Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ROTASI empat belas pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi tak hanya membikin komisi antikorupsi gaduh, tapi juga menyebabkan hubungan pemimpin lembaga itu dan koalisi masyarakat sipil retak. Selama ini, koalisi masyarakat sipil, yang terdiri atas kumpulan aktivis dan pegiat lembaga swadaya masyarakat, dikenal sebagai pembela KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya para aktivis antikorupsi itu mengkritik rotasi yang dinilai tak transparan. Sejumlah diskusi di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menyoroti dasar hukum rotasi yang dibuat pemimpin KPK. Pegawai yang jabatannya digeser pun tidak diberi tahu alasan dan posisi barunya. Kelemahan lain, Biro Sumber Daya Manusia KPK tidak dilibatkan dalam rencana rotasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ujung diskusi, mereka menyimpulkan, "Rotasi ini berpotensi melemahkan KPK dari dalam," ujar pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, salah seorang peserta pertemuan, menceritakan lagi isi rapat pada Rabu pekan lalu.
Ketua KPK Agus Rahardjo membalas kritik dengan meminta mereka tak mencampuri urusan internal KPK. "Itu urusan dalam. Jangan diselesaikan dan ikutkan orang luar," ucap Agus, Kamis tiga pekan lalu. Pada Jumat dua pekan lalu, pemimpin KPK berkukuh melantik 14 pejabat yang dirotasi.
Di KPK, kegaduhan bermula ketika Agus Rahardjo tiba-tiba mengirimkan surat elektronik berisi pemberitahuan rotasi kepada para pegawai yang jabatannya diputar pada 9 Agustus lalu. Agus meminta 14 pejabat yang dirotasi hadir dalam pelantikan pada Selasa pekan berikutnya.
Kesalahan pertama surat itu: pemberitahuan dikirimkan empat hari menjelang pelantikan. Sesuai dengan aturan, pemberitahuan setidaknya disampaikan lima hari sebelum mereka dilantik. Kedua, pejabat yang dirotasi tak diberi informasi mengenai posisi baru dan alasan pergeseran.
Menganggap rotasi ini janggal, sejumlah pejabat yang dirotasi dan Wadah Pegawai KPK, serikat pegawai komisi antikorupsi, meminta penjelasan pemimpin KPK pada hari yang sama. Pertemuan berlangsung di lantai 15 dan dihadiri lima pemimpin KPK serta pelaksana tugas Sekretaris Jenderal KPK, Pahala Nainggolan. Menurut seorang peserta pertemuan, pemimpin KPK menjelaskan alasan rotasi adalah untuk penyegaran, berdasarkan penilaian, dan banyak pejabat yang duduk di posisinya lebih dari tiga tahun.
Penjelasan pemimpin KPK justru membuat pertemuan memanas. Keterangan itu dianggap dibuat-buat karena ada pejabat yang masa dinasnya masih di bawah tiga tahun dan ada yang turun jabatan. Pahala Nainggolan membenarkan adanya surat elektronik dari Agus Rahardjo dan pertemuan tersebut. Menurut Pahala, kegaduhan terjadi karena pegawai tidak menerima informasi utuh. "Sebagian besar karena ketidaksempurnaan informasi," katanya, Jumat dua pekan lalu.
Pada hari yang sama Agus mengirimkan surat elektronik kepada pejabat yang dirotasi, Biro Sumber Daya Manusia KPK melayangkan nota kepada pimpinan lembaga antirasuah. Warkat empat lembar tersebut berisi pendapat mengenai rotasi. Biro Sumber Daya menyebutkan pemimpin KPK berpotensi melanggar sejumlah aturan karena mengabaikan aturan.
Pertama, pemimpin KPK diduga melanggar kode etik karena melanggar asas umum pemerintahan yang baik sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta angka 2, 4, dan 7 dalam Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK. Misalnya, asas kepastian hukum karena rotasi dilakukan tanpa standar pelaksanaan dan pertimbangan kompetensi serta penilaian kinerja secara obyektif dan kriteria yang jelas.
Kedua, pemimpin KPK bisa melanggar kepatuhan hukum di lingkup internal karena proses rotasi dilaksanakan sebelum peraturan KPK tentang rotasi selesai dibahas. Ketiga, Biro Sumber Daya Manusia bisa didelegitimasi pada masa yang akan datang karena pemimpin KPK mengambil alih tugas mereka dan tak melibatkan Biro Sumber Daya Manusia dalam rotasi tersebut.
Terakhir, Biro Sumber Daya Manusia menyebutkan profesionalitas dan idealisme pegawai bisa luntur karena manajemen kepegawaian dilaksanakan tanpa dasar serta data yang jelas dan terukur. "Jika penyelenggaraan rotasi dilaksanakan tanpa mempertimbangkan pendapat di atas, akan menimbulkan preseden yang buruk bagi KPK di masa depan," demikian keterangan Biro Sumber Daya Manusia dalam surat tersebut.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan adanya protes keras berupa nota dari Biro Sumber Daya Manusia "Kajian pimpinan lebih dari itu. Ini diskusi panjang sejak hari pertama (komisioner) jilid IV duduk," ujarnya, Kamis dua pekan lalu. Kerasnya protes ini menyebabkan pelantikan dimundurkan sepuluh hari dari jadwal awal.
Pada saat bersamaan, KPK melalui pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Pahala Nainggolan berencana mendatangkan 83 polisi, sebanyak 70 di antaranya sebagai penyidik. Pahala membenarkan kabar bahwa KPK meminta tambahan personel ke Kepolisian RI. "Sudah assessment, tapi belum ada wawancara," ucapnya.
Selama ini masuknya polisi ke Kuningan-markas KPK di Jakarta Selatan-kerap terhadang Biro Sumber Daya Manusia. Kepala Biro dan Kepala Bagian Sumber Daya Manusia menjalankan seleksi dengan ketat. Maka, ketika KPK meminta tambahan penyidik dari Polri, yang akhirnya bergabung hanya sedikit. Nelson Nikodemus dari LBH menyebutkan Biro Sumber Daya Manusia yang tak bergigi bisa menyebabkan seleksi rekrutmen penyidik menjadi longgar.
Kepala Biro Sumber Daya Manusia sebelumnya, Dian Novianti, dirotasi menjadi Koordinator Pusat Edukasi Antikorupsi KPK. Menurut Pahala Nainggolan, lembaganya sedang mencari pengganti Dian dan jabatan yang ditinggalkan Dian ditargetkan terisi paling telat pada Desember mendatang.
Ketika suasana sedang keruh-keruhnya, pemimpin KPK mengeluarkan Peraturan Pimpinan KPK Nomor 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi tertanggal 20 Agustus 2018. Salah satu butirnya menyebutkan pegawai bisa dimutasi karena diusulkan oleh atasan langsung ataupun kepala unit kerja. Aturan ini pula yang akhirnya dijadikan dasar oleh pemimpin KPK untuk melantik 14 pejabat yang dirotasi pada Jumat dua pekan lalu-empat hari setelah aturan dibuat.
Meskipun para pejabat itu sudah dilantik, kegaduhan di KPK akibat rotasi ini tak mereda. Wadah Pegawai KPK melaporkan dugaan pelanggaran etik pemimpin KPK ke pengawasan internal. Selain itu, mereka menyiapkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara ihwal rotasi dan uji materi ke Mahkamah Agung tentang aturan mutasi.
LBH Jakarta dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas menyatakan mereka diajak berdiskusi oleh Wadah Pegawai soal rencana gugatan ke PTUN dan MA. "Sudah ada pertemuan, tapi belum ada penekenan surat kuasa," ujar Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa. Direktur Pusako Feri Amsari mengatakan telah berdiskusi dengan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap ihwal ini. Yudi Purnomo menjelaskan sejumlah hal, tapi menolak pernyataannya dikutip.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan pelaporan pemimpin KPK ke bagian pengawasan internal merupakan bentuk pengawasan dari pegawai KPK. Ihwal gugatan, Saut juga mengatakan, "Bagus itu." Adapun Laode Muhammad Syarif, juga Wakil Ketua KPK, menuturkan bahwa masalah rotasi sudah selesai. "Tidak ada lagi persoalan."
Hussein Abri Dongoran, Aji Nugroho.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo