Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Nikah-Cerai Palsu

Nur Usman menolak gugatan cerai thea karena sudah bercerai sejak bulan desember 1982. Juga surat nikah th 1976 adalah palsu. Thea melaporkan Nur ke polisi sebab penipuan. (hk)

20 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSIDANGAN perkara perceraian Thea Kirana dan Nur Usman bagaikan pertarungan dua "jago silat". Di setiap persidangan suami istri itu silih berganti mempertunjukan "Jurus simpanan" masing-masing. Setelah Nur menolak gugatan cerai Thea, dengan alasan bahwa sebenarnya mereka sudah bercerai Desember 1982, dalam sidang-sidang terakhir giliran Thea mengeluarkan senjata rahasianya. Sebelum mereka menikah pada 1982, katanya, sebenarnya keduanya terikat pada ikatan nikah di kantor urusan agama (KUA) Jatinegara, 1976. Mana yang benar? Pekan lalu, baik Thea maupun Nur sama-sama mengadu ke polisi, dan saling menuduh melakukan pemalsuan dan penipuan. Thea, 38, menuntut perceraian melalui Pengadilan Agama Jakarta Pusat terhadap suaminya Nur, 54, setelah terbunuhnya Roy Irwan Bharya - anak Thea dengan suami pertamanya, Dokter Bharya - yang diduganya didalangi Nur (TEMPO, 18 Agustus, Kriminalitas). Kecuali itu, Thea meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meletakkan sita jaminan atas harta Nur yang dianggapnya sebagai harta bersama sejak pernikahannya, Februari 1982. Nur, bekas pejabat Pertamina, menangkis serangan Thea dengan bukti yang mengejutkan. Katanya, gugatan Thea itu harus ditolak, karena mereka sebenarnya telah bercerai 11 Desember 1982. "Perkawinan itu tidak cukup setahun, karena tidak ada saling kecocokan antara kami. Ia selalu pergi pagi dan pulang malam," kata Nur, beberapa waktu lalu. Anehnya, Thea merasa tidak tahu-menahu dengan perceraian itu. Sebab itu, pengacaranya, O.C. Kaligis, menuduh Nur memalsukan surat cerai. "Bagaimana mungkin perceraian terjadi tanpa sepengetahuan pihak istri," ujar Kaligis. Apalagi, kata Kaligis, sampai terbunuhnya Roy, Agustus lalu Nur dan Thea masih hidup serumah sebagaimana layaknya suami istri. Belum selesai soal itu, giliran Thea mengajukan bukti yang mengagetkan. Dua pekan lalu, Thea mengungkapkan, sebenarnya mereka sudah menikah 1976. Untuk itu ia melampirkan surat nikah yang dikeluarkan KUA Jatinegara tertanggal 16 Agustus 1976. "Sebenarnya, saya sudah disumpah Nur untuk tidak akan menceritakan pernikahan 1976 itu. Tapi, karena ia mengingkari semua janjinya, saya terpaksa mengungkapkan kejadian itu," ujar Thea kepada TEMPO. Menurut bekas peragawati dan dosen ASMI itu, ia melangsungkan pernikahan dengan Nur hanya setahun setelah perceraiannya dengan Dokter Mikael Bharya, direktur Rumah Sakit Dharma Sakti, Jakarta. Untuk memperkuat bukti itu, Thea melampirkan foto-foto pada waktu upacara dilangsungkan. Hanya saja, menurut cerita Thea, pernikahan resmi itu terpaksa diulangi, 1982, karena didesak Nur. "Saya waktu itu menurut saja, karena saya mencintainya," kata Thea seperti ditirukan Kaligis. Giliran Nur yang menyangkal keras. Ia mengaku tidak tahu-menahu mengenai pernikahannya dengan Thea pada 1976 itu. "Bagaimana mungkin surat itu ada, padahal saya tidak merasa menikahinya waktu itu," ujar Nur. Ia hanya mengaku bahwa pada waktu itu ia akrab dengan Thea yang berstatus janda. "Waktu itu saya berusaha membimbingnya ke jalan yang baik," tutur sarjana ekonoml Ul itu. PENGACARA Nur dari Kantor Minang Warman, Yusuf Abdulah, dalam sidang pekan lalu menuduh surat nikah 1976 itu palsu. Sebagai bukti, Yusuf melampirkan surat kepala KUA Jatinegara, H.M. Jacoeb (9 Oktober 1984), yang menyatakan bahwa nama Thea dan Nur tidak pernah tercatat pernah menikah di kantornya. Sebab itu, Yusuf menuduh tindakan Thea itu perbuatan kriminal. Bahkan, pekan lalu, pengacara Nur itu secara resmi melaporkan Thea sebagai pemalsu surat nikah ke Polres Jakarta Pusat. Thea terkejut atas tuduhan itu. Sebab, katanya, jika surat itu palsu, berarti Nur yang memalsukan. Wanita itu mengaku menerima surat itu langsung dari tangan Nur, sebulan setelah mereka menikah pada 1976 itu. "Jika benar surat itu palsu, berarti sejak 1976 saya dengan Nur melakukan perzinahan. Saya kira, Nur yang sudah dua kali naik haji paham betul hukum zina," kata Thea. Sabtu, pekan lalu, Thea diantar Kaligis secara resmi melaporkan Nur ke polisi: Ia merasa ditipu. "Karena saya menganggap pernikahan 1976 itu sah, maka saya bersedia digauli sebagai istri oleh Nur Usman," kata Thea kepada polisi. Pihak mana yang sebenarnya menipu atau memalsu, Polres Jakarta Pusat yang berwenang mengusutnya. Putusan peradilan agama mungkin jadi petunjuk. Tapi, yang pasti, seperti diakui Pengacara Minang dan Kaligis, kasus perceraian ini merupakan perkara paling unik yang pernah mereka temukan. "Mereka sama-sama jago," kata mereka. Mana tahu, setelah ini, akan terungkap lagi bukti-bukti baru yang lebih unik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus