Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pohon, Daun Dan Rumputpun Seperti...

Yos sutomo, pengusaha, komentar atas putusan bebas yang dijatuhkan hakim kepadanya. (hk)

14 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BUKAN hanya pejabat atau masyarakat yang membela Jos, tapi seluruh pohon, daun, dan rumput di Kalimantan Timur berdoa untuk kebebasan dia," ujar seorang pejabat kejaksaan, mengungkapkan kedongkolannya atas vonis hakim. Tuduhan itu terasa berlebihan. Tapi nama Jos Soetomo, atau Tomo panggilan akrabnya, memang luar biasa di daerah itu. Dia mungkin tersangka pertama di pengadilan Indonesia yang mendapat doa dari sekitar 500 pengunjung pada sidang terakhirnya: para pengunjung membaca salawat Nabi. Sebab itu, begitu putusan Hakim membebaskan Tomo, hampir semua pengunjung berteriak, "Hidup Pak Tomo!" Tepuk tangan menggema di dalam ruang sidang dan sampai bergema ke serambi pengadilan. Jos Soetomo pula, mungkin, satu-satunya tahanan yang dilepas kebebasannya dengan sedih oleh rekan-rekan sesama tahanan. Ketika dia meninggalkan LP Samarinda, akhir bulan lalu, hampir semua tahanan menyalaminya, "Selamat jalan, Pak Haji." Selama raja kayu itu ada di LP, "suasana di sini jadi ramai dan kami makmur, sering mendapat jatah kue dan makanan enak," ujar seorang penghuni LP itu. Sambutan yang tak kalah meriahnya diberikan pula oleh umat yang bersembahyang Jumat pekan lalu di Masjid Baiturrahim, Sungai Pinang, Samarinda. Jos, yang dua hari sebelumnya merayakan ulang tahunnya ke-39, dengan mengendarai sendiri mobil Honda Civic putihnya, hari itu melaksanakan salat Jumat pertamanya di masjid itu setelah bebas. Berkemeja putih dan berpici hitam, ia duduk di deretan paling depan - bersama beberapa ulama - di masjid yang dua tahun lalu dibangunnya dengan biaya Rp 105 juta. Selesai salat, Jos kewalahan dikerubuti para jamaah yang ingin bersalaman, bahkan ada yang ingin mencium tangannya. "Terima kasih, dan ini semua berkat doa Bapak-Bapak," ujar Jos menyambut. Dilahirkan dengan nama Kang King Tek di Senyiur, Muara Ancalong (pedalaman Kalimantan Timur), Jos Soetomo sampai tahun 1970-an belum tergolong pengusaha besar di daerah itu. Menamatkan bangku SMP, 1961, anak keenam dari delapan bersaudara itu merantau ke Surabaya. Di kota itu, konon, ia sempat menjadi kuli pelabuhan. Setelah menikah di Surabaya dengan Tan Djek Tjien yang memberinya delapan anak - Jos kembali ke Samarinda, 1965, membantu ayahnya, seorang anemer kayu. Peruntungannya baik. Perusahaan ayahnya itu dalam tempo singkat berkembang di tangannya. Dari hanya jual beli kayu, usaha Jos meningkat ke arah penebangan dan ekspor kayu gelondongan ke Hong Kong. Seorang adiknya, Wibisono, dikirimnya ke koloni Inggris itu, sehingga jaringan perdagangannya antara Samarinda dan Hong Kong berlalan lancar. Pada 1970, ia mendirikan PT Sumber Mas untuk menangani penebangan dan pengeksporan kayu gelondongan. Pada tahun itu juga ia mendirikan PT Meranti Sakti Indonesia yang menguasai konsensi HPH di Bulungan Selatan dan Kutai. Ia pun mengembangkan sayap ke Surabaya dengan mendirikan pabrik kayu lapis di Gresik (Jawa Timur). Pada 1977, ia membeli perusahaan konsensi hutan, PT Kayan River Timber Product. Pada saat ia ditahan, September lalu, Sumber Mas Group mengkoordinasikan enam anak perusahaan dengan investasi sekitar Rp 65 milyar, dan produksi plywood meliputi 20.000 m3. Selain itu perusahaan-perusahaan Jos menguasai ratusan ribu hektar HPH di wilayah Kalimantan Timur. Kecuali di dalam negeri, Jos juga menanam modal di Hong Kong, Singpura, Jepang, dan mendirikan perusahaan untuk menampung produksinya di Amerika Serikat - 85% hasil kayu lapisnya dipasarkan di Amerika dan sisanya di Hong Kong. Nama besarnya dalam bidang usaha, ternyata kalah beken dibanding dengan sikapnya beri-sana-beri-sini di daerah Kalimantan Timur. Setelah masuk Islam, 1972, yang menurut Jos berdasarkan "mimpi" bertemu Nabi Muhammad, cerita kedermawanannya yang royal bagaikan dongeng "1001 Malam". Ia membantu pembangunan 26 masjid di daerah itu. Ia juga mendirikan sekolah lengkap dengan laboratorium dan perpustakaan seharga Rp 2,5 milyar dan merencanakan mendirikan Rumah Sakit Islam Al Itihad, Samarinda, dengan biaya sekitar Rp 3 milyar. Yang paling menghebohkan, ketika ia menyumbangkan salah satu dari tiga pesawat pribadinya, Cessna, untuk dakwah Islam di daerah itu yang pemakaiannya diresmikan Menteri Agama, ketika itu, Alamsjah. Ia juga dikenal sebagai donatir dan tokoh AMPI, Golkar, dan Bakom PKB di daerah itu. Seorang pengurus masjid di daerah itu, Gasim Barqah, mengungkapkan bahwa ia selalu membawa uang bila pergi menyertai Jos Soetomo. Uang itu dipersiapkan untuk pengemis, kotak amal masjid dan amplop kematian. "Bila ada bendera putih, saya segera turun dan menyampaikan uang duka, lalu pergi tanpa mengatakan dari siapa," ujar Gasim. Karena cerita kedermawanannya itu, ia dicurigai. Ia pernah dituduh "hendak membujuk umat Islam" agar usahanya berjalan lancar. "Ibaratnya, ia mencuri 10 dan yang disumbangkannya 1," ujar seorang pejabat kejaksaan, ketika mengusut Jos tempo hari. Begitu vonis hakim membebaskannya, Jos dituduh pula menyuap LP setempat, dengan membangun sebua lapangan tenis. Ia juga diduga "ada main" untuk vonisnya. Jos tidak banyak komentar setelah ia dibebaskan. Tidak satu pun wartawan yang diterimanya, kecuali Musthafa Helmy dari TEMPO. Dari situ pun tidak banyak yang diungkapkan. Pengacaranya, Talas Sianturi, selalu melarang berbicara dengan wartawan. Tanpa pici, kelimis karena baru mencukur kumis, ia kelihatan rapi. Tubuhnya kelihatan semakin ramping dan dadanya bertambah besar. "Berkat mengangkat halter," ujar Jos Soetomo sambil membuka baju batik cokelat mudanya, memperlihatkan pinggangnya, di salah satu rumahnya di Jalan Arief Rahman Hakim, Samarinda. Inilah sebagian dari wawancara bersama istri yang mendampinginya: Apa komentar Anda atas putusan bebas itu? Banyak tuduhan bahwa putusan itu tidak wajar. Saya sepenuhnya pasrah kepada Tuhan. Keputusan itu bagi saya semacam mukjizat dari permohonan saya kepada-Nya: bebaskanlah saya, jika saya tidak bersalah. Selama penahanan dan persidangan berlangsung, apa saja usaha Anda menyelesaikan perkara itu? Saya tidak pernah melakukan apa-apa, kecuali berdoa. Kebenaran akan tampak - bagaimana pun juga. Andakah yang membangun lapangan tenis di LP Samarinda itu? Masya Allah, itu sangat tidak benar. Itu fitnah... Bagaimana mungkin saya membiayai lapangan tenis itu? Benarkah Anda sudah tahu keputusan bebas itu sebelum vonis dibacakan? Istri Anda kembali dari Singapura seminggu sebelum vonis. Tidak benar. Nyonya Jos: Saya meninggalkan rumah sakit di Singapura karena ingin mendengarkan vonis hakim. Saya ingin tahu nasib suami saya. Dan putusan itu bagi saya bagai mimpi - saya kaget dan terharu: terbukti suami saya tidak bersalah. Bagaimana keadaan Anda kini? Jos: Serba susah: kalau terinjak becek di bawah, lumpur pun akan mengena muka. Ini cobaan Tuhan agar saya selalu menjadi orang yang sabar dan tabah terhadap cobaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus