SETELAH dibunuh dengan beberapa tusukan pisau, Menne boru Sipahutar 20, diperkosa. Tapi Misdi masih belum puas. Dengan pisau untuk membunuh itu pula, ia membelah perut korban. Hati Menne diambil, dibawa pulang dan digoreng. Esok harinya, sambil melenggang di depan masjid di desanya, Sidojadi, Kecamatan Siabu, Tapanuli Selatan, Misdi mengunyah hati goreng itu. "Sedap sekali, Kawan," ujarnya kepada Tutin Nasution, yang terlibat dalam pembunuhan dan perbuatan kanibal itu. Misdi sayang sekali, sampai kini masih buron. Ia kabur ketika tahu Polsek Siabu hendak menangkapnya. Sedangkan Tutin, 30, pekan lalu divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Padangsidempuan. Ia terbukti bersalah turut menganiaya Menne dan menusuk perut Ranti boru Sinaga, 22, rekan Menne. Peristiwa yang terjadi 27 Juni 1983 itu diceritakan Tutin kepada polisi. Ketika itu Menne dan Ranti baru pulang dari mencari kayu di hutan. Misdi, kata Tutin, segera memberi aba-aba untuk menyerang. Karena takut - Misdi dikenal sebagai jagoan di desanya - Tutin menghunus pisau dan menusuk Menne. Tapi luput, hingga sasara beralih kepada Ranti Wanita muda itu tertikam perutnya. Namun, ia masih bisa berlari mencapai desanya, Janjimatogu yang bertetangga dengan Sidojadi, sekitar 50 km dari Padangsidempuan. Penduduk bergegas menuju tempat yang ditunjukkan Ranti Mereka mendapatkan Menne sudah tewas dalam keadaan mengerikan, sementara kedua penyergap telah kabur. Polsek Siabu segera dilapori. Tapi Tutin baru bisa ditangkap hampir tiga bulan kemudian, sementara Misdi terlebih dulu lari. Sulitnya penangkapan itu karena Ranti tak mengenal penyergapnya. Ia hanya menyatakan bahwa yang menusuk perutnya mengenakan celana pendek cokelat berkaus merah. Hilangnya hati korban, setelah ia dibunuh dan diperkosa, memberi dugaan kuat bahwa pelakunya seorang yang mempunyai ilmu hitam. Polisi pun mengontak Ruslan, seorang dukun (kini sudah meninggal) yang sangat beken di Mompangjulu. Setelah bersamadi, Ruslan bisa melihat bahwa yang ngerjain Menne dan Ranti tak lain Misdi dan Tutin. Menurut Letnan Satu Yuskamnur kapolsek Siabu, yang kini bertugas di Polres Tapanuli Selatan, "Bantuan Ruslan diminta semata untuk memfokuskan penyidikan." Ternyata, yang dikatakan dukun itu, kata Yuskamnur, benar. Ketika polisi mulai mengamat-amati kedua tersangka, Misdi kontan menghilang. Beberapa hari kemudian Tutin lari, tapi sebulan kemudian ia kembali lagi untuk memberi uang belanja kepada istri dan ketiga anaknya. Saat itulah ia ditangkap. Cerita tentang pembunuhan dan Misdi yang memakan hati manusia itu, kata Tutin, ia karang saja karena tak tahan disiksa dalam tahanan. Ia malahan menyatakan, ada tiga penduduk Sidojadi yang bisa memberikan alibi bahwa saat pembunuhan terjadi, ia sedang menyaksikan permainan bulu tangks. Sayangnya, tiga orang yang ia sebutkan itu, Andak, Basyirun, dan Amrin, menyangkal keterangan Tutin. Basyirul, di muka sidang, bahkan menyatakan bahwa, pada hari terjadi pembunuhan itu, ia melihat Tutin membasuh muka di sumur masjid. Ketika itu ia mengenakan celana pendek cokelat dan kaus merah. Pakaian yang dikenakannya itu klop dengan kesaksian Ranti. Misdi, 32, memang dikenal sebagai jagoan yang sudah beberapa kali masuk penjara. Paling tidak, ia sudah enam kali keluar masuk LP Panyabungan dan beberapa kali kabur dari sana. Menurut seorang dukun di kampung itu, Misdi punya ilmu yang bisa mengalihkan arah peluru atau pisau. Sebab itu, ia dikenal kebal.- Ia juga punya ilmu rabun, hingga polisi yang mencarinya sering terkecoh. "Di mata si pencari, Misdi tampak seperti anak kecil atau kakek-kakek," kata dukun itu kepada TEMPO. Hanya, katanya, beberapa bulan sebelum kejadian, ayah tiga anak itu mengeluh karena ilmunya telah luntur. Pasalnya, karena ia melanggar pantangan: melihat mayat - yaitu saat ayah kandungnya meninggal - dan memperkosa seorang gadis di Sibabangun, Tapanuli Tengah. Guna memulihkan ilmunya, sesuai dengan anjuran gurunya, ia harus memakan hati manusia. Perkosaan terhadap Menne, yang sudah menjadi mayat, menurut dukun itu. seperti pernah dikatakan Misdi kepadanya, justru sebagai pelengkap agar ilmunya makin ampuh. "Yang tidak boleh 'kan memperkosa gadis baik-baik yang masih hidup," begitu konon Misdi berkata. Kanibalisme oleh Misdi itu di kampungnya sampai kini masih menjadi bahan pembicaraan. Hanya, sampai di mana kebenarannya, tampaknya masih harus dibuktikan lebih jauh. Apalagi karena Misdi kini masih terus diburu. "Fotonya sudah kami sebarkan ke berbagai polres," ujar Yuskamnur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini