Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah (Polda) Banten meringkus tiga orang pembuat madu palsu di Kabupaten Lebak Banten. Mereka ditangkap dari dua tempat yang berbeda yaitu di depan Alfamart di Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dan CV. Yatim Berkah Makmur di Jl. SMA 101 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga orang itu adalah, Asep 24 tahun, petani asal Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Kemudian Tamuri (35) karyawan CV. Yatim Berkah Makmur, dan M Shopiauddin (47) pemilik CV. Yatim Berkah Makmur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Madu palsu yang kerap diklaim sebagai madu asli dari Baduy itu telah dijual dengan omset hingga miliaran rupiah. Para pelaku membuat madu yang diklaim sebagai madu asli Baduy tersebut dibuat dari zat glukosa, fruktosa, dan molase.
"Tiga jenis cairan ini dicampur seolah-olah madu asli. Padahal tidak mengandung madu sama sekali," kata kata Kapolda Banten Inspektur Jenderal Fiandar kepada wartawan di halaman Polda Banten, Selasa 10 November 2020.
Menurut Fiandar, kasus tersebut terbongkar saat petugas mendapatkan informasi awal dari masyarakat bahwa terdapat penjualan pangan olahan jenis madu palsu di wilayah Banten.
Berdasarkan informasi tersebut, kemudian tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten pada Rabu, 4 November 2020 melakukan penyelidikan di wilayah Banten.
Di lokasi Leuwidamar, petugas berhasil mengamankan 20 botol madu yang diduga palsu dengan kemasan botol kaca berukuran 500 ml, dan 1 jeriken madu yang diduga palsu dengan kemasan ukuran 30 liter.
Sedangkan dari Jakarta, polisi menyita bahan baku pembuatan madu palsu yaitu dua drum glucose 300 liter, dua drum glucose 150 liter, satu drum glucose 200 liter, 45 jeriken fructose 30 liter, molases/tetes tebu 10 liter, dan brotowali (pemahit) 40 liter.
Kemudian, 1 drum cairan madu siap jual 300 liter, 2 drum cairan madu siap jual 100 liter, 1 drum cairan madu siap jual 20 liter, 16 jeriken cairan madu siap jual 30 liter, 40 karung berisi botol beling kosong ukuran 500 ml, 3 karung tutup botol, serta peralatan produksi.
Selain itu, polisi juga menyita uang tunai hasil penjualan sebesar Rp 66.000.000, 35 amplop bon penjualan, 23 lembar bukti pembelian bahan baku warna putih, 20 lembar bukti pembelian bahan baku warna merah, dan 1 unit telepon seluler.
"Pengungkapan ini berdasarkan informasi dan keresahan masyarakat terhadap peredaran madu yang diduga palsu," katanya.
Menurut Fiandar, motif ketiga pelaku tersebut yaitu untuk mencari keuntungan dengan modus membuat pangan olahan jenis madu yang berbahan baku gula. Hasilnya diperjualbelikan kepada konsumen seolah-olah madu asli.
Para pelaku dikenai pasal berbeda. Pemilik CV Yatim Berkah Makmur dijerat Pasal 140 Jo Pasal 86 ayat (2), Pasal 142 jo pasal 91 ayat (1) UURI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman penjara 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000. Selain itu ia juga dijerat Pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) huruf f dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000.
Sementara Tamuri dan Asep dijerat Pasal 198 jo pasal 108 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. “Selanjutnya ketiga tersangka berikut barang bukti diamankan ke Polda Banten guna proses penyidikan lebih lanjut,” ujar Fiandar.
Direskrimum Polda Banten Komisaris Besar Nunung Syaefudin mengatakan, pelaku menjalankan kegiatan usaha pembuatan pangan olahan jenis Madu yang dilakukan oleh CV. Yatim Berkah Makmur. Dalam sehari, ketiga tersangka memproduksi 1 ton pangan olahan berupa madu.
Produksi ini bahkan bisa lebih dari 1 ton, tergantung pemesanan. "Omzet yang dihasilkan yaitu jika harga 1 liter pangan olahan jenis Madu dijual Rp 22.000, sehari dapat menghasilkan 1 ton dan dalam sebulan dapat menghasilkan omzet sebesar Rp 673.200.000," katanya.
Sementara itu, Pemerhati masyarakat adat Baduy, Uday Suhada mengapresiasi pengungkapan adanya produksi dan pengedaran madu palsu yang disampaikan oleh Polda Banten.
“Kami sangat mengapresiasi langkah konkrit yang diambil Polda Banten. Sebab sindikat ini jelas telah mengeksploitasi Komunitas Adat Kanekes (Baduy),” ujar Uday kepada Tempo.
Menurut Uday, sebagai orang yang selama ini menghormati dan mencintai masyarakat suku Baduy, dirinya merasa perlu menyampaikan bahwa Baduy yang terkenal jujur, mengedepankan kesederhanaan, memuliakan kehidupan, justru dimanfaatkan oleh sekelompok oknum semata untuk kepentingan bisnisnya, tanpa memikirkan keselamatan jiwa konsumen.
“Perbuatan ini jelas telah mencoreng nama baik Baduy dan merupakan perbuatan penipuan terhadap konsumen yang mengancam kesehatan masyarakat di berbagai pelosok tanah air,” ujar Uday.