Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tiga perusahaan diduga menyelundupkan lempeng koil baja dari kawasan gudang berikat.
Lempeng baja itu diganti dengan gulungan kayu.
Kerugian negara mencapai Rp 200-an miliar.
KEJANGGALAN itu bermula dari surat pemberitahuan kepabeanan pemasukan barang impor atas nama Pusat Logistik Berikat (PLB) PT Adiperkasa Ekabakti Industry pada awal Maret lalu. Tim Monitoring Khusus Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan langsung bergerak setelah menerima informasi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Biasanya, PT Adiperkasa yang bergerak di industri pengolahan baja itu selalu mengimpor produk jadi dari luar negeri lalu disimpan di gudang kawasan berikat di Jakarta Timur. Tapi kali ini berbeda. PT Adiperkasa mengajukan barang masuk milik PT Mantari Baja Prima Utama yang tercatat berupa flat-rolled products of alloy steel coated with aluminium zinc and others berukuran 0,2 x 914 milimeter dalam kondisi baru serta dua produk lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, setelah ditelusuri, PT Mantari Baja Prima belum mengantongi dokumen pengajuan hasil laboratoris terhadap barang tersebut. Seharusnya, untuk mengurus dokumen kepabeanan berupa barang jadi, perusahaan pengimpor harus menyertakan berkas hasil uji laboratorium guna menguji kebenaran barang tersebut.
Pusat Logistik Berikat PT Adiperkasa Ekabakti Industry di Cakung, Jakarta Timur, Kamis, 27 April 2023/Tempo/Febri Angga Palguna
Setelah dianalisis lebih jauh, ternyata ada satu perusahaan lagi yang menggunakan gudang penimbunan PT Adiperkasa selain PT Mantari Baja. Perusahaan tersebut adalah PT Kei Besar Perkasa. Ketiganya sama-sama bergerak di bidang pengolahan baja. Ternyata, ketiga perusahaan tersebut memiliki hubungan kepemilikan (sister company).
Baca: Menghadang Tekstil Terlarang
Dalam riwayatnya, mereka selalu mengimpor produk jadi. Anehnya, mereka tak pernah mengeluarkan gulungan lempeng baja impor itu dari gudang sejak pertengahan 2022. Atas keganjilan itu, Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Wijayanta Bekti Mukarta, melalui pelaksana hariannya, berkirim surat kepada Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jakarta.
Mereka meminta pemantauan khusus terhadap PLB PT Adiperkasa Ekabakti Industry. Mereka langsung mengecek gudang perusahaan. Awalnya, petugas memang menjumpai gulungan koil baja menggunung di dalam gudang. Lempeng baja itu seolah-olah melingkari sebuah gulungan kayu berdiameter hampir 2 meter. Seharusnya gulungan itu berat dan padat.
Petugas tak langsung percaya. Mereka mengecek ulang puluhan gulungan itu. Ketika digetok, bunyi gulungan itu malah terdengar nyaring. Ternyata gulungan itu kopong dan ringan. “Petugas menemukan silinder kayu berongga yang dilapisi seng menyerupai koil baja,” ucap Wijayanta melalui wawancara tertulis pada Senin, 17 April lalu.
Wijayanta langsung meminta timnya mencegah barang-barang tersebut. Mereka juga menyegel gudang serta membuka penyelidikan terhadap kasus ini. Dari hasil investigasi timnya, PT Adiperkasa mendapat fasilitas PLB sejak 2019. Sejak saat itu, PT Adiperkasa bersama PT Mantari Baja mendatangkan produk koil baja di antaranya dari Fujian Lianlong Import and Export Trading Co Ltd asal Cina.
Proses impor dan kewajiban pembayaran kewajiban kepabeanan awalnya berjalan normal. Namun, sejak 2022, perusahaan jarang sekali mengeluarkan produknya. Sementara itu, pada 2023 grup ini juga mengimpor baja dan aluminium melalui PT Kei Besar. Jumlah barang yang datang dibandingkan dengan barang yang keluar dari gudang dianggap ganjil.
Berdasarkan rekapitulasi data impor, PT Adiperkasa mendatangkan komoditas besi dan baja dalam bentuk koil selama 2022 sebanyak 102.821,6 ton. Namun terdapat selisih sekitar 31.807,1 ton koil besi baja yang belum diajukan dokumen pengeluaran barang impor untuk dipakai atau biasa disebut dokumen BC 28. Maka seharusnya baja-baja itu masih tertimbun di area PLB PT Adiperkasa.
Bila diasumsikan rata-rata volume satu koil berdasarkan rata-rata impor barang identik dan sejenis, berat gulungan baja ringan itu sekitar 4.000 kilogram. Setidaknya ada 7.952 gulungan koil yang saat ini seharusnya ditimbun di PLB PT Adiperkasa.
Baca: Jalur Hijau Mercy Pagoda
Bea-Cukai mengenal grup ini sebagai perusahaan terbesar pengimpor baja dan besi. PT Adiperkasa menduduki urutan pertama importir baja dan besi pada 2022 hingga Maret 2023. Adapun PT Mantari Baja Prima Utama dan PT Kei Besar Perkasa di posisi ketiga dan keempat.
Setidaknya ada 17 perusahaan yang mengimpor komoditas yang sama. Namun dalam periode satu tahun tiga bulan itu perusahaan lain hanya melakukan impor di bawah 1 juta kilogram baja dan besi dalam bentuk koil.
Gedung PT Mantari Baja Prima Utama di Jakarta Pusat, 29 April 2023/Tempo/Febri Angga Palguna
Secara garis besar, perbedaan pemasukan dan pengeluaran sangat signifikan terlihat pada Juli dan Agustus 2022. Tapi, selama dua bulan itu, sama sekali tak ada pengajuan dokumen pengeluaran barang impor untuk dipakai. Padahal, pada Juli 2022, grup PT Adiperkasa mendatangkan sekitar 9.000 ton baja dan besi dalam bentuk koil. Sedangkan pada bulan berikutnya mereka mengimpor komoditas yang sama sebanyak 15 ribu ton.
Berdasarkan analisis itu, terdapat dugaan ketidakwajaran penimbunan barang dalam proses bisnis PLB PT Adiperkasa. Barang yang ditimbun terlalu banyak dan tidak wajar jika dibandingkan dengan kapasitas penyimpanan. Bila merujuk pada logika cash flow dan hitungan bisnis, Bea-Cukai memperkirakan kondisi penimbunan barang dengan nilai dan jumlah besar dalam waktu yang lama merupakan hal yang tidak wajar dan memerlukan perhatian khusus.
Tim Direktorat Penyidikan dan Penindakan Bea dan Cukai kemudian memanggil pengurus gudang dan jajaran direksi grup PT Adiperkasa. Dua perusahaan lain belum dipanggil. Alasannya, mereka masih memiliki hubungan kepemilikan. Gudangnya juga berada di satu area. Artinya, pekerja dan penanggung jawabnya merupakan orang yang sama.
Penanggung jawab PT Adiperkasa bernama Jason Surjana Tanuwidjaja. Adapun penanggung jawab PT Mantari Baja juga Jason Surjana dan Jack Nguyen yang merupakan warga negara Australia. Selain dimiliki warga Negeri Kanguru, saham PT Mantari Baja dimiliki oleh berbagai macam warga negara, seperti Malaysia, Singapura, dan Cina.
Penanggung jawab PT Kei Besar adalah Rais Rada alias Rais Kei serta Jason. Dari sejumlah artikel, Rais Kei diberitakan pernah menjadi buronan polisi pada 2012. Saat itu terjadi bentrokan di Cengkareng, Jakarta Barat, antara kelompok John Refra Kei dan kelompok Hercules.
Jika dilihat dari jabatannya, Jason seharusnya berperan besar karena menjadi penanggung jawab ketiga perusahaan itu. Tapi Direktorat Penindakan Direktorat Bea dan Cukai hanya menetapkan tersangka dari kalangan bawah.
Ada empat tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Win alias S, BMS alias Boy, Leman, dan Rais Rada. Mereka dianggap bertanggung jawab terhadap dugaan pelanggaran ketentuan di bidang fasilitas kepabeanan serta pemenuhan kewajiban di bidang impor.
Win diduga berperan sebagai penyulap koil baja asli menjadi tiruan gulungan kayu kopong. Boy bertugas mengeluarkan koil baja dari PLB. Sementara itu, Leman merupakan penanggung jawab operasional PLB. Rais Kei ikut terjerat lantaran ia merupakan direktur di PLB. “Mereka kini ditahan di Rutan Salemba Cabang Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai,” kata Wijayanta.
Empat tersangka ini dianggap melanggar Pasal 102 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ancaman hukuman paling singkat satu tahun penjara dan maksimal sepuluh tahun bui serta pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 50 miliar.
Dua orang yang mengetahui peristiwa ini menuturkan, penyelundupan besi dan baja oleh kelompok Rais Kei terungkap lantaran beberapa pejabat intel di Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jakarta dimutasi pada awal 2023. Sebab, pada tahun-tahun sebelumnya, informasi ihwal pemantauan khusus terhadap perusahaan ini selalu bocor sehingga tak pernah diketahui ada penggantian lempeng baja dengan gulungan kayu.
Menurut dua petugas yang mengetahui perkara ini, ada empat pegawai Kantor Wilayah Bea-Cukai Jakarta yang seharusnya mengawasi secara rutin PLB PT Adiperkasa. Mereka di antaranya petugas dan penanggung jawab di Seksi Pengawasan dan Seksi Intel Kantor Wilayah Bea-Cukai Jakarta. Meski sempat ada kejanggalan data masuk-keluar komoditas pada Juli-Agustus 2022, empat petugas itu tak pernah melaporkan temuannya.
Wijayanta mengklaim petugas lain dari Kantor Wilayah Bea-Cukai Jakarta pernah memantau gudang PT Adiperkasa. Mereka bekerja sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per- 02/BC/2019 tentang Tata Laksana Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, Monitoring Tempat Pengawasan Berikat.
Pengawasan yang dilakukan adalah monitoring umum, monitoring khusus, dan monitoring mandiri kawasan pusat logistik berikat. “Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Jakarta (Bandar Udara Halim Perdana Kusuma) telah menggelar tiga kali monitoring umum dan satu kali monitoring khusus pada 2022,” ucap Wijayanta.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum menjatuhkan sanksi kepada empat pegawai yang diduga lalai itu. Wijayanta mengklaim belum menemukan fakta ataupun keterangan saksi yang menerangkan adanya keterlibatan keempat orang tersebut. “Hingga saat ini pemeriksaan masih terus dilakukan,” tuturnya.
Bahkan CCTV atau kamera pengawas juga sempat tidak ada. Ihwal keberadaan kamera pengawas ini, Wijayanta mengatakan kapasitas memorinya hanya bisa menyimpan rekaman berdurasi sekitar 30 hari. Penggantian lempeng baja itu diperkirakan sudah berlangsung lewat dari 30 hari.
Saat anak buahnya menginspeksi gudang pada Maret lalu, kamera pengawas tidak merekam aktivitas penggantian gulungan koil besi dan baja dengan gulungan kayu. “Berdasarkan keterangan dari pihak PLB dan petugas hanggar, CCTV tersebut masih aktif hingga saat ini. Namun masa perekaman hasilnya tersimpan kurang-lebih 30-40 hari saja,” ucapnya.
Ihwal penetapan tersangka, termasuk Rais Kei, Wijayanta menyatakan keempatnya sudah mengakui penukaran baja dan besi dalam bentuk koil tersebut. Menurut dua petugas yang mengetahui hal ini, empat orang tersebut memang diajukan perusahaan sebagai penanggung jawab atas penyelundupan ini untuk ditetapkan sebagai tersangka lantaran grup PT Adiperkasa ogah membayar denda.
Mengacu pada 75 dokumen BC 1.6 atau pemberitahuan kepabeanan pemasukan barang impor ke PLB, terdapat potensi penerimaan negara sebesar Rp 208,045 miliar yang harus dipertanggungjawabkan oleh grup PT Adiperkasa. Rinciannya adalah bea masuk sebesar Rp 65,975 miliar, pajak pertambahan nilai Rp 62,002 miliar, pajak penghasilan Rp 14,091 miliar, dan denda (100 persen bea masuk) Rp 65,975 miliar.
Mengenai angka kerugian negara ini, Wijayanta menyatakan masih dihitung oleh auditor keuangan negara. “Mengingat proses penyidikan masih berlangsung, nilai potensi penerimaan negara tidak tertagihnya masih menunggu hasil pemeriksaan ahli,” ujarnya.
Rais Kei , 7 Juli 2022/Antara/Luqman Hakim
Tak terlihat aktivitas di gudang PLB ketiga perusahaan itu di kawasan Cakung, Jakarta Timur, pada Kamis, 27 April lalu. Pintu bangunan berkelir putih dan biru laut itu terlihat tertutup. Di depan pagar biru yang terbuka itu terpasang papan berukuran 1 x 4 meter berwarna hitam bertulisan "PLB – Pusat Logistik Berikat PT Adiperkasa Ekabakti Industry".
Tempo menyambangi kantor PT Adiperkasa, PT Mantari Baja, dan PT Kei Besar yang memiliki alamat yang sama di Jalan A.M. Sangaji Nomor 2B Jakarta Pusat. Kantor seperti rumah toko tiga lantai dengan dominasi kaca dan dikelilingi pagar hitam serta hijau itu terlihat sepi pada Jumat, 14 April lalu. Di depan pagar terpacak papan putih berukuran 1 x 0,5 meter dengan tulisan "PT Mantari Baja Prima Utama".
Tak ada petinggi perusahaan yang bisa ditemui. Salah seorang petugas keamanan kantor, Agus, menerima surat permintaan konfirmasi Tempo. “Nanti saya sampaikan,” kata Agus. Namun hingga Sabtu, 29 April lalu, PT Adiperkasa, PT Mantari Baja, dan PT Kei Besar tak merespons permintaan wawancara tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Artikel ini terbit di edisi cetak di bawah judul "Gulungan Kopong Lempeng Baja"