Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ENERGI
Harga BBM Naik, Hak Angket Mengancam
Kenaikan harga bahan bakar minyak sejak Sabtu dua pekan lalu memicu beragam reaksi dan protes. Sopir angkutan di berbagai daerah, seperti Bogor, Tasikmalaya, Purwokerto, dan Kupang, menuntut penyesuaian tarif. Di daerah lain, pengelola angkutan umum bahkan secara sepihak lebih dulu menaikkan ongkos.
Pemerintah pusat meminta para pengusaha angkutan itu menahan diri dan menunggu instruksi Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. "Tunggu, nanti diedarkan," kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Eddi, Senin pekan lalu.
Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat pun mulai menggulirkan penggunaan hak angket terkait dengan hal ini ke Presiden Joko Widodo. Salah satu penggagasnya adalah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Effendi Simbolon. "Mekanisme yang dianut bertentangan dengan konstitusi. Tidak boleh komoditas strategis dilepas ke pasar," ujarnya Selasa pekan lalu. Sejauh ini, ide Effendi belum banyak bersambut.
FINANSIAL
Rupiah Lesu, Inflasi Melejit
BADAN Pusat Statistik menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memicu laju inflasi inti pada Maret lalu. Pada Januari lalu, inflasi tahunan tercatat 4,99 persen, lalu turun tipis menjadi 4,96 persen pada Februari, dan menanjak lagi menjadi 5,04 persen pada Maret.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik Sasmito Hadi Wibowo menilai Bank Indonesia perlu strategi panjang menstabilkan nilai tukar rupiah. "Masih perlu mengintervensi pasar," katanya Rabu pekan lalu.
Ekonom Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, memperkirakan inflasi inti hingga Juni mendatang masih tinggi sebesar 5-5,2 persen. Penyebabnya, permintaan dolar Amerika masih lebih tinggi daripada ketersediaan di dalam negeri. Selain itu, permintaan tinggi untuk membayar utang, transaksi impor, dan pembagian dividen dalam mata uang dolar di perusahaan asing di Indonesia. "BI dan pemerintah harus memastikan pembelian dolar benar-benar untuk keperluan real, bukan spekulasi."
INFRASTRUKTUR
Kalla Batalkan Proyek Pelabuhan Cilamaya
Wakil Presiden Jusuf Kalla membatalkan proyek pembangunan pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Alasannya, "Di sana banyak anjungan serta pipa minyak dan gas bawah laut milik PT Pertamina," katanya Kamis pekan lalu.
Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan di perairan Cimalaya ada 223 anjungan dan 80 lokasi sumur pengeboran minyak lepas pantai. Jalur ini dinilai berbahaya jika menjadi lalu lintas kapal-kapal berukuran besar. Pemerintah berencana memindahkan lokasi proyek ke sebelah timur Karawang. "Lokasi tepatnya masih dicari," ujarnya.
Pembatalan ini diputuskan setelah Japan for International Corporation Agency membatalkan investasi untuk proyek Cilamaya senilai Rp 34,5 triliun pada Januari lalu. Proyek ini digagas sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sudah diterbitkan payung hukumnya berupa Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011. Pelabuhan Cilamaya direncanakan dapat mengurangi beban Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang diprediksi stagnan pada 2020.
PAJAK
Penerimaan Seret, Target Pajak Tetap
Penerimaan pajak hingga 27 Maret lalu tercatat baru Rp 170 triliun, atau 13,66 persen dari target tahun ini sebanyak Rp 1.244 triliun. Tapi pemerintah mengaku tak khawatir. "Kami berfokus pada penyerahan SPT badan. Masuknya akhir April," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Senin pekan lalu.
Untuk menggenjotnya, Direktur Jenderal Pajak Sigit Prio Pramudito menyatakan sedang mengupayakan penerapan sunset policy, dengan menjanjikan penghapusan sanksi pajak. Langkah lain adalah penggunaan sistem online e-filling guna memudahkan wajib pajak melaporkan surat pemberitahuan tahunan. Saat ini pengguna e-filing mencapai 2,1 juta wajib pajak. "Besok juga pasti bertambah," ujar Sigit. Meski pemasukan seret, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan target pajak tak akan direvisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo