencomot. Di kampung halamannya, Febri lebih kerap dipanggil Ebi atau Ebong—akronim dari Ebi Bencong. Sejak kecil, ia memang terlihat feminin. "Dia tidak pernah marah dipanggil bencong," ujar Nining, yang menyebutkan anaknya itu rajin salat.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Tatang Budie Utama Razak, membenarkan perihal pembunuhan terhadap Mayang itu. Menurut Tatang, nama asli Mayang adalah Febri Andriansyah. Keterangan ini, kata dia, didapat Kementerian dari penelusuran paspor milik korban yang dibuat di Denpasar. "Alamat KTP-nya di Lampung," ucap Tatang kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Tragedi pembunuhan Mayang bermula dari laporan manajer apartemen tempatnya bermukim kepada polisi, Sabtu malam dua pekan lalu. Sang manajer melaporkan perihal bau yang menyeruak dari apartemen yang baru ditempati Mayang dan Volke beberapa pekan itu. Polisi yang tiba di tempat kejadian saat itu langsung meminta Volke membuka pintu apartemennya.
Tapi Volke tak langsung melakukannya. Ia meminta waktu mengamankan kelima anjingnya sebelum membukakan pintu. Ternyata itu hanya trik. Bukannya membukakan pintu, Volke justru kabur melalui jalan lain. Dia kemudian ditemukan tewas di pinggir jalan dengan luka gorok di lehernya. Diduga ia melakukan bunuh diri.
Di dalam apartemen itu, polisi menemukan potongan tubuh Mayang dalam sebuah panci berisi cairan kimia di atas kompor di dapur. Potongan lain juga ditemukan dalam sebuah plastik di tong sampah. Sebagian lain lagi berada di dalam plastik yang disimpan di mesin cuci. "Diyakini Mayang Prasetyo dibunuh secara brutal oleh Marcus Peter Volke di sebuah apartemen di pinggiran Brisbane, Teneriffe," ujar petugas Biro Investigasi Kriminal Fortitude Valley, Detektif Senior Sersan Tom Armitt, seperti dikutip media Australia, Courier Mail.
Kepada media setempat, Courtney Reichart, tetangga Volke-Mayang, bercerita bahwa bau tak sedap mulai muncul di apartemen pasangan itu pada Rabu, tiga hari sebelum jenazah Mayang ditemukan. Reichart mengatakan ia sempat melihat Mayang dan Volke beberapa kali. Namun saat itu dia tak melihat ada tanda-tanda hubungan mereka bermasalah. "Mereka terlihat cukup bersahabat dan tak terlihat memiliki masalah, tapi itu hanya pertemuan sepintas lalu," ujarnya kepada The Guardian. Polisi Australia hingga saat ini belum bisa menyebutkan motif pembunuhan sadis itu.
Konsul Muda Penerangan, Sosial, dan Budaya Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sydney, Akbar Makarti, menyatakan kepolisian Australia sudah berkoordinasi dengan pihaknya untuk mengidentifikasi potongan tubuh Mayang itu. Kepolisian Australia meminta pemerintah Indonesia menyediakan catatan kejahatan, sidik jari, foto, DNA dari ibu, serta sejarah medis dan kesehatan korban. Dua anggota staf KJRI, kata Akbar, sudah meluncur ke Brisbane untuk membantu proses identifikasi dan melihat lokasi kejadian. "Kami usahakan memulangkan jenazah Mayang secepatnya ke Indonesia," ujarnya.
Pembunuhan Mayang oleh Volke yang tragis menyisakan banyak misteri. Dari motif pembunuhan hingga bagaimana hubungan mereka berjalan, tak banyak orang yang tahu secara pasti. Kepada Nining, Mayang dan Volke mengaku bertemu di sebuah kapal pesiar. Dorothy Volke, ibunda Marcus Volke, mengatakan tak melihat adanya keanehan dalam hubungan keduanya. Dia mengatakan sempat berbicara dengan anaknya melalui telepon beberapa hari sebelum kejadian. Volke mengatakan akan pulang Natal nanti menemui sang ibu. "Dia bahagia dan mengatakan akan pulang ke kampung halamannya," ucap Dorothy, yang tinggal di Ballarat, kota kecil di Negara Bagian Victoria, kepada Courier Mail.
Kepada Tempo, Nining bercerita bahwa anaknya menikah dengan Marcus Volke pada Agustus 2013 di Denmark. Pernikahan dilakukan di sebuah gereja sederhana. Volke pernah diajak Febri menyambangi ibunya di Lampung. "Orangnya baik dan terlihat menyayangi anak saya," kata Nining.
Febri sendiri melakukan operasi kelamin di Thailand pada 2009. Ketika itu, dari Thailand, ia menelepon Nining meminta izin mengoperasi hidung, kelamin, dan payudaranya. "Saya mengizinkan karena kemauannya begitu keras," ucap Nining.
Sejak operasi itulah Febri makin tajir. Setiap bulan, dia rutin mengirimi ibu dan neneknya uang Rp 4 juta. Di Bandar Lampung, Febri juga membeli rumah cukup besar di Perumahan Bukit Tirtayasa. Kepada teman-temannya di Lampung, Febri bercerita bahwa ia bekerja di sebuah kafe di Australia. "Dia memang pekerja ulet," ujar Joko, waria yang juga teman Febri di Lampung, kepada Tempo. "Anaknya rame," Joko menambahkan.
Tapi soal pekerjaan Mayang dan Volke serta hubungan mereka yang tampak baik-baik saja dibantah sejumlah teman dekat Mayang. Ivan Gneil, pemilik tempat penjaja seks transeksual Pleasure Dome di Melbourne, mengaku mengenal pasangan ini. Keduanya, menurut dia, pernah bekerja di tempatnya sebagai pekerja seks sekitar lima tahun lalu. Di sinilah Mayang-Volke bertemu. Namun Gneil tak tahu bahwa mereka menjalin hubungan sampai keduanya berhenti. "Mereka memutuskan keluar dari sini pada 2012 dan bekerja secara pribadi," ucapnya.
Gneil mengatakan Mayang sempat menyatakan ketertarikannya kembali bekerja di Pleasure Dome tak lama setelah ia keluar. Mayang bercerita bahwa ia tak bahagia bersama Volke. Gneil menduga Volke memeras Mayang dengan "menjual" dan memanfaatkannya untuk kepuasan seksual pribadinya. "Volke adalah pekerja yang hanya ingin tidur dengan seorang transgender," ujarnya kepada news.com.au.
Keterangan Gneil ini diperkuat oleh sejumlah iklan Mayang-Volke di dunia maya. Courier Mail menulis, dalam sebuah iklannya, Mayang memperkenalkan diri sebagai top high-class Asian shemale. Dalam iklan lainnya, Mayang disebut sebagai international escort dengan bayaran berkisar Aus$ 200-500 per jam. Demikian halnya dengan Volke. Di Denmark, Volke pernah mengiklankan dirinya dengan nama samaran Heath XL. "Young sexy Australian boy, very friendly and easy going, discreet and professional," bunyi iklan itu.
Nining mengaku tak tahu pasti pekerjaan anaknya. Yang ia tahu, anaknya bekerja di pub. Kini satu-satunya keinginannya adalah jenazah sang anak dipulangkan. Ia ingin mayat Febri dikuburkan di kampung halamannya di Lampung. "Walau berupa potongan tubuh, tidak mengapa," kata perempuan ini dengan suara serak.
Febriyan, Natalia Santi (Jakarta), Nurochman Arrazie (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo