Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pencari Bekicot Diintimidasi dan Salah Tangkap, ICJR: Pidana Polisinya, Jangan Cuma Sanksi Etik

Kusyanto, seorang pencari bekicot di Grobogan dipaksa dan diintimidasi polisi agar mengaku sebagai pencuri pompa diesel. Ternyata salah tangkap.

10 Maret 2025 | 20.49 WIB

Kapolres Grobogan AKBP Ike Yulianto mengunjungi rumah Kusyanto, pencari bekicot yang jadi korban salah tangkap polisi di Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Minggu, 9  Maret 2025. (ANTARA/HO-Humas Polda Jateng)
Perbesar
Kapolres Grobogan AKBP Ike Yulianto mengunjungi rumah Kusyanto, pencari bekicot yang jadi korban salah tangkap polisi di Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Minggu, 9 Maret 2025. (ANTARA/HO-Humas Polda Jateng)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR turut menyoroti aksi Aipda IR yang mengintimidasi pencari bekicot, Kusyanto di Grobogan, Jawa Tengah. Dalam video yang beredar luas, Kusyanto dipaksa untuk mengaku mencuri pompa diesel dan dipermalukan di hadapan masyarakat setempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti ICJR Iqbal Muharam Nurfahmi mengatakan, tindakan Aipda IR tidak dapat ditoleransi dan harus dipandang sebagai permasalahan serius. Propam Polres Grobogan harus segera melakukan investigasi yang transparan dan independen, termasuk mengusut secara pidana perbuatan IR. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kejadian ini jelas melanggar prinsip-prinsip yang diatur dalam Pasal 7 Konvensi Anti Penyiksaan," kata Iqbal dalam keterangan resminya, Senin, 10 Maret 2025. 

Peristiwa intimidasi Aipda IR terhadap Kusyanto terhadi pada hari Minggu, 3 Maret 2025. Videonya viral di media sosial. Satreskrim Polsek Geyer akhirnya mengungkapkan bahwa tuduhan pencurian pompa diesel terhadap Kusyanto tidak dapat dibuktikan. Kusyanto kemudian dipulangkan, namun telah mengalami berbagai bentuk intimidasi dan penyiksaan selama proses tersebut. 

Iqbal mengatakan, dalam konvensi anti penyiksaan, tidak seorangpun dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.  

"Meskipun KUHAP tidak mengatur secara tegas, Pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa keterangan tersangka dan/atau saksi kepada penyidik harus diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan/atau dalam bentuk apa pun," kata Iqbal. 

ICJR mendesak Propam maupun Polres Grobogan menggunakan instrumen pidana dalam memproses IR yang melakukan penyiksaan maupun intimidasi paling tidak dengan dugaan tindak pidana Pasal 421 KUHP dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan atas tindakan setiap pegawai negeri termasuk polisi di dalamnya yang dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya memaksa orang untuk melakukan, tidak melakukan sesuatu, ataupun membiarkan sesuatu.  

"Adapun Aipda IR juga dapat dikenakan Pasal 422 KUHP yang memuat ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun bagi seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan," kata Iqbal. 

Iqbal mendesak agar kasus ini jangan hanya berhenti pada sanksi etik. Karena, Kusyanto sebagai korban penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang mengalami trauma mendalam.

Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus