Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tumbal Untuk Tegangan Tinggi

Gadis La Iccu, 19, dipenggal kepalanya di Desa Pang Kejene untuk tumbal menara PLN yang diborong CV Akhyat. Para terdakwa yang semula mengakui perbuatannya kini berbalik menyangkal.(krim)

10 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMENGGAL leher manusia untuk dijadikan tumbal bangunan ternyata memang ada. Itu dialami gadis La Iccu, 19, penduduk sebuah desa di Pangkejene Kepulauan (Pangkep), sehingga meskipun mayatnya telah didapati hanyut di sebuah sungai, sampai sekarang kepalanya belum ditemukan. Setidak-tidaknya itulah cerita yang disodorkan Jaksa Idrus di sidang Pengadilan Negeri Pangkep Kamis pekan lalu, ketika mengajukan Jarni dan Homang sebagai terdakwa. Enam terdakwa lain, yaitu Wainca, Mustari, Tarike, Beddu Sila, Jumma, dan Hafid Rani, minggu-minggu ini juga diadili di pengadilan yang sama. La Iccu yang tinggal di Desa Mangilu, Kecamatan Bungoro, terbunuh pada 27 Januari lalu. Esok harinya Habibong, kakak iparnya, menemukan korban sudah menjadi mayat tanpa kepala di Sungai Sumpang Leang. Selain mayat itu tak berkepala, polisi mendapati tanda-tanda perkosaan di tubuh gadis itu, berupa celana dalam dan BH yang robek. Sewaktu polisi melakukan penyidikan, diperoleh petunjuk berharga. Seorang penggembala bernama Muchtar, 9, mengaku pada hari naas itu melihat Wainca dan Mustari menyeret seseorang ke tepi sungai. Wainca adalah pemilik ternak yang digembalakan Muchtar, sedangkan Mustari, karyawan CV Akhyat, diketahui sering berada di sungai tersebut karena hobinya memancing. Menurut tuduhan Jaksa, Mustari dan Wainca menyeret korban ke tepi sungai dibantu oleh Tarike, Beddu, dan Jumma (murid kelas VI SD). Di sana Wainca menebaskan parangnya hingga kepala La Iccu putus. Setelah dipenggal, kepala korban diberikan kepada Hafid Rani, juga karyawan CV Akhyat, yang kemudian memberikan Rp 250 ribu. Rani sendiri, menurut berita acara pendahuluan dari polisi, mengaku mendapat pesanan kepala dari direktur CV Akhyat, Akhmad Siala. Oleh Homang, kepala tadi sempat ditaruh di dapur barak para pekerja proyek, sebelum akhirnya ditanam di bawah fondasi menara PLN ke-70 yang diborong CV Akhyat. Ketika itu, PLN memang tengah membangun 70 toeer transmission line (menara listrik tegangan tinggi) yang menghubungkan pabrik semen Tonasa I dan Tonasa II di daerah Pangkep. CV Akhyat adalah satu dari lima kontraktor yang memenangkan tender membuat menara tadi. Kebetulan CV itu mendapat bagian mengerjakan 10 toer yang terakhir, dengan nilai kontrak Rp 50 juta. Tapi Akhmad Siala, yang sampai kini dikenai wajib lapor, menolak tuduhan seolah ia telah memesan kepala manusia untuk ditanam di proyek yang sedang digarapnya."Saya ini orang Muhammadiyah. Menanam kepala kerbau saja haram bagi saya. Apalagi kepala manusia," ujar Siala berang. Lagi pula, katanya, "Apa untungnya saya menanam kepala manusia? Saya 'kan cuma pemborong, dan bangunan itu bukan milik saya." Sebab itu, ketika diajukan sebagai saksi dalam perkara Jarni dan Homang, Siala menantang: siapa yang percaya bahwa di bawah fondasi menara ke-70 ada kepala manusia boleh membongkarnya. Namun, bila di sana tak dijumpai apa-apa, yang membongkar harus membangun menara itu kembali. "Tantangan" Siala sejauh ini belum berjawab. Para terdakwa pun menyangkal semua tuduhan Jaksa. "Biar sampai mati, saya tak akan mengaku, karena saya memang tidak tahu apa-apa," kata Homang. Sedangkan Mustari berujar, "Kalau saya memang membunuh, saya berani menanggung dosa semua pengunjung sidang," katanya kepada hakim. Akan halnya Jarni segera memperlihatkan potongan gigi depannya yang menurut dia tanggal karena siksaan polisi. Para tersangka umumnya memang mengaku memberi keterangan kepada polisi karena disiksa. Wainca tak terkecuali. Bisa jadi ia juga tak tahu-menahu soal pemotongan kepala untuk tumbal itu. Tapi di kampungnya, ia dikenal sebagai orang yang serimg melakukan perkosaan. Kepala Desa Mangilu terus terang mengatakan bahwa Wainca orang yang nakal. Penyangkalan para terdakwa di muka sidang, tak urung, membuat polisi geleng kepala. "Aneh betul. Dulu mereka mengaku terus terang di hadapan Kapolres, Dandim, dan Kajari. Hanya Pak Bupati saja yang ketika itu tak mendengar pengakuan mereka karena tak hadir," ujar sumber TEMPO di kepolisian. Tapi, memang, polisi sendiri sempat mendua dalam menyidik perkara ini. Selain orang-orang CV Akhyat, ketika itu, polisi sempat mencurigai seseorang bernama Saidi. Soalnya, tak lama setelah mayat La Iccu yang tanpa kepala ditemukan, Saidi diketahui melakukan upacara mistik di rumahnya sampai trance. Upacara model begitu memang masih sering dilakukan sebagian penduduk pedalaman Sulawesi Selatan, dan biasanya dilakukan dengan cara dan syarat yang aneh-aneh. Sayangnya, ketika dicari, Saidi sudah keburu pergi entah ke mana - sampai sekarang. Jadinya, orang-orang itulah yang diberkas dan dijadikan terdakwa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus