Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Papi Mati Menyisakan Tanya

Wiyono, saksi penting dalam pelarian Tommy Soeharto, meninggal dalam tahanan polisi. Ia memang sangat dekat dengan keluarga Pak Harto.

2 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOLAK pisang adalah masakan terakhir Heri Sukamti untuk suaminya, Serma (Purn.) Wiyono. Kolak itu sedianya akan diantar untuk pembuka puasa sang suami, yang pekan lalu masih menjadi tahanan Polda Metro Jaya. Sayang sekali, penganan tadi tak pernah dinikmati Wiyono. Senin sore itu Heri dilarang polisi menemui suaminya di sana. Ia baru bertemu pasangan hidupnya selama 30 tahun itu pada Selasa pagi, tatkala Wiyono telah membeku sebagai mayat. Tentu saja Heri kalut. Mungkin kekalutan inilah yang membuatnya menolak otopsi, yang menurut polisi akan dilakukan atas jenazah suaminya. Satu hal yang kemudian disayangkan banyak pihak. Menurut penuturan Heri kepada Anas, wartawan TEMPO yang menemuinya di Klaten, Jawa Tengah, sekitar pukul 11.00 Senin pagi, ia masih sempat menelepon Wiyono. "Waktu itu suami saya menyatakan dirinya sehat," katanya terisak. Tetapi Heri juga mengakui, ia tidak sepenuhnya percaya. Soalnya, Wiyono menderita tekanan darah tinggi dan gejala sakit jantung. Tetapi, meskipun pada 1997 sempat terserang stroke, sang suami tak pernah mengeluhkan penyakitnya tersebut. "Bapak itu orangnya bandel," katanya. "Padahal, bila tekanan darahnya mencapai 170 saja, itu sudah membuatnya sakit." Khawatir akan kesehatan suaminya, Heri, bersama pengacara Elza Syarief, pernah meminta agar Wiyono dapat dirawat di rumah sakit. Memang, polisi sempat merespons permohonan tersebut, dengan memeriksakan Wiyono di balai pengobatan yang ada di lingkungan Polda Metro Jaya. Namun, permintaan Heri ditolak, setelah Kombes dr. Edy Saparwoko, yang memeriksanya, menyatakan tertuduh sehat-sehat saja. Wiyono, 60 tahun, ditangkap polisi dengan tuduhan terkait dengan buronnya Tommy Soeharto dan pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. Ia ditangkap sehabis bermain bulu tangkis, di depan rumahnya di kawasan Duripulo, Jakarta Barat. Dalam versi polisi, Wiyono si pemasok senjata kepada Tommy. Sepucuk senapan laras panjang, yang ditemukan polisi saat menggerebek sebuah rumah di Jalan Alam Segar awal bulan ini, diklaim sebagai barang bukti tuduhan tersebut. Belakangan, polisi meralatnya menjadi pelanggaran Pasal 1 UU Darurat Tahun 1951. Wiyono disangka memiliki dan menyimpan senjata api tanpa hak. Benarkah Wiyono terlibat pembunuhan Syafiuddin? Belum tentu, sebagaimana juga masih kaburnya tuduhan polisi tentang keberadaan Tommy di balik semua ini. Kedekatan Wiyono dengan keluarga mantan presiden Soeharto jelas masih belum cukup untuk membuktikan tuduhan itu. Memang sulit mengingkari adanya kedekatan, terlebih karena Wiyono telah 30 tahun lebih bergaul dengan mantan presiden ini. Sejak operasi pembebasan Irian Barat tahun 1960-an, ia sudah bergaul dengan Pak Harto, yang saat itu menjadi atasannya. Bahkan, kaki kiri Wiyono yang pincang disebut-sebut pula sebagai akibat kenekatannya menghadang peluru yang mengarah ke Soeharto pada saat yang sama. Sejak itulah ia mulai ditarik Soeharto menjadi bagian dari keluarganya. Selepas pensiun, tugas mengawal sang mantan penguasa Orde Baru beralih ke putra bungsunya. Kedekatan itu terus berlanjut bahkan setelah Soeharto turun dari kursi kepresidenan. Bagaimanakah sikap Wiyono sehari-hari? Di antara tetangganya, ia dikenal sebagai lelaki santun, taat beribadah, dan suka menolong. Tidak hanya di lingkungan rumah di Kelurahan Duripulo, tetapi juga di tempat lahirnya, Klaten. Menurut Noyo Suwito, tetangga jauhnya di Desa Sumber Wetan, Klaten, almarhum Wiyono dikenal murah hati. Setiap pulang mudik Lebaran, ia selalu menyempatkan diri mengunjungi para tetangganya yang kurang mampu untuk menyantuni. Lebaran lalu, Noyo sempat berbincang dengan Wiyono, yang berniat membantu pemugaran masjid di kampung itu. Hal sama juga dilakukannya di Jakarta. "Lebaran lalu, kami menerima bantuan beras, uang, dan kain sarung dari almarhum," kata Umar, penjual sate yang sering mangkal di depan rumah Wiyono. Karena kedermawanannya inilah, ia oleh para tetangganya lebih sering disapa dengan panggilan akrab "Papi". Kedermawanannya dimungkinkan karena Wiyono tergolong kaya. Meskipun secara resmi uang pensiun almarhum hanya Rp 700 ribu, di Jakarta ia memiliki dua buah rumah. Selain bangunan bertingkat dua yang ditinggalinya di kawasan Duripulo, ia juga mempunyai rumah di bilangan permukiman cukup mewah di Kelapagading, Jakarta Utara. Rumah ini pemberian Pak Harto, yang dikenal suka menghadiahi rumah buat para pengawalnya. Selain itu, almarhum juga disebut-sebut memiliki dua pompa bensin. "Ah, soal itu tak usah ditulislah," kata Ny. Heri saat dikonfirmasi. Yang terang, ia tidak berusaha membantah. Pada saat terakhirnya, sejarah hidup Wiyono merekam banyak kebaikan. Selepas bertugas sebagai anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), 1989, gairah keagamaan Wiyono memang meningkat pesat. Sejak 1991, almarhum menjadi ketua pengurus masjid di lokasi tempat tinggalnya. Ia juga meminta tiga orang ustad datang bergiliran tiap Kamis dan Jumat malam untuk mengajarinya ilmu-ilmu agama. "Saya hanya ikut terimbas," kata almarhum kepada Tabrani Alwi, ketua RT di wilayah kediamannya, sesaat setelah penahanannya. Bagaimanapun, ia tokoh kunci yang kesaksiannya sangat berharga. Setelah ia pergi, yang tinggal hanyalah pertanyaan. Darmawan Sepriyossa, Rommy Fibri, dan Edy Budiyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus