Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perintah Habisi dari Gunung Sari

Satu keluarga di Makassar dibunuh secara sadis oleh komplotan bandar narkotik. Motifnya terkait dengan utang-piutang.

1 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Satu keluarga di Makassar dibunuh secara sadis oleh komplotan bandar narkotik. Motifnya terkait dengan utang-piutang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ZULKIFLI AMIR alias Ramma mau saja diajak Andi Muhammad Ilham alias Ilo, 23 tahun, membakar rumah Sanusi di Jalan Tinumbu, Kelurahan Pannampu, Kecamatan Tallo, Makassar, Senin, 5 Agustus lalu. "Saya diajak Ilham untuk membakar rumah itu," kata pria 21 tahun tersebut saat ditemui di Ruang Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Makassar, dua pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zulkifli dan Ilham bersahabat sejak 2014 ketika sama-sama mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Gunung Sari, Makassar, karena kasus penganiayaan. Persahabatan mereka berlanjut hingga bebas dari penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sasaran Zulkifli dan Ilham sebenarnya adalah Muhammad Fahri, 25 tahun, cucu Sanusi. Fahri tinggal serumah dengan pria 70 tahun itu. Zulkifli mengatakan ia awalnya diajak Ilham mencari Fahri untuk urusan menagih utang bosnya, Akbar alias Daeng Ampuh, yang tengah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sari, Makassar. Warga Mallengkeri, Kecamatan Tamalate, Makassar, itu dibui 12 tahun karena kasus pembunuhan.

Pada Ahad, 4 Agustus lalu, mereka bertemu dengan Fahri di Jalan Pannampu, tidak jauh dari kediaman Sanusi. Keduanya memaksa Fahri agar membayar utangnya ke Akbar. Tapi upaya mereka itu kandas.

Keesokan harinya, Ilham, yang tinggal di Kecamatan Manggala, Makassar, lagi-lagi mengajak Zulkifli, yang sedang berada di kamar kontrakannya di Kelurahan Antang, Manggala. Dinihari itu, Zulkifli baru saja menenggak minuman keras khas Makassar yang disebut ballo. Ia juga baru memakai sabu seberat setengah gram pemberian Ilham. Kepada Zulkifli, Ilham menyampaikan niatnya membunuh Fahri karena menolak membayar utang. Zulkifli lagi-lagi menuruti permintaan Ilham.

Dari Antang, keduanya berboncengan sepeda motor menuju rumah Sanusi di Pannampu. Di tengah jalan, kata Zulkifli, sekitar 1 kilometer dari rumah Sanusi, mereka membeli satu liter Pertalite, yang dituangkan ke dalam dua botol air mineral. Mereka datang ke rumah itu saat Fahri dan keluarga Sanusi tertidur lelap. "Setelah sampai di lokasi, saya dan Ilham menyiram rumah itu dengan bensin, lalu menyalakan korek api dan membakarnya," ucap Zulkifli. Setelah membakar rumah Sanusi sekitar pukul 03.10, mereka beranjak pergi.

Dalam peristiwa ini, bukan hanya Fahri yang tewas terpanggang api. Lima orang anggota keluarga yang ada di rumah itu juga meninggal, yaitu Sanusi; Bondeng, 65 tahun, istri Sanusi; Musdalifa, 40 tahun, tante Fahri; Namira Ramadina, 21 tahun, cucu Sanusi; dan Hijas, 2 tahun 6 bulan.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Makassar Komisaris Diari Astetika mengatakan, menurut hasil penyidikan polisi, Akbar yang memerintahkan Ilham menghabisi Fahri. Mulanya, kata Diari, Ilham menelepon Akbar untuk meminta narkotik dan uang, Sabtu malam, 4 Agustus lalu. "Daeng, saya tidak punya uang," ucap Ilham kepada Akbar, yang ditirukan Diari. Akbar ditengarai mengendalikan peredaran narkotik dari dalam penjara.

Ilham memang kerap meminta uang dan narkotik kepada Akbar. Menurut Diari, Ilham memakai sendiri narkotik tersebut. Akbar juga kadang meminta Ilham agar mengantar narkotik ke penjara Gunung Sari. "Ilham hanya juru tagih dari Daeng Ampuh dan pemakai narkotik saja," ujarnya.

Diari mengatakan, setelah menerima panggilan telepon dari Ilham, Akbar lantas memerintahkan Ilham agar menagih hasil penjualan sembilan paket sabu senilai Rp 29 juta dari Fahri. Polisi menaksir sembilan paket itu setara dengan 50 gram senilai Rp 40 juta.

Atas permintaan tersebut, Ilham dijanjikan menerima imbalan dari Akbar berupa uang Rp 500 ribu dan narkotik. Imbalan ini lantas diterima Ilham dari kolega Akbar lainnya di sekitar Terminal Malengkeri, Kecamatan Tamalate, Makassar, satu hari sebelum peristiwa pembakaran. Sebagian sabu yang diterima Ilham diserahkan kepada Zulkifli, yang dipakainya berpesta sebelum membakar rumah Sanusi.

Karena tak berhasil menagih Fahri, Ilham mengadu ke Akbar, beberapa jam sebelum membakar rumah Sanusi. Saat menelepon Akbar, Ilham menginformasikan bahwa Fahri berencana kabur ke Kendari. Dari situlah Akbar memerintahkan Ilham untuk menghabisi Fahri. "Jika Fahri tidak membayar juga, habisi saja," kata Akbar kepada Ilham dalam bahasa Makassar seperti dikutip Kepala Polrestabes Makassar Komisaris Besar Irwan Anwar. Ilham kemudian mengeksekusi perintah itu dengan membakar rumah Sanusi.

Atas perbuatan mereka, Akbar, Zulkifli, dan Ilham dijadikan tersangka pembunuhan berencana. Sekarang mereka ditahan di sel Polrestabes Makassar, termasuk Akbar, yang diboyong dari penjara Gunung Sari.

Dari tiga tersangka itu, hanya Zulkifli yang bisa dimintai konfirmasi. Tempo berusaha meminta konfirmasi para tersangka lain, tapi polisi tidak mengizinkan karena pertimbangan penyidikan.

Irwan Anwar mengatakan, seusai pembakaran rumah Sanusi, polisi menggeledah sel Akbar di Wisma Flamboyan, Blok F, Kamar Nomor 6, Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sari, Kamis, 9 Agustus lalu. Polisi menyita empat telepon seluler merek Nokia, Samsung, dan Advan milik Akbar.

Rusman Paraqbueq, Didit Hariyadi (Makassar)


Bos Besar dalam Penjara

PARA narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Gunung Sari, Makassar, memanggil bos besar kepada Akbar alias Daeng Ampuh. Panggilan bos dilekatkan kepada pria kelahiran Makassar, 1 Januari 1986, ini karena ia royal terhadap narapidana lain. "Dia dipanggil bos karena banyak uangnya," kata salah satu napi begal di penjara Gunung Sari, tiga pekan lalu.

Selain faktor uang, menurut dia, Akbar dikenal di kalangan napi sebagai bandar narkotik di dalam penjara. Ia mengatakan Akbar menjual sabu kepada napi seharga Rp 100 ribu per paket kecil. Sabu itu mudah diselundupkan masuk lewat napi lain yang kebetulan membersihkan area luar penjara karena mereka tidak diperiksa saat keluar-masuk penjara.

Cerita Akbar mengedarkan narkotik diperkuat oleh hasil penggeledahan polisi di selnya, Wisma Flamboyan, Blok F, Kamar Nomor 6, pada Kamis, 9 Agustus lalu. Polisi menemukan satu buah alat timbangan narkotik di sel Akbar. "Dia mengirim narkotik ke sana-sini dari dalam penjara," ujar Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Makassar Komisaris Besar Irwan Anwar.

Di dalam penjara, kata napi ini, Akbar juga mempunyai pengaruh kuat di kalangan para napi. Kepala LP Kelas I Gunung Sari Budi Sarwono membenarkannya. Ia mengatakan Akbar beberapa kali berusaha menggalang napi untuk melawan petugas.

Budi mengatakan Akbar juga dikenal sering berbuat onar di dalam bui sehingga ia berpindah-pindah penjara. Akbar pertama kali ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, karena kasus pencurian pada 2013. Karena berbuat onar, ia lantas dipindahkan ke Gunung Sari. Ia kembali berulah sehingga dipindahkan lagi ke LP Kabupaten Bulukumba, lalu ke Kota Palopo. "Terakhir ia dikembalikan lagi ke Makassar," kata Budi.

Akbar juga terlibat dalam berbagai kasus, seperti pencurian, pembegalan, pembunuhan, dan narkotik. Budi mengatakan, dalam kasus pencurian, Akbar sudah dibui 8 bulan penjara. Lalu, dalam kasus pembegalan, ia dibui 14 bulan dan pembunuhan selama 10 tahun. "Kasus narkotiknya juga sedang berproses," ujarnya. Kasus yang dimaksudkan Budi adalah saat sipir penjara menemukan 6 gram sabu di sel Akbar, Januari lalu. Penanganan kasus ini diserahkan ke Kepolisian Sektor Rappocini, Makassar, yang sekarang masih disidik.

Bagi warga Malengkeri, Tamalate, Makassar, Akbar dikenal sebagai preman yang pandai silat. Ia juga ditakuti di lingkungan sekitarnya karena memiliki banyak anak buah. "Ia jago berkelahi," kata salah seorang warga Malengkeri yang tak mau disebutkan namanya, pekan lalu.

Rusman Paraqbueq, Didit Hariyadi (Makassar)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus