Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Kampanye Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Jumisih mengatakan pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan menguntungkan kedua belah pihak. Sebab, kata Jumisih, di dalam draf RUU tersebut diatur mengenai perjanjian kerja yang disepakati oleh PRT dan pemberi kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemberi kerja tidak perlu khawatir bahwa kehadiran regulasi ini hanya menguntungkan pekerja rumah tangga saja,” ujar Jumisih saat ditemui di sela-sela demonstrasi oleh pekerja rumah tangga di depan patung kuda, Jakarta Pusat, Sabtu, 15 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumisih menjelaskan keuntungan dengan adanya perjanjian kerja tersebut. Kedua belah pihak bisa menyepakati aturan dan sistem kerja secara bersama. Dengan begitu, kata dia, baik pekerja maupun majikan diikat dengan aturan tertulis dengan sejumlah konsekuensi yang disepakati.
“Jadi pemberi kerja juga diuntungkan dengan kehadiran regulasi ini,” kata Jumisih.
Perjanjian kerja itu mengatur tentang jam kerja, cakupan kerja serta hak dan kewajian pekerja rumah tangga. Selama ini, kata dia, para pekerja rumah tangga seringkali bekerja di luar beban dan waktu yang panjang.
“Mereka juga rentan mendapatkan diskriminasi. Semangat RUU PPRT ini ingin menghapuskan itu semua sehingga negara mengakui bahwa PRT adalah pekerja, sama seperti pekerja lainnya yang mendapatkan hak dan jaminan perlindungan,” ujarnya.
Berdasarkan catatan JALA PRT, sepanjang 2015 hingga 2023, terjadi 3.257 kasus kekerasan terhadap PRT. Sebagian besar korban mendapatkan kekerasan fisik, jam kerja berlebih serta upah yang tidak sebanding dengan beban kerja yang diberikan.
Berdasarkan kondisi di atas, Jumisih mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat segera mengesahkan RUU PPRT. Kehadiran regulasi tersebut penting mengigat besarnya jumlah PRT di Indonesia. Saat ini, Jumisih memperkirakan setidaknya terdapat lebih kurang 5 juta orang yang bekerja sebagai PRT.
“PRT ingin ada hubungan yang setara dengan pemeberi kerja. Aturan ini akan mempertegas apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam hubungan kerja. PRT ini adalah pekerja, bukan pembantu,” ujarnya.
RUU PPRT saat ini masuk salah satu daftar program legislasi nasional prioritas. Pada periode lalu, DPR sempat membahas RUU ini di tingkat Badan Legislasi. Ketika itu, kata Jumisih, pemerintah juga telah menyerahkan daftar inventarisir masalah (DIM) RUU tersebut untuk dibahas dan diambil keputusan pengesahannya.
“Kami mendorong agar RUU ini menjadi carry over sehingga pembahasannya dilanjutkan oleh anggota DPR periode saat ini,” kata Jumisih.