Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pemotret Porno Dari Pabrik Tegel

Narmo, 35, diadili PN Surakarta. Dituduh memaksa pasangan-pasangan yang berpacaran untuk difoto dengan adegan jorok. Korban: Yuli, Yuni, & Sumo. diduga terdakwa mengidap kelainan dalam seks. (krim)

22 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AWAS, bila Anda berpacaran di Solo, di tempat terbuka di malam hari. Bisa-bisa Anda mengalami nasib seperti Yuli-Yuni, atau pasangan Sumo-Sumi (semua cuma nama bikinan, meski pasangan itu benar-benar ada). Bayangkan. Begitu setrum asmara sampai ke ubun-ubun, dan pertunjukan life show akan dimulai, ditonton jangkrik dan kecoak tiba-tiba seperti ada kilat menyambar. Arahnya bukan dari langit, tapi dari sebuah lampu blitz. Sesosok bayangan lalu muncul. Bukan untuk marah atau menggertak. Eh, malah orang yang baru muncul ini memerintahkan agar pertunjukan terus dilanjutkan. Bahkan ia memberi komando -- seperti sutradara film saja. Mereka disuruh melakukannya dengan posisi berdiri, duduk, atau jongkok. Dan di setiap pergantian posisi, lampu kamera terus menyambar. Puas memotret, seperti tak terjadi apa-apa, sosok bayangan tadi ngeloyor begitu saja. Sosok itu bernama Narno, (ini nama sebenarnya), bujangan 35 tahun, karyawan pabrik tegel yang belakangan ini sedang diadili secara tertutup di Pengadilan Negeri Surakarta. Ia memang lain, gemar mengintip orang pacaran di semak-semak, dan membuat foto-foto mereka dalam adegan yang panas dan merangsang. Kurang jelas, adakah dia sendiri senang, atau pernah, pacaran, dan gemar dipotret. Sumber di Polres Surakarta menduga foto-foto tadi kemungkinan untuk dijual. Bukan rahasia lagi, foto porno tak terpengaruh oleh resesi atau harga minyak. Jenis komoditi yang ini tetap gampang laku. Narno bisa diadili gara-gara Yuli, 33, yang November tahun lalu kencan dengan Yuni di Taman Jurug. Pasangan ini terkejut waktu tersangka tiba-tiba nongol. Yuli-Yuni dipaksa meneruskan adegan hot itu. Yuli menolak, ini soal pribadi, dan mana pula bisa syur, kalau ditonton. Terjadi pertengkaran, maka esoknya Yuli mengadu ke polisi, dan Narno pun ditangkap. Namun, sebelum itu, Sumo, 30 (dan 28 pasangan yang lain, tentunya), tak bisa menolak perintah tersangka. November tahun lalu, kata Sumo -- ayah dua anak yang bekerja sebagai pegawai negeri -- ia kencan dengan seorang pacar. Saat berpelukan di atas sepeda motor, di tepi jalan Banyu Anyar, muncul tersangka, yang segera menanyakan kartu pengenal. Sumo tak berkutik saat pria yang disangkanya ABRI itu menyuruhnya pergi ke pinggir sawah. "Karena takut, kami menurut saja," ujarnya. Keduanya tetap tak membantah saat disuruh bugil dan melakukan adegan porno. Tersangka, kata Sumo, mengawasi dan mengambil sesuatu dari balik jaket. "Saya pikir dia mengambil pistol dan kami mau ditembak. Rupanya, dia mengambil kamera," katanya kepada E.H. Kartanegara dari TEMPO. Puas memotret, Sumo dan pasangannya ditinggal begitu saja. "Foto yang dibuat tersangka memang jorok dan merangsang berahi," komentar sumber di Polres Surakarta. Itu dibenarkan Sudiharjo (pembela) dan Tjitroyuwono, bos tersangka di pabrik tegel cap kuda. Hanya, keduanya tak yakin, Narno memotret untuk kemudian dikomersialkan. "Dia hanya ingin mencoba kamera barunya," tutur Sudiharjo. Narno memang baru melakukan "penyutradaraan" beberapa hari setelah ia membeli kamera, Kodak Signet 535, seharga Rp 30-an ribu. Yang dipotret juga bukan hanya orang bugil. Bunga, atau obyek lain yang menarik hatinya, pun dipotret dan dipajang di rumahnya. Tjitro menduga, kemungkinan besar Narno mengidap kelainan dalam soal seks. "Dia seperti cemburu melihat orang pacaran. Ada lima karyawan pabrik yang dia pecat, karena ketahuan berpacaran," katanya. Di perusahaan ini, Narno boleh dibilang memang tangan kanan Tjitro. Akan halnya Narno, tentunya dia tak merasa punya kelainan apa-apa. "Saya memotret cuma karena ingin memotret," katanya pelan. Tapi mengapa orang pacaran yang sering dipotretnya, itu yang tak diungkapkannya. Kini terpulang kepada psikolog, yang tentunya dibutuhkan dalam perkara ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus