KETIKA kabar pembunuhan keluarga Letkol. (Marinir) Poerwanto tersiar sejumlah intel Angkatan Laut dari Armada RI Kawasan Timur (Armatim) langsung "turun" tangan melacak kasus itu. Maklum, Poerwanto tergolong perwira menengah yang memegang jabatan cukup strategis di kesatuannya. Ia Ketua Primer Koperasi Angkatarl Laut (Primkopal). Pria kelahiran Jatinom, Klaten, Ja-Teng, 51 tahun lalu itu dikenal cukup banyak punya gagasan. Dengan modal sekitar Rp 300 juta, ia ingin Primkopal, yang dipimpinnya sejak 28 Februari 1986, memiliki berbagai unit usaha, seperti bengkel motor dan mobil, atau usaha mebel. Letkol. dengan NRP 3082P ini, yang sehari-hari berkantor di Markas Komando Pangkalan Utama Angkatan Laut wilayah Armada Timur, Surabaya, itu memang banyak menginvestasikan keuntungan Primkopal. "Banyak dana tersedot ke investasi itu, karena itu keuntungan usaha belum ada," ujar sumber TEMPO di Primkopal. Hanya saja, sebulan sebelum meninggal, Almarhum meminjam uang Primkopal dalam jumlah besar, Rp 30 juta. Untuk itu, ia memberi bunga dua persen per bulan pada koperasi yang dipimpinnya itu. Ini di luar kebiasaan. Dengan gaji Rp 342 ribu per bulan, seharusnya ia hanya boleh meminjam dua kali jumlah gajinya, yaitu Rp 684 ribu dengan jangka pengembalian sepuluh bulan. Kecuali mengembangkan usaha Primkopal, Mendiang juga punya banyak usaha pribadi, seperti fotokopi dan percetakan. Tapi ia juga kabarnya ikut memodali Prayitno, yang punya hubungan bisnis dengannya, tapi kini disangka telah membunuhnya. Selain itu istrinya, Sunarsih, kabarnya, mempunyai kegiatan meminjamkan uang kepada "nasabah-nasabahnya". Memang Poerwanto hidup berkecukupan. Ia selalu berganti-ganti mobil ke kantor. Kariernya dimulai, pada 1960, setelah mengikuti Wamil (wajib militer) dan Milsuk (militer sukarela) di masa Trikora dan Dwikora. Ia dikenal ulet. Ketika jabatannya masih rendah dan keadaan ekonominya pas-pasan, ia terpaksa bekerja apa saja untuk menyambung hidup. Ia pernah jadi calo karcis bioskop, jual beli tanah, mobil, dan rumah. Pada 1980 ia bertugas di Pusat Pendidikan Marinir di Kesatrian Guben. Pada 1984, kariernya rnulai menanjak. Ia bertugas di Dominlog, mengurus soal-soal logistik dan pengadaan barang. Saat itu ia juga punya usaha sampingan, sebagai pemborong. Ia kebagian proyek rehabilitasi beberapa bangunan Pangkalan Utama AL wilayah Armada I Timur. Ternyata, kini riwayatnya diduga dihabisi Prayitno, sahabat dan rekan bisnisnya sendiri. Padahal, selain memodali Prayitno, Mendiang pernah pula menunjuk Prayitno sebagai pemborong "catering" di Primkopal. Selain itu, hubungan keluarga antara Prayitno dan Poerwanto sangat dekat. Mereka saling mengunjungi. Bahkan, Jumat malam, hanya sekitar 12 jam sebelum pembunuhan, Poerwanto masih berkunjung ke Wisma Happy dan ngobrol dengan Prayitno. Ketika Poerwanto hendak pulang, Prayitno sempat menstaterkan mobil bosnya dan memberi salam, "Sugeng dalu, Pak (selamat malam, Pak)." Itu sebabnya, ada yang meragukan Prayitno, asal Krian, Sidoarjo, yang bermata kiri palsu itu, tega membunuh Poerwanto. Sebab, pada Minggu pagi, ketika jenazah masih di RSUD Malang, Prayitno dan istrinya kelihatan jalan pagi santai di dekat rumahnya. Bahkan ada yang mengatakan Prayitno kelihatan tenang saja, ketika digiring polisi di Wisma Happy. Padahal, kerumunan massa yang menyakslkan adegan itu berteriak-teriak, "Kepruk saja ... hancurkan PKI itu ...." Semuanya memang masih teka-teki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini