Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR turut menyoroti aksi Aipda IR yang mengintimidasi pencari bekicot, Kusyanto di Grobogan, Jawa Tengah. Dalam video yang beredar luas, Kusyanto dipaksa untuk mengaku mencuri pompa diesel dan dipermalukan di hadapan masyarakat setempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti ICJR Iqbal Muharam Nurfahmi mengatakan, tindakan Aipda IR tidak dapat ditoleransi dan harus dipandang sebagai permasalahan serius. Propam Polres Grobogan harus segera melakukan investigasi yang transparan dan independen, termasuk mengusut secara pidana perbuatan IR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kejadian ini jelas melanggar prinsip-prinsip yang diatur dalam Pasal 7 Konvensi Anti Penyiksaan," kata Iqbal dalam keterangan resminya, Senin, 10 Maret 2025.
Peristiwa intimidasi Aipda IR terhadap Kusyanto terhadi pada hari Minggu, 3 Maret 2025. Videonya viral di media sosial. Satreskrim Polsek Geyer akhirnya mengungkapkan bahwa tuduhan pencurian pompa diesel terhadap Kusyanto tidak dapat dibuktikan. Kusyanto kemudian dipulangkan, namun telah mengalami berbagai bentuk intimidasi dan penyiksaan selama proses tersebut.
Iqbal mengatakan, dalam konvensi anti penyiksaan, tidak seorangpun dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.
"Meskipun KUHAP tidak mengatur secara tegas, Pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa keterangan tersangka dan/atau saksi kepada penyidik harus diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan/atau dalam bentuk apa pun," kata Iqbal.
ICJR mendesak Propam maupun Polres Grobogan menggunakan instrumen pidana dalam memproses IR yang melakukan penyiksaan maupun intimidasi paling tidak dengan dugaan tindak pidana Pasal 421 KUHP dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan atas tindakan setiap pegawai negeri termasuk polisi di dalamnya yang dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya memaksa orang untuk melakukan, tidak melakukan sesuatu, ataupun membiarkan sesuatu.
"Adapun Aipda IR juga dapat dikenakan Pasal 422 KUHP yang memuat ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun bagi seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan," kata Iqbal.
Iqbal mendesak agar kasus ini jangan hanya berhenti pada sanksi etik. Karena, Kusyanto sebagai korban penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang mengalami trauma mendalam.