Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kebebasan beragama setiap warga negara dijamin oleh undang-undang.
Komnas HAM telah mengeluarkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Kementerian Agama Kota Surabaya sudah menengahi dan menawarkan jalan tengah.
JAKARTA — Kericuhan antara massa Gerakan Pemuda (GP) Ansor dengan anggota jemaah pengajian Syafiq Riza Basalamah di Surabaya, Jawa Timur, mencederai hak asasi manusia dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan. Hal itu disampaikan oleh Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anis mengatakan kebebasan beragama dan berkeyakinan setiap warga negara dijamin Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E, juga Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Maka tidak ada alasan antarkelompok atau individu saling mengganggu dalam urusan agama. “Itu bagian dari hak yang dijamin, dihormati di Indonesia,” kata Anis saat dimintai konfirmasi Tempo, Selasa, 27 Februari 2024.
Anis menuturkan, sebagai pedoman, Komnas HAM telah mengeluarkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Aturan yang diterbitkan pada 2020 itu memuat tentang bagaimana keyakinan beragama bukan hanya dijamin undang-undang, tapi juga secara aturan internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anis, setiap orang berhak memilih dan menetapkan agama atau keyakinan masing-masing. Jadi, perbedaan pandangan antarumat beragama atau di dalam suatu agama semestinya tidak bisa menjadi basis seseorang berselisih paham, apalagi sampai ada konflik. “Kita harus menerapkan prinsip-prinsip menghormati agama dan keyakinan, toleransi, serta moderasi,” katanya.
Mediasi GP Ansor Gunung Anyar Surabaya dengan takmir Masjid Assalam Purimas, di Gunung Anyar, Surabaya, 22 Februari 2024. Dok. GP Ansor Gunung Anyar Surabaya
Dalam SNP yang dikeluarkan Komnas HAM itu negara harus memberikan sanksi pidana terhadap setiap tindakan yang dianggap mendukung kebencian agama (religious hatred) yang menghasut untuk dilakukannya tindakan diskriminasi, permusuhan, dan kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UU Nomor 12 Tahun 2015 mengenai Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
Namun, kata Anis, pihaknya belum bisa memastikan apakah peristiwa di Surabaya itu masuk kategori peristiwa pelanggaran HAM atau tidak. Sebab, saat ini Komnas HAM belum menyelidiki peristiwa itu. “Dalam menetapkan peristiwa itu melanggar HAM atau tidak, kami harus melakukan pemantauan, penyelidikan, pemanggilan saksi, dan sebagainya,” kata Anis. “Nanti kami akan cek apakah ada laporan tentang hal itu.”
Sementara itu, guru besar Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya, Ali Nurdin, menyebutkan bahwa penolakan kajian ini memiliki akar penyebab yang kompleks. Salah satunya Syafiq Riza Basalamah yang dinilai beraliran salafi, yang cenderung ekstrem. Terutama untuk kalangan umat Islam yang beraliran ahlusunah waljamaah seperti Nahdlatul Ulama (NU). “GP Ansor sebagai organisasi otonom NU tentu beririsan langsung dengan paham yang diajarkan oleh Syafiq,” kata Ali kepada Tempo pada Senin, 26 Februari lalu.
Ali melanjutkan, penolakan seperti itu tidak baik jika dilihat dalam perspektif komunikasi. Khususnya relasi antarinternal umat beragama. Ali pun menyoroti adanya kericuhan yang berujung pada laporan polisi atas peristiwa yang terjadi. Hal itu dinilai sebagai kurangnya pemahaman konteks lingkungan masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah.
Maksudnya, setiap orang boleh menggelar pengajian atau mengundang tokoh agama dari luar wilayahnya, tapi harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. “Apakah lingkungannya dapat menerima kehadiran tokoh tersebut atau tidak? Tujuannya agar tidak terjadi peristiwa penolakan dari masyarakat,” kata Ali.
Sebaliknya, masyarakat sekitar juga harus mengedepankan pikiran positif untuk dapat menerima seseorang. Terlebih jika pesan yang disampaikan tokoh tersebut belum terbukti dapat memicu konflik.
Selain itu, kedua pihak harus saling mengendalikan ego kelompok masing-masing berdasarkan kesepakatan bersama. Berkaca pada kasus tersebut, kedua pihak juga sudah membuat kesepakatan. “Keduanya juga harus duduk bersama, melakukan tabayun dan menentukan kesepakatan terbaik untuk kemaslahatan umat serta syiar Islam,” ucap Ali.
Melihat peristiwa keributan di Surabaya, Ali menilai bahwa pesan moderasi beragama menjadi sangat penting, yakni keseimbangan pengamalan agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan. “Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik beragama akan menghindarkan dari sikap ekstrem, fanatik, dan revolusioner,” ujarnya.
Kericuhan terjadi di Masjid Assalam Purimas, Gunung Anyar, Surabaya, pada Kamis malam, 22 Februari lalu. Musababnya, rombongan GP Ansor tiba-tiba mendatangi masjid itu dan ingin pengisi pengajian, yakni Syafiq Riza Basalamah, membatalkan acaranya.
Ketua umum dan penanggung jawab acara, Abu Rozan, mengatakan GP Ansor Banser Kecamatan Gunung Anyar memang tidak menghendaki agenda kajian ini sejak awal. GP Ansor juga telah mengirim surat permintaan pembatalan kajian pada 20 Februari lalu. “Namun panitia memutuskan tetap melanjutkan dengan alasan kegiatan kajian dilindungi undang-undang. Lalu kegiatan ini juga bentuk edukasi kepada masyarakat,” kata Abu.
Pada saat acara berlangsung, Abu menginstruksikan kepada koordinator lapangan agar menahan para personel Banser di depan pintu gerbang masjid. Alasannya, demi ketertiban di area masjid.
Kendati demikian, pihaknya tetap membolehkan anggota Banser masuk masjid dengan memenuhi syarat, yakni melepas atribut ormas atau tetap menggunakan atribut, tapi hanya perwakilan tiga orang. “Lalu pada sekitar pukul 17.15 WIB, seorang panitia acara berinisial N didorong anggota Banser. Korban didorong, tapi personel Banser terjatuh karena tersandung trotoar,” ucap Abu.
Kemudian, Abu menerangkan bahwa N langsung ditarik dan dipukuli para anggota Banser lainnya. Akhirnya, terjadilah baku hantam.
Sekretaris PC GP Ansor Kota Surabaya, Rizam Syafiq, mengatakan pihaknya memang berkeberatan terhadap agenda kajian itu. Sebab, Syafiq Riza dinilai kerap menyerang ajaran NU. Misalnya terkait zikir bersuara yang dianggap nyanyi ramai-ramai.
Karena itu, Pimpinan Anak Cabang GP Ansor melayangkan surat keberatan terhadap Syafiq Riza Basalamah pada 20 Februari lalu. Pihaknya juga mengaku telah bermusyawarah dengan takmir masjid dan difasilitasi oleh Polsek Gunung Anyar pada Kamis, 22 Februari lalu. “Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk meniadakan pemateri Syafiq Riza Basalamah demi menjaga kekondusifan di Gunung Anyar,” kata Rizam.
Selain itu, penyelenggara menyepakati tidak ada pengerahan massa saat kegiatan tersebut. Yang ada hanya kegiatan salat magrib berjemaah. “Kesepakatan itu diingkari panitia. Banyak anggota jemaah yang berdatangan,” kata Rizam.
GP Ansor Gunung Anyar Surabaya di Masjid Assalam Purimas, Gunung Anyar, Surabaya, 22 Februari 2024. Dok. GP Ansor Gunung Anyar Surabaya
Kementerian Agama Kota Surabaya langsung merespons peristiwa itu. Pihaknya mengaku sudah menengahi dan menawarkan jalan tengah. “Kami sudah mendapat hasil rapat dan sudah ada jalan keluar sesuai dengan yang ditulis media juga,” kata Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag Surabaya, Achmad Faisol, Senin, 26 Februari lalu.
Faisol mengatakan rapat itu juga dihadiri pihak GP Ansor, yayasan yang mengadakan acara, dan Polsek setempat. Ketiganya bersepakat meniadakan kajian Ustad Syafiq. “Tapi mungkin di lapangan ada miskomunikasi. Namun saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa,” ucap Faisol.
Dia mengatakan Kemenag juga turut mengedepankan jalan tengah untuk kasus tersebut. Juga mengutamakan agar semuanya berjalan kondusif. “Seperti tagline kami tentang moderasi beragama, supaya cara pandang masyarakat tentang keagamaan ada di jalan tengah, tidak ekstrem. Ini semata-mata untuk persatuan."
Selain itu, pihaknya membantah soal kabar Kemenag Surabaya akan mengeluarkan larangan kajian Ustad Syafiq. Sebab, masyarakat dianggap sudah bisa memilah-milah informasi. “Oh, tidak sama sekali (melarang). Belum ada fatwa seperti itu. Kami tetap mengutamakan jalan tengah, yakni komunikasi. Kami juga tidak membela siapa pun karena masyarakat sudah paham (informasi) dari media sosial. Sudah bisa melihat pola Ustad Syafiq seperti apa,” kata Faisol.
Usai pembubaran pengajian, lewat akun media sosialnya, Syafiq Basalamah meminta jamaahnya dan bersabar dan berbaik sangka. "Insya Allah kita ketemu lain waktu ya, dan ramadan sudah dekat," tuturnya.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | HANAA SEPTIANA (SURABAYA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo