Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Persetan Dengan Hukum

Iryanto, dir pt marsa di surabaya, tidak mau hadir di sidang dalam sengketa utang piutang alat berat dengan aliamin halim divonis verstek. iryanto berang, meram pas barang bukti dan merusak mobil aliamin. (hk)

9 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UJIAN bagi para penegak hukum dari hari ke hari semakin berat. Kali ini peristiwanya terjadi di Surabaya. Mula-mula Iryanto, tergugat, menolak hadir di pengadilan untuk dipertemukan dengan penggugatnya, Aliamin Halim, dalam kasus utang-piutang. Ketika dikalahkan, dalam sidang yang tak pernah dihadirinya, Iryanto marah: dengan sebuah truk, yang diisi 30 orang anak buahnya, ia menubruk sedan mewah lawannya. Sedan mencelat menghantam kantor pemiliknya, CV Intraco, di Jalan Darmo Permai, Surabaya. Tidak hanya itu. Iryanto mengerahkan anak buahnya merampas kembali barang bukti, sebuah alat berat, yang disita pengadilan dan sedang dititipkan di rumah Kepala Desa Buncitan di Sidoarjo. "Baru pertama kali saya alami ada barang bukti dirampas oleh pihak yang berperkara," ujar Panitera Kepala Pengadilan Negeri Sidoarjo, Soegito Djojoseputro, yang diserahi tanggung jawab barang sitaan seharga lebih dari Rp 60 juta itu. Kepolisian Sidoarjo, yang dilapori mengenai sepak terjang Iryanto, sudah dua kali mengeluarkan surat panggilan. Tapi sang "Rambo" tak ambil peduli. Kebal hukumkah dia? "Kalau dalam beberapa hari ini ia tidak datang," kata Kepala Polres Sidoarjo Letkol A.R. Lubis, pekan lalu, "Akan saya tangkap." Sengketa antara Iryanto, Direktur PT Marsa di Surabaya, dan Aliamin sebenarnya perkara dagang biasa. Iryanto, dua tahun lalu, memperoleh alat berat, Clark Wheel Loader, secara leasing dari NV Pamitran milik Aliamin. Disepakati, Iryanto akan mengangsur utang pokok berikut bunganya, lebih dari Rp 71 juta, dalam tiga belas bulan. Dalam perjanjian disebutkan bahwa bila Iryanto menunggak cicilan sampai dua kali, kontrak batal dengan sendirinya, dan barang akan kembali kepada pemiliknya. Ternyata, menurut Aliamin, cicilan Iryanto macet pada bulan kesembilan. "Kami sudah berusaha menghubungi Iryanto, baik melalui surat maupun pertemuan langsung, tapi tidak digubris," ujar kuasa hukum Aliamin, Amir Syamsuddin, yang kemudian mengambil jalan hukum dengan membawa urusan ke meja hijau. Berkali-kali Pengadilan Negeri Surabaya memanggil Iryanto -- secara resmi -- tapi tak digubris. Akhirnya Hakim Suparno, awal bulan lalu, secara verstek mengalahkan Iryanto dan mewajibkannya membayar ganti rugi kepada Aliamin sebesar Rp 42 juta lebih. Hakim juga memperkuat sita jaminan atas alat berat yang disengketakan. Lagi-lagi Iryanto tak mempedulikan hukum. Ia tidak menggunakan hak bantahnya atas putusan verstek tersebut sampai 14 hari seterimanya salinan putusan pengadilan. Yang dilakukannya, malah, menuntut Lurah Buncitan, Abdul Wachid, menyerahkan barang bukti. "Tapi saya melarang keras," ujar Wachid, "Karena barang itu merupakan titipan pengadilan." Rupanya, Iryanto kesal. Nekat saja ia mengerahkan anak buahnya mengambil alat berat tersebut dari halaman rumah Lurah Wachid ketika pejabat yang dititipi itu pergi ke kantor. Pihak pengadilan tentu saja melaporkan "pencurian" itu kepada polisi. Belum lagi beres urusan itu, ternyata, Iryanto bertindak lebih nekat, dengan menubruk sedan Honda Accord lawannya dengan truk yang dikendarainya sendiri. Tidak hanya sedan Aliamin yang remuk: kantor Intraco juga jadi porak-peranda. Sementara itu, tutur Amir Syamsuddin, anak buah Iryanto mengumbar maki-makian kepada pegawai Aliamin dengan segala macam kata-kata kotor, "Anjing, bangsat, bajingan, pemeras .... Amir Syamsuddin kewalahan juga menghadapi lawan berperkara yang satu ini. "Baru kali ini saya bertemu orang yang benar-benar tidak menghargai hukum," katanya kesal. Karena menganggap lawannya kebal hukum -- nyata dari perbuatan Iryanto yang nekat Amir Syamsuddin sampai-sampai melaporkan Iryanto ke Laksusda. Apa kata "sang kebal hukum" itu sendiri? Mula-mula ia mengaku tak tahu-menahu perihal gugatan Aliamin. Kedua, ia menyatakan tak pernah dipanggil pengadilan, kok tahu-tahu divonis. "Karena itu, saya minta sidang diulang -- dan pengadilan sudah setuju," kata orang bertubuh besar ini. Ketiga, kata kontraktor bangunan ini, ia juga tak merasa pernah mengerahkan anak buahnya menyerbu kantor Aliamin. Yang terjadi, katanya, ketika ia hendak memarkir truknya di depan kantor Intraco, tiba-tiba rem kendaraannya blong sehingga menyeruduk mobil dan etalase. Keempat, katanya, bahkan ia menolak disebut mencuri barangnya sendiri, karena tidak tahu bahwa alat beratnya dalam status sitaan. Akhirnya Iryanto menuduh, "Intraco tukang fitnah: memberikan alamat yang palsu kepada para pejabat sehingga panggilan buat saya tak pernah sampai."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus