TELAH lahir sebuah majalah baru, untuk pria, Matra. Dalam kamus, kata ini antara lain berarti "ukuran" atau "dimensi". Namun, para pengasuhnya menyebutkan, kata itu singkatan "Majalah Trend Anda". Kata pemimpin redaksinya, Fikri Jufri, "Majalah ini akan diisi dengan hal-hal yang trendy, dan ditujukan buat pria." Sebelum ini memang tidak ada majalah khusus buat pria, sejak Lelaki dan Maskulin berhenti terbit sepuluhan tahun yang silam. Padahal, majalah buat wanita belakangan ini makin banyak saja. Tampaknya Matra ingin mengisi kekosongan itu. Lain dengan para pendahulunya yang banyak mengupas segala macam aspek lawan jenis pria -- wanita Matra rupanya punya selera yang lebih tinggi: ingin memantau kecenderungan yang sedang hangat ("yang trendy") pada pria Indonesia. Meski masih gres, Matra, yang nomor pertamanya diedarkan Senin pekan ini, sebenarnya bukan majalah yang sama sekali baru. Ia berasal dari majalah mingguan Zaman, yang berhenti terbit September tahun silam setelah hidup selama lima tahunan. Sebagai majalah keluarga, Zaman, yang sifatnya terlalu umum, dianggap tidak mencapai sasarannya, hingga terus merugi. Penerbitnya, Yayasan Bapora, lalu memutuskan untuk menyetop penerbitannya. "Untuk diotak-atik dengan penampilan lain, sulit karena image-nya telanjur kurang baik," ujar Fikri. Muncul rencana untuk menerbitkan majalah baru yang sama sekali lain, tanpa bau Zaman. Ada dua pilihan: menerbitkan majalah berita atau majalah pria. Yang terakhir itulah yang dipilih. "Untuk membuat majalah berita tidak mungkin, karena sudah ada TEMPO," kata Mahtum, pemimpin perusahaan Matra, yang juga Wakil Direktur PT Grafiti Pers -- penerbit majalah TEMPO. Mungkin karena sebagian pimpinannya juga merangkap pengasuh TEMPO -- Fikri Jufri menjabat Wakil Pemimpin Redaksi TEMPO dan Direktur Pemasaran PT Grafiti Pers -- Matra ingin ditampilkan sebagai "pelengkap TEMPO". Misalnya dengan tidak menampilkan tulisan yang mempunyai kesan sudah ada di TEMPO. "Kami menghindari jangan sampai ada kesan bahwa majalah ini majalah berita. Kami ingin lebih banyak menampilkan cerita di balik berita itu," ujar Fikri. Itu pula alasan menerbitkan Matra sebulan sekali. Sasaran pembaca Matra: pria yang berumur 24 sampai 55 tahun, terutama kalangan eksekutif. Namun, para pembaca wanita juga diharapkan. "Majalah wanita saja 20 persen pembacanya pria," kata Mahtum. "Matra perlu diintip oleh kaum wanita, supaya mereka tahu apa keinginan suami atau pacarnya," sambung Fikri. Agaknya belajar dari pengalaman Zaman, persiapan terbitnya Matra digarap lebih matang. Dua nomor contoh diedarkan secara terbatas pada Mei dan Juni lalu. Modal yang disiapkan juga tidak tanggung-tanggung, sekitar Rp 600 juta, Rp 200 juta di antaranya disediakan untuk promosi. Selain beberapa muka lama dari Zaman, antara lain N. Riantiarno -- pimpinan Teater Koma -- direkrut juga beberapa orang baru, misalnya Tuti Indra Malaon, artis pemenang Piala Citra 1986. Untuk memperkenalkan majalah baru ini, dan agaknya juga untuk menjaring iklan, akhir pekan lalu sekitar 60 pengusaha periklanan dan undangan diundang menghadiri suatu ceramah ekonomi di suatu hotel di Jakarta. Dalam forum itu terlontar berbagai kritik terhadap isi Matra. "Kok yang ditampilkan tokoh-tokoh yang sudah sering diwawancarai koran?" tanya seorang pembicara. Tangkis Fikri, "Tapi yang kami kemukakan terutama bukan kegiatannya. Seperti Rendra, misalnya, kami tidak menampilkannya sebagai maestro, tapi pribadinya, pandangannya tentang istri-istrinya, atau tentang seks." Seks, meski disinggung dalam majalah pria ini, tidak menonjol. Bahkan terkesan majalah ini sengaja menghindar dari seks yang berkonotasi porno. Satu-satunya yang mengingatkan Matra dengan Playboy hanyalah rubrik wawancaranya, yang panjang dan cukup mendalam. Wawancara dengan Rendra di Matra nomor pertama ini, misalnya, menyita 13 halaman -- suatu hal yang tidak umum dalam pers Indonesia. Pembaca Indonesia mungkin perlu dibiasakan dulu sebelum bisa menerima model ini. Sebagian besar rubrik dan artikel lain disajikan dengan perwajahan yang cukup menarik, dengan gaya penulisan yang tidak bertele-tele. Ada wajah cantik yang ditampilkan dalam rubrik "Kencan", ada teka-teki silang jumbo, ada cerpen karya Frederick Forsyth, juga cerita tentang sejumlah pria sukses. Singkatnya, ini majalah hiburan pria dengan selera tinggi. Atau, yang menurut Fikri, "majalah untuk orang sibuk di waktu santai". Memang ada sejumlah artikel terjemahan yang tak terang-terangan disebutkan sumbernya, serta beberapa tulisan yang terasa kurang menggigit. Toh secara keseluruhan majalah ini tampaknya punya harapan. Dan sambutan masyarakat ternyata cukup menggembirakan. Hampir 40 ribu eksemplar yang diedarkan pada hari pertama ternyata ludas. Meski gembira, Mahtum tetap berhati-hati. "Kebanyakan mereka itu baru ingin tahu. Baru pada nomor ketujuh kami bisa tahu konsumen kami," katanya. Titik impas katanya, bisa dicapai dalam setahun dengan oplah 30 ribu, tanpa iklan. Namun, melihat gelagatnya, ia optimistis titik impas Matra bisa dicapai sebelum setahun. Larisnya nomor perdana Matra, tentu saja, belum bisa dijadikan pegangan. Bisa jadi itu karena masyarakat kita selalu ingin tahu sesuatu yang baru. Mungkin pula karena promosi yang kena atau potongan harga yang menarik buat para agen, atau berbagai sebab lainnya. Tapi dilihat dari nomor pertamanya, Matra mengesankan kerja sebuah tim yang serius. Sudanto Pudjomartono Laporan Suhardjo Hs. & Budi Kusumah (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini