VONIS hukuman mati, yang jarang jatuh, dikenakan juga oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ujungpandang. Haji M. Nur, menurut majelis hakim yang diketuai Said Harahap, terbukti "menghabisi" keluarga mertuanya: Hajjah Suhada, mertua perempuannya, Rosmiaty, dan Sahruddin, adik iparnya, serta Ismail, keponakannya. Putusan Said Harahap, yang dijatuhkan akhir bulan lalu, merupakan hukuman mati pertama bagi perkara pidana dalam sejarah Pengadilan Negeri Ujungpandang. Hakim Said Harahap sangat meyakini keputusannya, walau sebelumnya Jaksa Moh. Yamin hanya menuntut hukuman penjara seumur hidup. "Tidak ada tempat bagi orang seperti dia untuk hidup di bumi Pancasila ini," kata Said Harahap mantap. Perbuatan Nur, menurut hakim itu, "sangat biadab" masa menghabisi orang-orang yang seharusnya disayanginya. Sebelum mengambil keputusan terberat itu, kata Said, ia sudah meminta petunjuk Tuhan lebih dulu. "Kami tidak bermaksud mendahului keputusan Tuhan terhadap hamba-Nya," ujar Said Harahap. Perbuatan Nur, seperti terbukti di pengadilan, memang mengerikan. Subuh, November tahun alu, Haji Badaruddin baru saja meninggalkan rumahnya di Kelurahan Antang, Ujungpandang. Beberapa menit setelah kepergian mertua Nur itu pembantaian terjadi. Dari enam orang penghuni rumah yang ditinggalkan Badaruddin, ketika itu, hanya dua orang yang selamat, yaitu putra bungsunya Yudi, 3, dan Nur, menantunya yang kebetulan bermalam di sana. Semula, ketika tetangga berdatangan, Nur mengarang cerita tentang perampokan di rumah mertuanya. Ia bahkan melarang tetangga memasuki rumah mertuanya dengan alasan perampok masih berada di dalam. Dan, ketika polisi datang, ketahuan bahwa selain empat mayat yang mati akibat bacokan senjata tajam, si empunya rumah kehilangan uang sekitar Kp 9 juta berikut 222 gram emas perhiasan milik Almarhumah Suhada. Namun, penyidikan polisi memojokkan Nur sebagai pelaku "perampokan" itu. Seorang sopir Haji Badaruddin. Hasan, mengaku ikut membantu Nur menghabisi keluarga mertuanya dengan janji imbalan sebesar Rp 1 juta. Beberapa saksi, di antaranya istri Hasan sendiri, mengaku melihat Hasan bersama Nur mencuci badannya yang terkena percikan darah. Saksi yang lebih menentukan adalah Yudi. Anak itu rupanya menginap kedua orang itu ketika mengganas. Sebab itu, majelis hakim yakin bahwa Nur dan Hasan yang melakukan pembunuhan. Motifnya, menurut Said, Nur iri hati kepada adik iparnya, Rosmiaty, 17, yang dibikinkan rumah baru oleh ayahnya, sementara istri Nur, H. Fatmawaty, belum punya rumah sendiri. Hasan, menurut Hakim, hanyalah orang suruhan. Untuk itu, hakim memvonis Hasan dengan hukuman penjara seumur hidup. Jaksa Moh. Yamin, yang sebelumnya menuntut hukuman seumur hidup, menyetujui putusan hakim itu. "Ia memang pantas dihukum mati," ujar Yamin. Namun, untuk menuntut hukuman semaksimal itu, Yamin mengaku tidak bisa. "Bukan soal takut atau berani, tapi soal hati nurani," tambah Yamin. Jaksa itu mengaku, hati nuraninya hanya menginginkan Nur dituntut seumur hidup. Keluarga Badaruddin, yang hampir punah, merasa gembira dengan putusan hakim itu. Sampai-sampai Badaruddin memberi nama Said Harahap kepada cucunya yang dilahirkan menjelang vonis. Cucu Badaruddin itu tidak lain adalah anak pertama M. Nur dengan H. Fatimah. Nur, 21, sampai ia menyatakan banding, awal bulan ini, masih tetap menyangkal sebagai pelaku pembunuhan itu. "Saya tidak pernah mengaku - sampai matipun saya tidak akan mengaku," ujar Nur. Menurut Nur, pelaku pembunuhan memang betul-betul perampok. Sebab itu. ia menyesali Hasan, yang, katanya mengarang cerita setelah dipukuli polisi di tahanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini