KECEMASAN penduduk Banda Aceh terhadap "hantu kojak", yang dikabarkan berkepala gundul dan suka menggigit wanita di malam hari, belum juga habis. Yang menjadi soal kini, dua orang yang disangka hantu itu, Syukri Ali dan Ismail alias Main, meninggal setelah ditahan polisi. Hanya saja, upaya keluarga Syukri untuk "mempraperadilankan" polisi kandas di pengadilan. Tapi kegagalan itu tidak menggoyahkan semangat keluarga Main, yang awal Oktober lalu baru memperingati hari kesepuluh meninggalnya Main, untuk menuntut hal serupa. "Hantu kojak", yang menggemparkan penduduk Aceh sejak pertengahan tahun lalu, selain mengakibatkan puluhan wanita muda menjadi korban, juga mendatangkan ekses-ekses. Syukri, 35, misalnya, yang menurut keluarganya menderita sakit ingatan Januari lalu tiba-tiba muncul di Jalan Kartini, Banda Aceh, dengan tubuh dan wajah coreng-moreng. Keruan saja, penduduk yang sudah "demam hantu" itu mengeroyok Syukri. Polisi datang mengamankan dan menahan Syukri. Setelah sebulan di kantor polisi, Syukri diantarkan pulang. "Keadaannya menyedihkan, tubuhnya lebam-lebam," kata Tasmun, adik Syukri. Sepekan kemudian Syukri meninggal. Maka, Tasmun menuntut Polri (TEMPO, 12 Mei). Setelah Syukri meninggal, "hantu kojak" ternyata masih beraksi, dan menimbulkan akibat lain. Yang tertimpa sial berikutnya adalah Main. Mei lalu, seorang putri Main, Kadimah (bukan nama sebenarnya), 14, digerayangi hantu yang menakutkan itu. Anak itu pingsan dengan luka di telinga kiri dan goresan di pipinya. Main kemudian membawa anaknya itu ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian itu. Tapi, polisi ternyata malah menangkap Main. Itu gara-gara Kadimah mengaku, konon dalam penglihatannya yang samar-samar, sang hantu mirip dengan ayah kandungnya. Walau bapak sembilan anak itu membantah keras tuduhan itu, polisi tetap "menyimpan"-nya juga selama 2 bulan 10 hari. Menurut pihak keluarga, Almarhum mengaku disiksa polisi, dan dipaksa tidur di lantai sel tahanan dengan hanya memakai celana kolor dan singlet. Permintaan Pengacara Yusuf Hasan, agar tertuduh ditahan luar sebelum disidangkan ditolak polisi. Polisi memberi alasan bahwa kasus Main sudah diserahkan ke kejaksaan. Sebab itu, walau sudah sakit-sakitan di tahanan, Main tetap dipindahkan dari tahanan polisi ke LP Keudah, Banda Aceh, menjelang sidang. Persidangan yang dimulai Agustus lalu, ternyata, mementahkan tuduhan polisi. Kadimah, yang menurut visum dokter selaput daranya robek akibat peristiwa itu, ternyata membantah telah menuduh ayahnya sebagai pelaku perkosaan. Bahkan, katanya, sejak di pemeriksaan pun Kadimah telah meminta polisi meralat tuduhan terhadap ayahnya. Tapi polisi memaksa "agar saya teken saja", kata Kadlmah. Barulah pada sidang keempat, majelis hakim yang diketuai Muzakir memerintahkan Main ditahan luar. Sebab, kesehatan Main yang belakangan menderita sakit beri-beri semakin parah, dan karena ada jaminan pengacaranya. Walau sudah di luar, keadaan Main semakin payah. Sementara sampai sidang terakhir, sidang kesembilan, bukti-bukti yang menguatkan tuduhan polisi tetap tidak bisa ditemukan. Tapi Main tidak sanggup lagi menunggu vomisnya. Ia meninggal akhir September lalu. Lalu, "Perkaranya gugur demi hukum," ujar Hakim Muzakir. Tapi keluarga Main belum menganggap persoalan selesai. Paman Almarhum, Haji Usman, bersiap-siap menuntut polisi ke lembaga praperadilan - seperti yang pernah dicoba keluarga Syukri. Sebab, kata Haji Usman, menjelang mayat Almarhum dikuburkan, dua orang polisi mencoba membujuk semua keluarga Main agar menandatangani pernyataan tidak akan menuntut apa pun di kemudian hari. Cerita polisi lain lagi. Kabag Operasi Polres Banda Aceh, Letnan Satu Polisi Djati Saragih, menduga ada "yang tidak beres" sehingga Main sulit dibuktikan sebagai "hantu kojak". Sebab, selama dirawat di rumah sakit, Kadimah dijaga ketat keluaranya. Apalagi anak itu, kata Saragih, sudah dibawa pulang keluarganya sebelum sembuh benar. "Tentu ada faktor X di balik itu," ujar Saragih. Padahal, kata perwira polisi itu, Kadimah sebelumnya sudah mengaku. "Bapak tidak perlu susah-susah mencari pelakunya. Dia itu ayah saya sendiri," kata Saragih, memirukan ucapan Kadimah. Hanya saja, setelah dua tersangka "hantu kojak" meninggal, si hantu yang menakutkan itu masih bergentayangan di ibu kota serambi Mekkah itu. Menurut kabar, korban terakhir si hantu malah seorang sersan Kowad yang tinggal di Asrama Keraton. Lantas apa dosa kedua almarhum?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini