Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Bidang Advokasi Muhammad Isnur mengatakan bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong menerima eksepsi dosen IPB Basuki Wasis dalam putusan sela. "Dan menyatakan gugatan Nur Alam tidak dapat diterima," kata Isnur dalam siaran tertulisnya, Kamis, 13 Desember 2018.a
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, merupakan terpidana kasus pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB). Ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara karena terbukti memperkaya korporasi PT AHB (belakangan diakusisi PT Billy Indonesia) senilai Rp 1,5 triliun dari pemberian izin tersebut.
Sedangkan Basuki Wasis adalah dosen IPB sekaligus ahli lingkungan dan kerusakan tanah. Basuki ditunjuk sebagai saksi ahli Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia dihadirkan sebagai saksi ahli untuk menghitung kerugian akibat lingkungan hidup oleh Nur Alam.
Setelah melakukan perhitungan kerusakan dan melakukan analisa sampel di laboratorium, Basuki menjumlahkan kerusakan ekologis di lokasi tambang itu sebesar Rp 2,72 triliun. Ia kemudian bersaksi di Pengadilan Tipikor pada 14 Februari 2018.
Saat memberi kesaksian itu, tim kuasa hukum Nur Alam sempat mempersoalkan Peraturan Menteri KLHK Nomor 13 Tahun 2011 yang digunakan Basuki dalam landasan penghitungan kerusakan alam. Basuki menjelaskan penggunaan Permen itu karena kerusakan lingkungan di sana terjadi di rentang 2009-2014.
Dosen IPB itu mengatakan tidak mengetahui soal Permen tersebut karena tidak memiliki pengetahuan hukum. Sehingga, ia memilih tidak menjawab pertanyaan kuasa hukum Nur Alam selama persidangan.
Sebulan kemudian, yakni pada 12 Maret 2018, tim kuasa hukum Nur Alam menggugat Basuki ke Pengadilan Negeri Cibinong. Dalam gugatannya, tim kuasa hukum mengatakan Basuki Wasis telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian immateriil bagi Nur Alam. Dia diminta untuk membayar kerugian sebesar Rp 3 triliun dan ganti rugi dana operasional Nur Alam sebesar Rp 1,47 milyar.
Majelis hakim PN Cibinong, kata Isnur, menegaskan dalam putusannya bahwa keterangan ahli yang diajukan di persidangan tidak dapat dituntut dalam pengadilan pidana dan perdata. "Karena ini berarti menggugat putusan hakim yang akan mengacaukan tertib hukum," kata Isnur.
Isnur menuturkan, hakim menilai bahwa keterangan tertulis dan keterangan Basuki Wasis di persidangan adalah bagian dari rezim persidangan pidana di mana hakim tidak terikat oleh keterangan tersebut. Kuasa hukum penggugat juga dalam persidangan pidana diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membantah serta mengajukan ahli yang berbeda.
Menurut Majelis Hakim, kata Isnur, keterangan ahli tidak akan berimplikasi apapun jika hakim tidak menggunakannya. Kalau pun keterangan Basuki digunakan, maka itu menjadi tanggung jawab hakim. Selain itu, jika ada keberatan terhadap ahli, maka caranya adalah keberatan di persidangan dan mengajukan ahli lain.