Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Penyesalan anak negara

Hakim dan jaksa bingung menghadapi kasus bocah yang terbukti menodai empat anak perempuan di bandung. pengadilan memvonisnya menjadi anak negara.

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK berusia 14 tahun ini sebut saja namanya Asep. Ayahnya, Nurhadi, sejak beberapa tahun lalu putus kedua kakinya dalam kecelakaan ketika menjadi kondektur angkutan antarkota. Asep yang hanya duduk di kelas IV SD itu menemani ayahnya di Ciamis. Ibunya, Elis, yang tidak lulus SD, merantau ke Bandung. Di daerah Buah Batu, Elis menikah lagi dengan seorang pengangguran, dan tinggal di bilik kontrakan. Sehari-hari, Elis yang berusia 30-an itu menjadi pembantu rumah tangga. Suatu waktu, Elis disuruh tetangganya menjaga rumah kosong membelakangi rumah kontrakan Elis di Jalan Biduri, Buah Batu. Rumah itu terbuat dari kayu dan beratap seng. Semenjak itu pula Asep kerap mengunjungi ibunya dan tidur di rumah tersebut. Pada 16 Januari lalu, Asep dijemput petugas dan ditahan di Kepolisian Sektor Lengkong, Buah Batu. Seorang tetangga, Nyonya Ida, mengadu dan menuduh Asep memerkosa putrinya yang berusia 4 tahun, Euis (bukan nama sebenarnya). Ida mencium aib yang melanda anaknya itu setelah mengamati bahwa ia sering sembunyi di kamar. Euis mengaku kelaminnya sakit. Lalu terkuaklah cerita tentang kelakuan Asep. Tiga tetangga lain juga melaporkan hal serupa ke polisi. Tiga putri mereka (berusia 47 tahun) diakali Asep di rumah kosong itu. ''Mulanya saya tidak percaya, kok anak saya yang baru empat tahun sampai mengaku seperti itu,'' tutur salah satu ayah korban, Aep. Kasus asusila itu dibawa ke pengadilan. Karena terdakwanya anak- anak, persidangan yang dipimpin hakim tunggal Rosyda M. Zein itu tertutup untuk umum. Dan ketika hendak memvonis Asep, baik Jaksa Hanifia maupun Hakim Rosyda agak bingung pula. Padahal, empat anak perempuan itu terbukti dinodai Asep berulang kali. ''Agaknya terdakwa korban pengaruh lingkungan. Jika dihukum, bisa-bisa setelah menjalani hukuman ia lebih rusak karena terpengaruh narapidana dewasa,'' ujar Rosyda. Elis mengaku kepada Hakim tak sanggup lagi mengasuh Asep. ''Maka, lebih baik jika terdakwa dijadikan anak negara,'' ucap Rosyda. Senin pekan lalu, Asep divonis untuk dididik sebagai anak negara di Lembaga Pendidikan Anak Negara (LPAN) Tangerang, sampai ia berumur 18 tahun. Setelah empat tahun (sewaktu berusia 18 tahun) Asep dibebaskan. Karena dianggap sudah dewasa, ia bebas menentukan: kembali ke orang tuanya atau berbaur dengan masyarakat. Elis berharap, nanti Asep kembali kepada ayahnya. Asep kini mendekam di Rumah Tahanan Kebon Waru, Bandung. Ia menyesali perbuatannya. ''Kasihan anak-anak itu,'' ucapnya kepada Ahmad Taufik dari TEMPO. Ia mengaku anak-anak itu titipan orang tua mereka untuk dijaganya. Anak pendiam itu gelap mata setelah menonton layar tancap. ''Berhari-hari saya teringat film itu,'' kata Asep. Sewaktu tinggal di kamar kontrakan ibunya, ia juga sering melihat ibu dan ayah tirinya bercumbu. Happy Sulistyadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus