Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pemerintah tidak memprioritaskan pemulangan Reynhard Sinaga, narapidana kekerasan seksual di Inggris. Begitu juga untuk tersangka terorisme yang ditahan di Guantanamo, Hambali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penegasan itu disampaikan Yusril untuk menanggapi pertanyaan dalam rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Wakil Menteri Koordinator Bidang Kumham Imipas Otto Hasibuan; dan Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Wamenko Polkam) Lodewijk F. Paulus. "Saya sudah menegaskan bahwa kasus kedua orang ini tidaklah menjadi prioritas bagi pemerintah untuk segera merepatriasi yang bersangkutan ke sini," kata Yusril, Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski demikian, kata Yusril, pemerintah tetap mempertimbangkan kasus Reynhard dan Hambali sebab menjadi tanggung jawab negara untuk memberikan perhatian kepada warga negaranya, sekalipun berada di luar negeri. "Setiap warga negara di mana pun menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberikan perhatian, perlindungan dan pembelaan," ujarnya.
Yusril menjelaskan, berdasarkan aturan hukum yang berlaku di Inggris, Reynhard Sinaga bisa mengajukan permohonan keringanan setelah menjalani hukuman penjara selama 30 tahun. "Jadi enggak mudah karena memang kasus yang sangat berat," ucapnya.
Adapun untuk Hambali yang ditahan di Guantanamo selama lebih dari dua dekade tanpa proses peradilan, Yusril menjelaskan, pemerintah telah meminta pemerintah Amerika Serikat untuk segera mengadili yang bersangkutan. “Tapi sampai hari ini tidak pernah diadili. Jadi itu juga masalah terorisme pada satu pihak, pada lain pihak masalah Hak Asasi Manusia juga. Kami belum ada satu pembicaraan yang agak rinci mengenai (pemulangan) Hambali," katanya.
Menurut Yusril, perhatian pemerintah saat ini tertuju pada kasus-kasus yang melibatkan buruh migran Indonesia di luar negeri. "Seperti ada sekitar 54 warga negara Indonesia yang dipidana mati di Malaysia, juga Arab Saudi," ucap dia. “Itu lebih prioritas kita selesaikan."