MUNGKIN ini pertama kalinya pengadilan terpaksa ikut turun tangan menyelesalkan sengketa sebuah organisasi sosial. Pengadilan Negeri Bandung, pekan lalu, memutuskan bahwa salah satu dari kepengurusan kembar Paguyuban Pasundan tidak sah. Bahkan, kongres organisasi daerah terbesar di Jawa Barat, yang diselenggarakan Mei tahun lalu, diputuskan hakim "batal demi hukum". Karena itu, semua hasil kongres, termasuk perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi itu, terpaksa dibatalkan. Majelis hakim, yang diketuai M.S. Lumme, berdasarkan keputusan itu hanya mengakui kepengurusan lama paguyuban itu, yaitu pengurus yang dipimpin R. Kendo Sukanda Bratamanggala. Yang menarik, R. Kendo, sebagai penggugat dalam perkara itu, yang memimpin pengurus periode 1978-1983, telah mengajukan pertanggungjawaban dalam kongres yang berlangsung 19-21 Mei 1983. Bahkan Kendo termasuk salah seorang dari tiga orang formatir untuk membentuk pengurus baru. Dalam Kongres itu pula ditetapkan perubahan anggaran dasar, sehingga ketua formatir, Adjam Syamsoepraja, otomatis diangkat sebagai ketua umum yang baru. Tapi, ternyata, hasil kerja formatir itu tidak disetujui Kendo. Ketua umum pengurus lama itu bahkan tidak mengakui kepengurusan yang baru dibentuk dan diketuai oleh Adjam. "Karena belum serah terima jabatan," kata Kendro dalam gugatannya. Selain itu, ia merasa berhak mengelola Yayasan Pendidikan Pasundan (YPP), sesuai dengan akta notaris yang menyebutkan, kepengurusan YPP itu baru akan berakhir 6 Juli 1985. Keberatan Kendo yang lain adalah tindakan pengurus baru - yang tidak diakuinya itu - yaitu mengubah nama paguyuban menjadi Pengurus Puseur Paguyuban Pasundan. "Saya menggugat melalui pengadilan, karena saya yakin keputusan hakim akan obyektif. Ternyata, memang saya yang benar, sesuai dengan keyakinan saya sejak semula," ujar Kendo kepada TEMPO. Namun, Kendo membantah bahwa ia ingin tetap berkuasa di paguyuban yang konon mempunyai omset sekitar Rp 3 milyar setahun dari bisnis organisasi di berbagai bidang usaha. Paguyuban Pasundan, selain mempunyai 63 lembaga pendidikan dari TK sampai ke perguruan tinggi, juga mempunyai percetakan, koran, dan usaha sosial lainnya. Tergugat, ketua umum Puseur Paguyuban Pasundan, Adjam, kaget. "Saya sangat terkejut dan bingung dengan putusan hakim itu," ujar Adjam. Masalah utama yang disengketakan, menurut Adjam, adalah soal rebutan ketua umum. "Kok kini yang diputuskan tidak sahnya kongres," kata Adjam tidak mengerti. Sebenarnya, menurut Adjam, kongres yang lalu itu berjalan lancar - bahkan juga waktu terjadi pemilihan formatir. Sengketa muncul ketika formatir menyusun pengurus baru. "Kami menginginkan jalan musyawarah dan mufakat, tetapi kami diajaknya berkelahi, ya, kami melawan," ujar Adjam lagi. Adjam kemudian mengalah dan mencari kantor lain. Ketua YPP yang baru, Wigandi Wangsaatmadja, yang diangkat Adjam, malah menganggap putusan hakim itu tidak sah. "Pengadilan tidak berhak mencampuri urusan organisasi," ujar Wigandi. Menurut pengurus YPP itu, yang berhak menilai hasil kongres itu sah atau tidak adalah anak cabang dan anggota organisasi itu sendiri. "Bukan pihak ketiga," ujarnya. Sebab itu, menurut Wigandi, Pengurus Puseur Paguyuban Pasundan menyatakan banding. Hakim Lumme, yang memutuskan perkara itu, tenang saja menghadapi protes pengurus hasil kongres itu. "Pengadilan berwenang untuk menilai dan memutuskan sengketa itu karena organisasi itu berbadan hukum," ujar Lumme. Kongres yang lalu itu, menurut Lumme, batal karena kongres itu mengubah AD/ART organisasi. Padahal, katanya, menurut AD/ART lama, perubahan peraturan organisasi hanya bisa dilakukan kongres khusus. Sebab itu, menurut Lumme, ia mengembalikan organisasi Pasundan itu kepada keadaan sebelum kongres, dan berarti dengan ketua umum yang lama. "Keputusan itu sulit diterima akal, tapi tidak bisa dibantah," tambah Lumme.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini