Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pengatur Proyek dari Roa Malaka

Polisi mencium jejak seorang pengusaha alat pendidikan sebagai pengatur proyek alat penyimpan daya listrik (UPS) di DKI Jakarta. Upeti untuk anggota DPRD dijatahkan sejak awal.

6 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang tak biasa ketika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berbincang dengan Kepala Dinas Olahraga Zainal Soleman pada Selasa empat pekan lalu. Di ruang kerja gubernur, Basuki dan Zainal tampak berbisik-bisik. Padahal, ketika menerima tamu, Gubernur biasanya berbicara lantang sehingga isi pembicaraan didengar semua anggota staf di ruangan dia.

Pembicaraan hari itu memang berbeda dari biasanya. Kepada Basuki, Zainal mengaku menerima sejumlah uang berkaitan dengan proyek pengadaan uninterruptible power supply (UPS). Uang itu diterima Zainal ketika menjabat Kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat. Dia pun mengaku telah menyerahkan uang tersebut kepada penyidik di Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Mendengar pengakuan itu, Basuki mendukung Zainal untuk buka-bukaan di hadapan penyidik. "Dia cerita banyak," kata Basuki, membenarkan pertemuan itu, Kamis pekan lalu.

Zainal tak membantah pertemuan itu. Namun dia tak mau menjelaskan detail pembicaraan dengan Gubernur Basuki. Zainal juga irit bicara soal proyek UPS yang menjadikan dia tersangka di Markas Besar Kepolisian RI. "Saya hanya terseret dalam kasus ini," ujarnya ketika dihubungi Rabu pekan lalu.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mujiono membenarkan kabar bahwa penyidik telah menyita uang Rp 1,5 miliar. Uang itu, kata dia, terkait dengan korupsi pengadaan UPS pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2014. Namun Mujiono tak bersedia merinci dari mana duit tersebut berasal.

Seorang penyidik di kepolisian menuturkan, duit yang dikembalikan Zainal itu berasal dari Harry Lo, Direktur PT Offistarindo Adhiprima. Berdasarkan dokumen lelang, perusahaan ini merupakan satu dari tiga distributor UPS untuk pemerintah DKI Jakarta. Dua perusahaan lain adalah CV Istana Multimedia Center dan PT Duta Cipta Artha. Puluhan perusahaan pemenang tender UPS memperoleh barang dari tiga perusahaan itu.

Menurut si penyidik, bukan hanya Zainal yang mendapat upeti proyek. Sejumlah saksi yang diperiksa polisi menyebutkan Alex Usman, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, juga mendapat jatah dari pengusaha pemenang tender. Jumlahnya bahkan lebih besar, sekitar Rp 4 miliar. Seperti halnya Zainal, Alex kini berstatus tersangka.

Alex tak bisa dimintai tanggapan. Tempo beberapa kali menyambangi rumah dia di Jalan Duri Kepa, Jakarta Barat. Tapi di sana hanya ada penjaga yang selalu menyebutkan tuan rumah tak ada di tempat. Melalui pesan pendek kepada Tempo, Selasa pekan lalu, Alex berjanji akan memberi penjelasan lewat kuasa hukumnya. Tapi, hingga Kamis pekan lalu, dia belum memenuhi janjinya.

* * * *

Harry Lo bukan nama baru dalam pengadaan barang di DKI Jakarta. Seorang makelar proyek yang lama malang-melintang di Ibu Kota bercerita, Harry bermain di proyek bidang pendidikan sejak 2007. Sebelumnya, Offistarindo menjadi pemasok alat kantor, seperti mesin ketik dan brankas. Belakangan, perusahaan yang berdiri pada 1990 itu "banting setir" menjadi pemasok fasilitas penunjang pendidikan.

Salah satu barang unggulan yang dijual Harry adalah multimedia education multisystem sourcing (MEMS)—istilah "keren" untuk papan tulis elektronik. Pengadaan alat ini pertama kali muncul dalam APBD 2011 di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Menurut penyidik, proyek inilah yang menjadi cikal-bakal perkongsian antara Harry dan Alex Usman.

Pada tahun-tahun anggaran berikutnya, Harry merambah ke proyek di Suku Dinas Pendidikan di wilayah lain. Pada 2012, misalnya, proyek pengadaan papan tulis elektronik muncul dengan nama Digital Vision Touch Interactive Board Expert di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat. "Ciri khas Harry, dia suka menamai barangnya dengan nama unik agar lebih meyakinkan," ujar si makelar.

Dagangan Harry, menurut penyidik, laris manis berkat kedekatan Alex dengan Fahmi Zulfikar, yang pernah menjadi anggota Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Politikus Partai Hanura itu bertugas mengawal proyek tersebut lolos dalam pembahasan anggaran. Kolaborasi Alex dan Fahmi pula yang meloloskan proyek UPS dalam APBD Perubahan 2014.

Kepada Tempo, Fahmi mengaku dekat dengan Alex sejak 2003, ketika masih aktif di Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia. Namun dia membantah berkolaborasi buat memuluskan proyek titipan Harry Lo. Bahkan dia mengaku tak mengenal Harry. "Saya dulu cuma anggota, mana bisa sehebat itu?" kata Fahmi, Rabu pekan lalu.

Penyidik polisi lainnya menuturkan, UPS sebenarnya "mainan" baru bagi Harry dan kawan-kawan. Sebelumnya, ada beberapa pemain lokal lain yang bergerak dalam pengadaan UPS. Namun Harry pandai membaca peluang, termasuk ketika dia menyelipkan usul proyek dalam APBD Perubahan. Padahal dalam anggaran perubahan biasanya tak ada penambahan mata anggaran baru dengan nilai fantastis.

Sepanjang Juni-Juli tahun lalu, menurut si penyidik, Harry dan Alex beberapa kali bertemu. Mereka membahas strategi memasukkan proyek UPS agar tidak mencolok, tapi tak sampai terlepas ke perusahaan lain. Selain menyusun spesifikasi yang sama persis dengan UPS jualan Harry, mereka sepakat memecah proyek dalam beberapa paket di sejumlah wilayah. Saat itulah Zainal, yang sudah biasa berkongsi dengan Alex, diajak.

Awal Agustus tahun lalu, Harry, Alex, dan Zainal bertemu di sebuah hotel di kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu, mereka menghitung berapa uang yang bisa dibagi agar proyek tersebut mulus dalam pembahasan RAPBD Perubahan. Mereka, misalnya, sepakat menyediakan upeti tujuh persen dari setiap paket lelang untuk anggota DPRD di Komisi Pendidikan.

Wakil Ketua DPRD Jakarta yang menjadi Koordinator Komisi Pendidikan, Abraham Lunggana alias Lulung, mengaku tak tahu-menahu dengan "jatah" tujuh persen untuk anggota Dewan itu. Membantah terlibat persekongkolan memuluskan proyek UPS, Lulung pun menantang polisi memeriksa dirinya. "Daripada menuduh, mending periksa gua sekalian. Biar jelas," ucap Lulung.

Untuk menutupi uang upeti itu, menurut penyidik, sejak awal nilai proyek UPS dirancang digelembungkan hingga dua kali lipat. Tiap unit UPS yang didatangkan Harry dari Cina paling mahal harganya Rp 3 miliar. Itu sudah termasuk pajak dan laba perusahaan. Namun harga perkiraan sendiri (HPS) yang disodorkan Suku Dinas Pendidikan Menengah kala itu adalah Rp 5,9 miliar per unit.

Pada 13 Agustus, DPRD Jakarta mengesahkan APBD Perubahan 2014. Sebanyak 49 mata anggaran pengadaan UPS pun lolos tanpa ganjalan. Dari jumlah mata anggaran itu, 25 paket UPS dijatahkan untuk sekolah di Jakarta Barat. Sisanya buat Jakarta Pusat. Tiap paket dianggarkan Rp 6 miliar.

Memasuki masa persiapan lelang, pada awal November tahun lalu, Unit Layanan Pengadaan DKI Jakarta mengirim surat teguran untuk Alex dan Zainal. Unit itu mempertanyakan harga perkiraan sendiri proyek UPS sebesar Rp 5,9 miliar yang tidak melalui survei pasar. Mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan I Dewa Gede Sony membenarkan adanya surat tersebut.

Alex dan Zainal kala itu pasang badan. Dalam salinan surat yang diperoleh Tempo, keduanya menyatakan penyusunan HPS sudah sesuai dengan aturan dan menjadi tanggung jawab mereka sebagai pejabat pembuat komitmen.

Lelang pengadaan UPS pun digelar pada akhir November 2014. Sebanyak 49 perusahaan akhirnya dinyatakan memenangi lelang. Namun, menurut penyidikan polisi, tender tersebut hanya formalitas. Bendera puluhan perusahaan itu disewa dengan bayaran sekitar Rp 4 juta setiap kali ikut lelang. Adapun pemenang lelang sesungguhnya adalah PT Offistarindo Adhiprima, CV Istana Multimedia Center, dan PT Duta Cipta Artha. "Ketiga perusahaan itu sering muncul berbarengan," kata si penyidik.

Polisi masih menelisik keterkaitan Harry Lo dengan kedua perusahaan itu. Karena peran Harry begitu menonjol, polisi mencurigai kedua perusahaan itu hanya alat kamuflase agar Offistarindo tidak terkesan menjadi distributor tunggal.

Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Martinus Sitompul, mengatakan polisi sudah memanggil ketiga perusahaan itu. Tapi pemilik perusahaan itu selalu mangkir. Sejak 13 Maret lalu, penyidikan kasus ini diambil alih oleh Mabes Polri.

Sejauh ini Harry Lo belum bisa dimintai konfirmasi. Nomor telepon dia dan sekretarisnya tak bisa dihubungi. Tempo pun tiga kali mendatangi kantor PT Offistarindo di Jalan Roa Malaka Utara, Jakarta Barat. Di sana, petugas keamanan bernama Yanto mengatakan bahwa Harry sudah hampir sebulan tak masuk kantor. Tempo lalu menitipkan surat permohonan wawancara dan daftar pertanyaan. Menurut Yanto, surat itu sudah diambil salah seorang sekretaris Harry Lo. Namun, sampai akhir pekan lalu, surat itu pun belum berbalas.

Rabu pekan lalu, Tempo juga mengunjungi sebuah rumah di Blok N5, Green Garden, Jakarta Barat. Dalam dokumen lelang, rumah itu tercantum sebagai tempat tinggal Harry Lo. Namun, menurut Rohmad, penjaga keamanan sekaligus pengurus rukun tetangga, rumah itu sudah dijual Harry dua tahun lalu. Rumah tersebut pun tampak kosong.

Tempo pun menelusuri CV Istana Multimedia, yang menurut situs mereka beralamat di lantai satu Mal Mangga Dua Nomor 25 A, Jakarta Pusat. Ternyata itu alamat toko komputer CV Aneka Inti Makmur. Di pusat belanja itu pun tak ada yang tahu di mana CV Istana Multimedia berkantor.

Di Surabaya, PT Duta Cipta Artha berkantor di Ruko Graha Indah, Jalan Gayung, Kebonsari. Ketika Tempo mengunjungi kantor itu Kamis pekan lalu, karyawan bernama Dhistra mengatakan bos mereka, Zulkarnain Bisri, tak ada di tempat. "Bos jarang di kantor," ucapnya. Di kantor tiga lantai tersebut tergeletak beberapa UPS kecil merek Kehua Tech. Alat dengan merek serupa, dalam ukuran lebih besar, terpasang di beberapa sekolah di Jakarta.

Menurut juru bicara Mabes Polri, Komisaris Besar Rikwanto, kasus korupsi dengan kerugian negara sekitar Rp 50 miliar ini tak bakal berhenti pada penetapan dua pegawai pemerintah DKI sebagai tersangka. "Pemain" di DPRD dan perusahaan distributor UPS pun sudah masuk radar polisi. "Sebab, mereka berkolaborasi memasukkan UPS ke APBD Perubahan," ucap Rikwanto.

Syailendra Persada, Dimas Siregar, Edwin Fajerial (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus