JAUH sebelum dan sesudah hari hak-hak asasi manusia, 10 Desember
lalu, Cung Sui sekeluarga sudah menjerit. Dua tahun sudah dia
dan ketiga anaknya "dititipkan" di penjara Tanjung Pinang, Riau.
Tanpa tahu sampai kapan ia harus mendekam di sana, tanpa proses
hukum, tanpa jelas tangan siapa yang harus mengurusnya, tanpa
kepastian lagi apa dosanya. Dan seterusnya.
Bahkan pengadilan pun angkat tangan. "Tidak sehelai surat
perpanjangan penahanan pun yang pernah dikeluarkan pengadilan,"
kata Hakim Amrin de Bur dari Pengadilan Negeri Tanjung Pinang.
Cung Sui, 52 tahun, rupanya bernasib sial. Sudah sejak 1948 ia
bercokol di Tanjung Pinang sebagai perantau. WNA ini setahun
bekerja di maskapai penambangan bouksit Kijang. Terus jadi
sopir. Lalu kawin dengan seorang WNI. Tak puas hidup di sini,
Cung Sui merantau ke Singapura, membawa isteri dan anak-anaknya.
Seperti kedatangannya ke mari, Cung Sui membawa keluarganya ke
Singapura juga tanpa surat keterangan semustinya.
Hidup di Singapura ternyata jauh lebih pahit. Sebenarnya Cung
Sui sudah hendak segera balik. Tapi tertunda oleh suasana
konfrontasi Indonesia-Malaysia. Oleh suatu razia, 1972, Cung Sui
sekeluarga berurusan dengan pemerintah Singapura sebagai
penduduk gelap. Dua tallun kemudian dikirim ke Batam. Di sini
diterima oleh Kantor Imigrasi di Belakang Padang (Batam).
Setelah diusut asal-usulnya, Cung Sui mendapat kartu tanda
penduduk (KTP) sementara dari Camat Batam.
Untuk menyambung hidup dari Batam Cung Sui membawa keluarganya
ke Tanjung Pinang (sementara itu isterinya yang WNI telah
meninggal dunia). Urusan dengan Kantor Imigrasi di sini tak
segampang di Belakang Padang. Cung Sui dituduh imigran gelap.
KTP yang dikeluarkan Camat Batam tak dihiraukan petugas. Mereka
diretur kembali ke Belakang Padang. Kembali Kantor Imigrasi di
sini, waktu itu kepalanya adalah Sudarsono, Desember 1974
membebaskan Cung Sui dengan surat pembebasan resmi. Yaitu
setelah segala sesuatunya dianggap jernih.
Tapi tetap tak demikian bagi petugas Imigrasi Tanjung Pinang.
Sekali lagi waktu Cung Sui mendarat di Tanjung Pinang, dia dan
keluarganya dihambat oleh petugas keimigrasian. Pejabatnya waktu
itu AS James, langsung mengirim Cung Sui sekeluarga ke bui
sebagai tahanan titipan imigrasi.
"Warisan Pak James"
Pernah juga perkara Cung Sui oleh Kantor Imigrasi Tanjung
Pimlng, dicoba dilimpahkan ke kejaksaan negeri setempat. Tapi
instansi penuntut umum terscbut, seperti dinyatakan oleh pejabat
di kejaksaan, ternyata tak dapat menemukan suatu kesalahan yang
patut unnlk menyeret Cung Sui sekeluarga ke pengadilan
Setidaknya karena pihak Imigrasi tak cukup menyertakan bukti.
Berkas perkara terpaksa dikirim kembali ke si pengirlm.
Gagal meyakinkan kejaksaan, Imigrasi tak dengan sendirinya
membuka pintu kebebasan bagi pesakitannya. Dengan alasan hendak
berunding dengan rekannya di Belakang Padang lebih dulu yang tak
selesai-selesai itu - nasib jelek keluarga Cung Sui masih terus
terulur. Hingga hari ini dia, kedua anak perempuannya -- Cek Cek
(24 tahun) dan Moi Moi (11 tahun) -- serta seorang anak
laki-lakinya. Nam On (l4 tahun) tetap terbui.
"Apakah kami akan jadi tahanan seumur hidup?" keluh Cung Sui
tua kepada pengacaranya, Hanjoyo Putro SH. "Baiklah saya sendiri
sudah tua," lanjutnya, "tapi kasihanilah anak-anak saya."
Pengacara Hanjoyo Putro juga tak habis fikir. Untuk suatu
perkara sederhana yaitu menentukan apakah seorang berhak tinggal
di Indonesia atau tidak, "apakah orang itu harus ditahan
bertahun-tahun?" Sedangkan untuk perkara subversif sekalipun --
yang memungkinkan penguasa menahan sampai setahun -- tetap
diperlukan surat penahanan atau perpanjangan secara semestinya.
Apa kata pihak Kantor Imigrasi Tanjung Pinang? Bob Mukhtar,
Kepala lmigrasi yang sekarang, tampak kikuk juga. Tak banyak
yang dapat dikatakannya. "Ini perkara warisan Pak James," begitu
saja ucapnya. Bagi pejabat ini sendiri, katanya, baru bisa
bertindak nanti setelah selesai meneliti kembali persoalannya.
"Meneliti," bagi Cung Sui dan keluarganya, adalah kata yang
mengerikan. Sebab ini tetap akan berarti masih harus menunggu di
penjara. Sampai kapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini