Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung sedang mendalami prosedur importasi barang dalam kasus dugaan korupsi impor tekstil di Direktorat Jenderal Bea Cukai tahun 2018 sampai 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pemeriksaan untuk mengumpulkan bukti tentang tata laksana proses importasi barang dari luar negeri khususnya untuk tekstil dari India yang mempunyai pengecualian tertentu dengan barang importasi lainnya," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono melalui keterangan tertulis pada Selasa, 28 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selasa, 28 Juli 2020, Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Selain itu, penyidik juga mendalami apakah Heru mengetahui prosedur impor barang secara ilegal oleh para tersangka.
"Apakah saksi sebagai top management mengetahui perbuatan atau tata cara yang dilaksanakan oleh tersangka," ucap Hari.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka MM, DA, HAW, dan KA yang merupakan pejabat dari Bea Cukai Batam. Kemudian IR selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Garmindo Prima.
Jaksa menjerat kelima tersangka atas dugaan tindakan pidana korupsi dalam importasi tekstil. Modusnya, dengan mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara dengan menggunakan surat keterangan asal (SKA) yang tidak benar.
Hari mengatakan kasus ini berangkat dari temuan 27 kontainer di Batam tanpa SKA. Kemudian. 57 kontainer kembali ditemukan di Tanjung Priok.
"Dan sementara ini, hasil penyidikan ternyata ditemukan 556 kontainer. Berapa dugaan kerugian negara, tentu masih dalam penghitungan. Masing-masing kontainer memiliki nilai yang berbeda, berapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh yang bersangkutan terhadap 556 kontainer," kata Hari.